"Dari mana?"
"Dari mana apanya? Gua aja baru dateng,"
"Trus....sekarang mau kemana?"
"Penting banget lo nanya kayak gitu?"
Rere tersenyum kecut lalu menghela napasnya perlahan. Sudah dipastikan jika Rere mencampuri urusan Arsen sampai segininya, itu akan membuat Arsen risih.
"Kantin yuk." Ajak Rere sambil menarik-narik tangan Arsen manja. "Kamu belom makan 'kan?" tanyanya.
"Lo aja. Gue gak laper." jawab Arsen ketus.
Entah kenapa, sejak kejadian kemarin Arsen malah bersikap ketus dan sedikit menjaga jarak dengan Rere.
Sebelumnya, walau hubungan mereka berdua bisa terbilang mantan, Arsen tidak akan pernah menjauhi. Tapi ulah Rere benar-benar membuatnya muak.
Dia masih tidak percaya arah jalan pikiran Rere.
Dia juga masih tidak percaya alasan pasti yang Rere berikan kemarin walaupun terlihat dari wajahnya Rere barucap serius.
Rere memajukan bibirnya seolah merajuk. Tangan Arsen masih ada digenggamannya.
Dan dengan paksa dan tanpa diduga, Rere menarik tangan Arsen untuk mengikutinya kekantin. Padahal Arsen sudah menolaknya.
"Duduk! Gue mau pesan makanan dulu," ujar Rere dan pergi begitu saja dari hadapan Arsen.
Arsen dipaksa duduk disalah satu kursi di kantin. Dan dipaksa mengikuti kemauan Rere. Sebenarnya bisa saja Arsen langsung pergi sekarang. Toh, Rere juga sedang memesan makanan.
Tapi saat melihat perempuan dari arah pintu masuk membuat Arsen mengulum senyumnya.
Dan benar saja dugaan Arsen. Perempuan itu menghampirinya.
"Ada apa?" tanya Arsen.
Perempuan itu memberikan jaket milik Arsen yang memang sengaja tadi dia bawa. "Punya kakak,"
"Thanks ya." tangan Arsen terulur menerima jaketnya.
Prissil mengangguk. Niatnya hanya ingin mengembalikan barang milik Arsen. Tapi langkahnya malah ditahan dengan suara Arsen yang menyuruhnya duduk.
Prissil menatap Arsen bingung. Tapi tetap menurut. Dia duduk tepat didepan Arsen. "Kak Arsen ngapain disini sendirian?"
"Elo yang ngapain kesini?" Tanya balik Rere ketus.
Kedatangan Rere yang tiba-tiba membuat Prissil makin bingung. Apalagi Rere sudah duduk disamping Arsen sekarang.
"Gua yang ngajak. Kenapa?"
"Tapi kan aku cuma ngajak kamu buat sarapan berdua disini. Nggak sama dia," tunjuk Rere kearah Prissil dengan wajah menantang.
"Lo aja bisa 'kan maksa gua? Kenapa gua gak bisa maksa dia? Prissil pacar gua kalo lo lupa."
Kalimat itu berhasil membuat Rere bungkam. Terlihat jelas masih banyak kalimat bantahan yang ingin Rere keluarkan dari mulutnya. Tapi entah kenapa, kalimat itu seolah tertahan.
Arsen bangun dari duduknya. Berpindah tempat menjadi duduk disamping Prissil, tepat didepan Rere.
Arsen memperhatikan pakaian Prissil dari atas sampai bawah sekarang membuat Prissil menatapya bingung.
"Lo abis ini jam olahraga?" tanya Arsen membuat Prissil spontan mengangguk.
Arsen langsung meraih pergelangan tangan Prissil membuat jantung Prissil berpacu lebih cepat. Arsen mengambil kunciran rambut yang ada dipergelangan tangan Prissil. Setelah itu, tanpa diduga Arsen malah menguncir rambut Prissil. Walaupun acak-acakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Harapan
Teen FictionAku yang berjuang, aku juga yang terbuang. Saat harapan yang memang tak pantas untuk di ingatkan. Saat harapan yang hanya menjadi debu dimasa abu-abu. Saat harapan yang memang menyakitkan jika terus diperjuangkan. Dan sekarang, rasaku punah karena k...