22. Hiburan ala Iyan

46 10 0
                                    

Kehidupan terus berjalan, banyak orang-orang yang datang dan pergi seiring berjalannya waktu. Kadang kita harus rela melepas kepergian orang yang teramat berarti dalam hidup kita, kadang kita juga harus siap menerima kedatangan orang baru yang entah akan seperti apa pengaruhnya pada kehidupan kita.

Kadang kita bertemu orang baik dan bisa juga bertemu orang jahat. Walaupun pada dasarnya semua orang memiliki sisi baik dan buruknya masing-masing. Yap, tak ada orang baik yang benar-benar baik, sebaik apapun dia pasti menyimpan sisi buruk dalam dirinya walaupun setitik. Manusia tak sempurna.

Tapi ayolah, aku dipertemukan lagi dengan pembohong? Itu tidak lucu!

Walaupun hanya permasalahan kecil tentang merokok, tapi tetap saja dia membohongiku. Menurutku, lebih baik dia bilang dari awal bahwa dia perokok, tak perlu jadi penjilat dengan mengatakan punya penyakit atau apalah.

Mungkin memang semua pria sama saja, pembohong. Dan apa yang dilakukan Iyan cukup membuatku kecewa. Entahlah, semenjak aku tahu hubungan Bara dan Aqila, aku jadi mudah kecewa dengan hal-hal kecil.

"Puja," sapa Iyan. Ia memberhentikan motornya di depanku. Saat ini aku berdiri di depan gerbang sekolah, hendak pulang.

Aku tak menoleh sedikitpun. Aku berlalu begitu saja melewati Iyan. Namun motornya kembali melaju dan lagi-lagi berhenti di depanku.

"Minggir!" sinisku.

"Lo kenapa?" tanya Iyan sambil tergelak. Sumpah demi apapun aku sedang sangat marah padanya dan ... dia tertawa? Aneh bukan?

"Nggak papa. Minggir!" ketusku.

"Galau lagi? Ikut gue yuk, gue tahu tempat bagus biar lo nggak galau," ajak Iyan. Ia bertingkah seolah tak pernah terjadi apa-apa. Seolah ia tak pernah membohongiku perihal rokok itu.

"Nggak mau," jawabku masih ketus.

"Lo kenapa? Marah sama gue? Gue salah apa?" tanya Iyan yang mulai sadar dengan kemarahanku.

"Pikir aja sendiri!" Aku kembali berlalu dan mengambil jalan lain karena motor Iyan menghalangi jalanku. Lagi, Iyan menghampiriku dengan motor merahnya itu.

"Puja gue minta maaf."

"Buat?"

"Karena gue bego. Gue tahu lo marah, tapi gue nggak tahu salah gue di mana."

"Lo nggak nyadar? Lo udah bohongin gue!"

"Lo tahu dari mana kalo gue bohong?"

"Tuh kan emang bohong." Aku merengek kesal, ternyata Iyan memang bohong.

"Iya, maaf. Soal yang tercantik itu, ya. Sebenarnya lo yang paling cantik di mata gue. Bahkan lebih dari ibu gue..."

Deg.

Kenapa aku jadi tersanjung? Bukankah aku sedang marah? Fokus Nian, nanti saja saltingnya. Ingat, kamu sedang marah!

"Ya ... karena lo masih muda, nggak tahu kalo udah setua ibu gue," lanjut Iyan diakhiri dengan gelak tawa. Shit! Untuk kesekian kalinya dia mempermainkanku!

"Iyan! Tau ah!" Aku kembali merajuk dan hendak pergi namun Iyan memegangi tasku membuatku tak bisa pergi jauh.

Kenapa harus tas? Kenapa nggak tangan? Ah, Iyan nggak seru!

"Mau ke mana?" tanya Iyan tanpa melepaskan pegangannya dari tasku.

"Pergi."

"Mau perginya lebih cepet? Naik motor gue sini!"

Kita Yang Tersesat [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang