Deru motor saling bersautan di sekelilingku. Suara beberapa orang mengobrol juga mewarnai kebisingan di parkiran sekolah. Udara yang terkontaminasi oleh asap kendaraan telah banyak kuhirup.
Aku celingukan mencari Aulia. Rencananya kali ini kami akan mengerjakan tugas bersama di rumah Aulia.
"Ngapain di sini?" tanya Iyan yang memang sudah ada di sana sebelum aku datang. Ia duduk di atas motornya yang letaknya tak jauh dari tempat aku berdiri.
Iyan memakai masker tomo lifemask. Setiap berkendara ia selalu menggunakan masker, apa mungkin ia memang memiliki penyakit paru-paru? Entahlah, aku ragu.
"Jawabnya pake mulut jangan dalam hati," tegur Iyan karena aku hanya diam.
Aku langsung tersadar dari lamunanku tentang Iyan. Aku menyauti ucapannya. Kami pun berbincang untuk beberapa saat sambil menunggu Aulia yang tengah ada keperluan di ruang guru.
"Lo beneran sakit paru-paru?" tanyaku pada akhirnya.
"Iya."
"Kok bisa? Lo dulu perokok berat ya?"
"Bukan. Ini turunan, jadi susah sembuhnya. Terus pas gue masih kecil dulu, gue jadi perokok pasif gara-gara ayah," ungkapnya.
"Oh."
"Lo bakalan lama nggak di rumah Aulia?" tanya Iyan tak membiarkan perbincangan kami terputus. Aku sempat bercerita tentang rencanaku untuk mengerjakan tugas bersama Aulia.
"Nggak tahu."
"Pulangnya dianterin sama Aulia."
"Nggak tahu."
"Mau gue jemput pas pulang?"
"Nggak tahu," jawabku karena aku tak tahu harus jawab apa selain itu.
"Terus apa yang lo tahu?" kesal Iyan.
"Bara pacarnya Aqila," lirihku kembali galau.
"Bara lagi. Tau ah, males ngomong sama orang galau kayak lo." Iyan beranjak dan menunggagi motornya lalu memakai helmnya, "Gue duluan. Kalau belajarnya udah telepon gue aja, nanti dijemput."
Iyan pergi keluar dari gerbang sekolah. Kupandangi terus punggungnya yang terus menjauh dan hilang di persimpangan jalan.
Kenapa dia pergi? Padahal aku masih ingin bercerita panjang lebar padanya.
***
Di jalanan gang yang sepi, aku berjalan seorang diri. Langkah demi langkah kutempuh dengan santai, sesekali angin juga datang meniupkan kesejukan sesaat. Setelah lumayan lama berjalan, akhirnya aku sampai di jalan raya.
Aku kembali berjalan di trotoar menuju halte yang letaknya sekitar tujuh meter dari mulut gang tersebut. Beberapa kendaraan berlalu, angin pun bertiup seiring berlalunya kendaraan tersebut di depanku. Keadaan cukup ramai, namun tak terlalu bising.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Yang Tersesat [Completed]
Teen FictionTentang kita yang sama-sama tersesat di hubungan yang salah. Tapi ... Bukankah di dalam cinta tak ada yang benar dan salah? *** "Kenapa lo ngejadiin kecantikan sebagai tolak ukur? Percuma good looking juga kalo bad ahlak." "Tapi dia itu akhlaknya ju...