Tingkah Arsen.

13 1 0
                                    

"Gue udah sembuh. Sehat wal-afiat, Sil,"

"Batu!"

"Dih, emang udah sembuh!" Bantah Ghaby tidak terima.

Prissil memincingkan matanya menatap dalam kearah Ghaby. "Kalau udah sembuh. Kenapa kemarin masih pingsan? Kenapa juga langsung down dan dibawa kerumah sakit? Hm?" Tanyanya terdengar seperti mencibir.

Ghaby membuang wajah. Tidak berani menatap mata Prissil yang sedang serius. Biasanya hanya Ghaby yang seperti itu. Sikap Prissil yang bisa dibilang selalu penuh tawa, kini berubah datar saat dirinya berhadapan dengan Ghaby sekarang.

"Ya-ya kan itu namanya-" Ghaby mengaruk rambutnya yang tidak gatal sama sekali. Bingung mencari alasan.

Padahal dirinya juga belum bisa dinyatakan sembuh total. Tapi entah mengapa, Ghaby benar-benar ingin kembali kesekolah.

"Tau lah!" Kesal Ghaby ketika dirinya sudah tidak lagi bisa mencari alasan yang pasti.

Prissil mengangguk-anggukan kepalanya. Tersenyum penuh kemenangan. "Okay! Awas sampe kaya kemarin. Gue gak mau temenan sama lo lagi. Bye!" Seru Prissil yang langsung bangun dari duduknya.

"Mau ikut gak cari sarapan?" Tanya Prissil ketika langkahnya sudah sampai di ambang pintu kelas.

"Nitip aja, Sil." Kata Ghaby. Dia mengambil tas ranselnya dan mengeluarkan novel bersampul putih itu. "Gua masih penasaran sama endingnya."

"Seperti majikan nyuruh-nyuruh mulu," ujar Prissil.

Tapi setelahnya, dia kembali melanjutkan langkahnya menuju tujuan utama. Kantin.

Hari ini SMA Permata masih mengadakan jamkos disetiap kelas. Dan besok adalah hari dimana acara perpisahan itu dimulai.

Bertema Disney, pasti banyak sekali persiapan yang sudah diatur matang oleh panitia acara.

Dan salah satunya Prissil. Besok Prissil pasti akan sangat disibukan dengan acara itu. Apalagi dirinya terpilih sebagai satu dari tiga perempuan yang tugasnya sebagai seksi keamanan.

Besok dia harus datang pagi hari. Padahal acaranya dimulai malam. Seperti dengan judul yang sudah ditetapkan farewell night, disneyland--Alice Through the Looking Glass.

Benar-benar memakan banyak waktu untuk berlatih dan memainkan drama itu sebenarnya. Untungnya, mereka-dari eskul teater berhasil menunjukan potensinya untuk berlatih secara singkat.

Lihat saja besok. Prissil benar-benar tidak sabar melihat pertunjukan itu.

"Prissil!"

Mengetahui jelas pemilik suara yang memanggilnya, Prissil tidak jadi menengok saat itu. Biar saja dianggap tidak sopan dengan pura-pura tidak mendengar. Jikapun menengok dan menjawab panggilan itu, Prissil tidak yakin dengan tingkahnya nanti yang mungkin tidak Prissil inginkan.

Prissil tetap melanjutkan langkanya, mengabaikan suara yang semakin lama terdengar sangat kencang.

Sampai dikantin, mendadak dirinya terlihat sebagai pusat perhatian. Mungkin karena pura-pura tidak mendengar panggilan dari seseorang yang sangat terkenal disekolah.

Saat tangannya terulur membuka lemari es yang tersedia dikantin untuk mengambil minuman, yang tadinya pintu lemari es itu terbuka jadi tertutup lagi saat satu tangan berhasil mencegah Prissil melakukan aktivitas nya.

"Sil!"

Prissil membuang nafas kasar. Sudah mati-matian dirinya menjauhi lelaki itu, lelaki itu malah seenaknya membolak-balik kan perasaan Prissil.

Tentang HarapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang