"Hallo, ada apa Nian?"
"Hallo Ayah, bisa pulang dulu ke rumah nggak?"
"Ada apa?"
"Kita makan siang bareng yuk, Yah. Nian masak banyak, nih."
"Tumben, dalam rangka apa?"
"Nanti Nian jelasin, tapi Ayah pulang dulu, bisa?"
"Yaudah, bentar lagi ayah ke sana. Kebetulan ayah lagi istirahat."
"Yaudah, kita tunggu."
Aku mematikan sambungan telepon dan kembali memasukan ponselku pada saku celanaku.
"Gimana?" tanya Iyan.
"Ayah bentar lagi ke sini," jawabku jutek. Menurutku dia ikut campur terlalu jauh dalam keluarga ini. Aku masih berharap penghasilan ayah mencukupi dan ibu tak marah-marah lagi pada ayah.
"Alhamdulillah. Euh ... kita makannya nunggu ayah dulu, nggak papa?" tanya Iyan pada ibu so' baik.
"Iya, nggak papa," jawab ibu so' manis.
Iyan menunggu sambil berbincang bersama Neola. Ia terus menanyakan banyak pada Neola, dan Neola menjawabnya dengan cerita panjang lebar.
"Assalamualaikum." Ayah datang. Aku langsung menyambut hangat kedatangan ayah dan menyuruhnya duduk di dekatku.
"Eh, ini siapa?" tanya ayah menunjuk Iyan dengan matanya.
"Saya Rayhana," jawab Iyan sambil mencium tangan ayah.
"Pacar Nian," imbuh ibu. Walaupun kesal tapi aku tak bisa berbuat apa-apa. Maaf ayah, ayah juga jadi terjun ke kebohongan kami. Lagipula Iyan apa-apaan, kenapa harus berpura-pura jadi pacarku?
"Oh, ganteng juga ya Bu," jawab ayah sambil tersenyum sumbringah. Ia mengusap kepala Iyan.
"Ah Ayah bisa aja. Yaudah, kita makan sekarang," ajak Iyan.
Kami memulai acara makan siang bersama dadakan itu. Sungguh pemandangan yang sangat baru bagiku, saat ayah dan ibu makan di satu meja bersama. Entah kapan terakhir kita semua makan bersama, bahkan pada bulan puasa sekalipun ayah tak pernah buka puasa bersama. Sahur juga ibu selalu mulai sendiri lebih awal lalu kembali tidur.
Tapi sekarang, kami semua dipersatukan dalam satu meja. Setelah beberapa pertengkaran akhir-akhir ini, aku senang karena mereka bisa kembali bersama. Walaupun tak dapat kupungkiri semua ini terjadi karena Iyan.
Iya Iyan. Pria yang paling kubenci ini mampu memperbaiki keping-keping kehidupanku yang sempat dihancurkan oleh Bara, orang yang paling kucintai.
Ternyata benar. Tak boleh terlalu benci dan terlalu cinta pada seseorang. Semuanya harus pada porsi yang sesuai.
"Selamat makan," ucapku lalu hendak menyuap. Namun tiba-tiba terdengar suara tangisan Dio dari arah kamar.
"Biar Nian aja," ucapku cepat saat kulihat ibu hendak bangkit. Aku tak ingin kebersamaan ibu dan ayah hancur karena ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Yang Tersesat [Completed]
Teen FictionTentang kita yang sama-sama tersesat di hubungan yang salah. Tapi ... Bukankah di dalam cinta tak ada yang benar dan salah? *** "Kenapa lo ngejadiin kecantikan sebagai tolak ukur? Percuma good looking juga kalo bad ahlak." "Tapi dia itu akhlaknya ju...