Arsen berjalan dibelakang Prissil dengan wajah masam nya, mengikuti perempuan itu sampai masuk kedalam kelas. Wajah tidak bersahabat Arsen tentu saja mengundang perhatian teman-teman sekelas Prissil.
Prissil duduk dikursi miliknya. Dengan buru-buru juga Arsen menarik kursi terdekat untuk ikut duduk disamping Prissil.
Prissil menghela nafas lelah, "Kak....."
"Diem! Gue yang harus introgasi elo sekarang!" Kata nya dengan nada yang tinggi. Tapi sumpah, Arsen tidak berniat untuk membentak pacar nya itu.
"Kak Arsen jadi pusat perhatian sekarang," ujar Prissil pelan sembari berbisik.
Arsen yang baru tersadar hal itu langsung mengedarkan pandangan nya ke sekeliling. Dia menatap tajam orang-orang yang juga sedang menatap dirinya.
Tentu saja yang ditatap seperti itu langsung membuang pandanganya. Berpura-pura kembali ke aktivitasnya semula. Padahal mereka masih ingin tahu kelanjutan apa yang akan terjadi.
Selesai membuat wajah seram kepada mereka yang masih kepo, Arsen kembali menatap Prissil tajam.
"Dia siapa?" Tanya nya yang sudah sedikit menurunkan nada bicaranya. Walaupun masih terdengar keras, tapi tidak seperti tadi.
"Teman kak Arsen, 'kan?" Tanya Prissil balik. Dia sepertinya malah memancing emosi Arsen.
"Sil...." Tiba-tiba saja kalimat yang diucapkan Arsen menjadi lembut dan enak terdengar ditelinga Prissil.
"Di kantin aja, pas jam istirahat, gue jelasin semuanya. Gua gak mau lo dicap buruk cuma gara-gara ini."
Prissil cukup paham kalau Arsen ingin serius mendapati jawaban jujur Prissil. Tapi Prissil tidak mungkin juga bersikap kekanakan dan memalukan keduanya didepan umum seperti ini.
Arsen makin menunjukkan ekspresi tidak sukanya kepada Prissil. "Gue siapa? Elo siapa?" Tanya Arsen mengulang kalimat Prissil tadi.
Dia mendekatkan wajahnya kepada Prissil. Menatap dalam mata perempuan didepan nya, "Gua gak suka ya lo ngomong kaya gitu," ujarnya lembut, tapi terdengar sangat seram.
Setelah itu, Arsen bangun dari duduknya. Dia mengembalikan kursi yang dia duduki tadi dengan kasar dan menimbulkan suara yang tidak enak didengar.
Prissil menatap ngeri Arsen saat ini. Dia jadi takut melihat Arsen yang bersikap seperti tadi.
****
"Dia siapa berani-beraninya panggil gue kaya gitu?"
"Berani banget tuh cewek!"
"Sialan, padahal dia yang salah,"
Icca yang berada disamping Arsen refleks menoyor kepala Arsen kencang mendengar umpatan nya.
Sebenarnya Icca dan teman-teman hanya diam saja mendengar umpatan-umpatan yang tidak tahu dituju untuk siapa.
Agak segan juga mereka ingin bertanya karena wajah galak yang sudah Arsen tunjukan sedari tadi.
"Lo kenapa si?" Tanya Adnan yang baru saja datang. Dia duduk dikursi depan Icca dan menatap teman-temannya dengan wajah bingung karena tidak ada ekspresi apapun yang mereka tunjukkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Harapan
Teen FictionAku yang berjuang, aku juga yang terbuang. Saat harapan yang memang tak pantas untuk di ingatkan. Saat harapan yang hanya menjadi debu dimasa abu-abu. Saat harapan yang memang menyakitkan jika terus diperjuangkan. Dan sekarang, rasaku punah karena k...