BAB 2: Meeting a Strange Person

32.2K 2.4K 138
                                    

MEETING A STRANGE PERSON

Masuk kedalam mobil sport hybrid BMW i8 hitam miliknya, pria itu terlihat tidak peduli dengan beberapa orang yang mengejarnya dari kejauhan. Tanpa menoleh lagi dia melajukan mobilnya keluar dari parkiran dan kandas dijalan raya.

'Alpha, mohon dengarkan penjelasan saya' orang itu menghubunginya melalui mindlink.

Menautkan alisnya dalam, Alex menutup mindlinknya. Tatapan tajam dengan rahangnya yang mengeras sudah cukup menunjukkan jika pria itu sedang dalam keadaan marah. Bagaimana tidak, proyek besar itu hancur sekejap mata ditangan penghianat perusahaan.

Apalagi saat mereka tidak mendengarkan perintahnya untuk menyerahkan atau meminta bantuan siapapun dalam mengerjakannya, karena Alex sedang mencurigai beberapa karyawannya.

Memijat pangkal hidungnya pelan, bagaimana dia tidak menyadarinya sedari awal jika itu semua hanya jebakan belaka. Jika saja dia menolak untuk menandatangi kontrak itu, semua tidak akan berakhir seperti ini.

'Aku serahkan masalah itu kepadamu' mindlinknya tiba tiba kepada Betanya.

Berputar putar dijalanan tanpa tau harus kemana sambil meredakan emosinya. Entah kenapa Choco Café itu menarik perhatiannya setelah sekian lama, setiap hari dia melewati tempat itu dan tidak ada satupun keinginan untuk menapakkan kaki disana.

Namun entah kenapa dia merasa seperti sesuatu mendorongnya hingga tanpa sadar jika mobilnya sudah terparkir rapi disamping café tersebut. Menatap bangunan itu sejenak sebelum membuka pintu mobilnya, Alex menautkan alis begitu mencium aroma manis coklat yang café itu keluarkan.

Mengatupkan mulutnya karena merasa seperti ingin muntah, Alex benar benar membenci aroma dan segala macam makanan manis. Mencoba untuk menghiraukannya pria itu berjalan memasuki café, pemandangan segar menyambutnya diantara aroma manis yang membuatnya mual.

Alex memilih duduk tepat didekat pintu dapur juga tempat kasir karena hanya disana meja kosong dengan dua kursi yang bisa didudukinya, selain itu entah kenapa dia merasa beruntung aroma coklat itu tidak terlalu tercium ditempatnya berada.

Menganggukkan kepalanya kecil, sekarang Alex mengerti darimana aroma manis coklat itu berasal. Aroma itu bukan berasal dari minuman atau makanan mereka, tapi dari pengharum ruangan yang tersembunyi diberbagai tempat untuk menciptakan peningkatan kualitas aroma minuman dan makanan yang mereka pesan.

Seorang pelayan berjalan menghampiri mejanya. "Ada yang ingin anda pesan tuan?" tanya wanita itu kepadanya.

"Aku tidak suka makanan dan minuman manis" jawab Alex sambil menatap wanita itu dengan tatapan tajamnya.

"Kami menyediakan dark chocolate bagi orang orang yang menghindari rasa manis" ucap wanita itu menanggapi jawabannya.

"Hot dark chocolate 75%" ucap Alex pada akhirnya.

"Baik tuan, mohon ditunggu saya akan menyiapkan pesanan anda" ucap Mia selesai mencatat pesanan Alex dan segera berbalik meninggalkan pria itu.

'Dasar, setidaknya bersikaplah sedikit baik' batin Mia kesal dengan perlakuan Alex ketika memesan secangkir hot chocolatenya.

Singkat beberapa menit kemudian wanita itu kembali membawa minumannya, Alex pun menyesap sedikit minuman itu dan merasa sedikit puas. Coklat itu tidak terasa manis dan terlalu pahit, mungkin dia bisa membeli lagi lain kali.

'Vanilla?' batinnya kebingungan begitu mencium aroma vanilla setelah meminum dark chocolate itu.

Menyadari sesuatu, Alex mengulas sebuah senyum kecil. Pada akhirnya Dewi bulan kembali menjawab permintaannya. Pada akhirnya Alex dapat kembali bertemu dengan Mate yang sangat dirinya tunggu.

Membayangkan betapa cantik, hebat, dan sempurna Mate yang akan dirinya dapatkan kali ini. Alex menoleh begitu aroma manis menyegarkan itu semakin tercium pekat.

'Mate?' seru Cain terbangun dari tidurnya.

'Mate! Itu Mate!' seru Cain lagi melolong senang didalam kepala Alex.

'Dia cacat' reflek Alex setelah menoleh dan melihat jika Matenya hanyalah seorang pelayan café. Penampilannya terlihat menyedihkan, terlebih dengan kacamata frame hitam yang bertengger dihidungnya.

"Dia benar benar cacat" gumanku mengalihkan pandangan, lagipula setelah dilihat lagi dia tau siapa gadis itu.

Mengacuhkan suara mendenging yang wolfnya berikan, dia tidak akan pernah mau menerima gadis itu menjadi Matenya. Tentu karena ini tidak sesuai dengan yang diinginkannya, gadis itu tidak cantik, penampilannya berantakan dan kuno, cacat, dan begitu dengan statusnya yang hanya sebagai seorang manusia lemah.

Apa yang manusia bisa lakukan selain menangis, meminta tolong, bahkan mati saat dirinya dalam bahaya. Makhluk rendah dan lemah seperti mereka hanya akan menjadi beban dimasa depan, mereka sangat tidak berguna bagaikan sampah.

Untuk hal keturunan mungkin manusia masih bisa sedikit diandalkan, namun melihat gadis itu tidak secantik apa yang dibayangkannya. Tidak mungkin baginya memiliki seorang anak dengan rupa demikian.

'Dasar Alpha bodoh, bagaimana bisa kau mengatainya seperti itu' marah Cain membuat kepalanya semakin berdenging.

'Diamlah wolf tidak berguna' sahut Alex dengan nada tidak kalah marah sebelum memutuskan mindlink mereka.

Wolf adalah jiwa dalam bentuk serigala, dan mereka seperti cerminan. Namun kenyataannya Alex dan Cain sangatlah berbeda, dan itu bukan hanya terlihat dari sifat tapi segalanya. Mereka adalah 2 jiwa yang bertolak belakang dalam satu tubuh.

Jika Alex sudah bersikap seperti ini, maka Cain akan memegang kendali penuh atas tubuhnya ketika mereka berganti shift nantinya. Itu seperti balas dendam yang Cain lakukan kepadanya, dan saat itu terjadi Alex akan mendapatkan banyak luka dari apa yang wolfnya itu lakukan.

Kembali fokus, Alex melihat gadis itu sudah tidak berada disekitarnya. 'Mungkin didalam' batinnya.

'Jika kau berniat untuk melakukan sesuatu kepada gadis itu aku tidak akan mengampunimu' sela Cain berhasil membuka mindlink yang Alex tutup secara paksa.

'Sungguh. Apa lagi yang akan kau lakukan, bunuh diri?' jawab Alex terdengar tidak takut akan ancaman yang Cain berikan.

'Dengar, jika kau melakukan hal bodoh itu, kau sendiri juga akan mati' lanjut Alex sambil tersenyum mengejek.

Cain hanya bisa menggeram marah sebelum kembali menghilang dari pikirannya.

'Berhentilah menggangguku, apa yang harus kau lakukan hanyalah menjadi serigala baik. Diam, lihat, dan dengarkan saja. Tidak perlu ikut campur dalam masalah ini' lanjut Alex ketika dia kembali mencium aroma vanilla yang sama.

Dan benar, beberapa menit setelahnya gadis itu keluar dari pintu dapur dengan mengenakan pakaian lebih layak dipandang mata. Aroma vanilla itu seperti tertinggal ketika gadis itu melewati mejanya begitu saja sebelum duduk dipojok ruangan dekat jendela besar café.

Sebenarnya jika dilihat kembali gadis itu memiliki wajah yang cukup manis dan lembut, dan kacamata itu dapat menjadi nilai plus untuk membuatnya terlihat imut. Mata besar dengan dengan netra coklat madu, bibir kecil merah, wajahnya yang tak terlalu tirus, dan surai madunya yang sedikit bergelombang.

Walaupun begitu Alex tetap tidak menyukai gadis cacat, sebagai manusia gadis itu sudahlah menjadi beban. Apalagi yang berkacamata.

Lumayan lama Alex tanpa sadar sudah memandang gadis itu dari kejauhan. 'Sayang sekali, aku harus menunggu lagi' batinnya.

Alex bangkit dari duduknya setelah memperhatikan gadis itu menghabiskan setengah minuman yang dipesannya. Berjalan menghampiri meja dimana gadis itu terduduk sendirian sebelum memandang kearahnya dengan wajah kebingungan.

"I, Alexander Davian, Alpha of Red Moon Pack reject you, Erza Er Vilt as my Mate and my Luna" ucap Alex sambil tersenyum tipis terkesan mengejek. 

.

.

.

Tbc

EDIT: 11/04/2023

Sniper Mate: Demon BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang