Acara labrak-labrakan antara Icca dan Rere harus terpaksa terhenti ketika bel masuk berbunyi dan kabar bahwa guru akan segera datang kekantin. Icca langsung berlari menjauh tepat ketika bel itu berbunyi. Bukan takut mendapat hukuman, hanya saja Icca ingin menangis sekencang-kencangnya dan tidak ingin terus-menerus mendapat pertanyaan-pertanyaan yang akan dia dengar nantinya.
Dia pergi ke roftoof sekolah. Dia bolos di jam pelajaran terakhir. Satu jam lebih Icca menangis kencang tanpa memperdulikan jika ada yang tahu kehadirannya.
"Jangan bunuh diri!" Cegah lelaki dari arah pintu masuk. Sebenarnya itu hanya kalimat pertanda jika ada orang selain Icca disana.
Icca menengok. Menatap tajam Randi yang kini berjalan mendekat kearahnya.
"Kenapa cewek kalau habis nangis pasti jelekkkkkkk banget?" Tanya Randi malah meledek.
Dia duduk tanpa alas disamping Icca yang masih berdiri. Menarik tangan Icca agar ikut duduk disebelahnya, Randi kembali berujar, "Lo gak capek apa nangis? Mata lo sampe ilang ketutupan belendungan bawah mata, tuh. Lo gak takut pingsan?"
Icca yang sudah duduk disamping Randi malah menyandarkan kepalanya dibahu Randi tanpa permisi.
Randi terkejut dengan tingkahnya. "Modus lo boleh juga," ujar Randi dengan kekehannya.
Beberapa menit kemudian Icca masih belum kembali menormalkan posisinya padahal bahu Randi sudah sedikit keram. Beban dibahu Randi malah semakin berat saat Icca masih belum menjauhkan kepalanya.
"Heh! Pegel ini!" Kesal Randi. Dia sedikit menengok kesamping dan malah mendapati Icca yang sudah menutup matanya.
"Lo tidur atau?" Randi panik. Dia menjauhkan bahunya dan membiarkan Icca bersandar di dada nya supaya Randi bisa melihat jelas kondisi wajah Icca saat ini.
"Lo pingsan? Sialan!"
****
"Dari kapan dia disini?"
"Sejam yang lalu kayaknya deh, kak."
"Duluan kamu atau dia?"
"Duluan gue. Temen gua cuma numpang istirahat tidur. Kak Icca pingsan."
Yoga sedikit terkejut mendengar jawaban itu. "Siapa yang bawa dia kesini?"
"Cowok. Tapi gue gak tau namanya, kak." Jawab satu perempuan yang sekarang tengah membantu temannya yang berbaring untuk duduk.
"Teman sekelas aku kak. Namanya Randi. Dia murid baru jadi mukanya agak asing." Jawab Arina dengan wajah pucatnya.
"Ca!" Panggil Naufal yang baru saja datang. Diikuti Adnan dibelakangnya. "Dia tidur?"
"Pingsan." Jawab Yoga pelan. Berusaha memancing kedua temannya itu untuk ikut berbicara pelan karena mereka sedang berada di UKS.
Walaupun memang sudah jam pulang, tapi masih banyak yang lebih memilih beristirahat sekedar mengembalikan staminanya untuk bisa pulang dengan selamat.
Seperti Arina yang tadi sempat tidak enak badan. Ditemani Beby disampingnya tentu saja.
"Gue duluan ya, kak!" Pamit Beby saat Arina sudah meminta untuk pulang. Dia sedikit merangkul bahu Arina agar bisa membantunya berjalan normal.
Yoga tersenyum. "Makasih ya!"
Arina dan Beby tersenyum bersamaan mendengar itu. Lalu dengan beberapa langkahnya, kedua wanita itu pergi meninggalkan ruang UKS menyisahkan Yoga dan teman-teman nya saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Harapan
Teen FictionAku yang berjuang, aku juga yang terbuang. Saat harapan yang memang tak pantas untuk di ingatkan. Saat harapan yang hanya menjadi debu dimasa abu-abu. Saat harapan yang memang menyakitkan jika terus diperjuangkan. Dan sekarang, rasaku punah karena k...