Pak Dion datang menghampiri kami dan memberi instruksi untuk membawa piring dan sendok kami dan mengambil makanan di sebuah prasmanan yang di sediakan pihak sekola. Letaknya di samping posko PMR.
Aku dan yang lain langsung pergi ke tenda untuk mengambil piring panci dan sendok. Aku kelabakan mencari piringku, namun aku ingat bahwa aku menyimpan piringku di bagian paling bawah dalam ranselku. Alhasil mau tak mau aku harus mengeluarkan dahulu semua barang yang ada di dalam tasku dan itu sangat membuang-buang waktu.
"Ayo Nian," ajak Syeira. Temen-teman yang lain sudah keluar dari tenda dan siap mengambil makan. Hanya tersisa aku dan Syeira saja di dalam tenda.
"Bentar," jawabku cemas. Pasalnya piring dan sendokku masih belum kutemukan.
"Nian, Syeira ayooo!" seru Disa dari luar tenda.
"Kalian mending duluan aja gih, nanti gue nyusul," saranku. Aku benar-benar tak suka membuat orang menunggu.
"Beneran nggak papa?" tanya Syeira.
"Nggak papa," jawabku tanpa menoleh, aku masih panik mencari piringku di dalam ransel.
"Oke." Syeira pun keluar dari tenda dan pergi lebih dulu bersama yang lain.
Akhirnya setelah 90% barang di dalam ranselku keluar, piring dan sendoku ketemu. Dan sekarang aku hanya bisa menghembuskan napas kasar melihat barang-barangku berserakan di dalam tenda.
Aku tak bisa membiarkan semua barangku berantakan seperti itu. Akhirnya dengan secepat yang aku bisa, aku memasuk-masukan semua barang-barangku dengan tergesa-gesa. Namun ranselku malah langsung penuh padahal belum semua barangku masuk ke dalam sana.
Aku kembali menghela napas, kali ini berusaha lebih tenang. Aku mengeluarkan semua barangku dari ransel lalu melipat kerudung, baju dan yang lainnya dengan rapi. Setelah itu aku kembali memasukan barang-barangku. Untung saja kali ini semuanya masuk.
Karena telah selesai, aku langsung mengambil piring dan sendokku lalu bergegas keluar dari tenda. Namun tiba-tiba langkahku terhenti saat keluar dari tenda.
Aku menoleh ke arah pohon di dekat tenda. Iyan masih diam sambil duduk. Aneh sekali, biasanya dalam hal makanan dia yang heboh.
Akhirnya entah dorongan darimana, aku pun menghampiri Iyan. Tujuannya tak lain adalah mengajaknya makan.
"Yan, ayo kita makan," ajakku berusaha ramah.
"Lo duluan aja," jawabnya dingin.
"Lo kenapa sih? Dari tadi kok sikap lo aneh banget ke gue? Gue ada salah apa sih sama lo?" tanyaku. Mataku terus saja memperhatikan gerak-gerik Iyan. Ia tak menoleh sedikitpun ke arahku dan sibuk memainkan rumput.
Iyan diam tak menjawab dan itu semakin membuatku merasa bersalah. Dan yang lebih menyebalkannya lagi aku tak tahu salahku apa.
"Yaudah, kalo gue ada salah sama lo gue minta maaf. Gue duluan. Jangan nyalahin gue kalo nanti perut lo keroncongan gara-gara nggak makan," tuturku. Aku masih belum beranjak, mataku juga belum berpaling darinya. Namun Iyan masih tak menjawab dan hal itu semakin membuatku kesal. Akhirnya tanpa peduli akupun beranjak pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Yang Tersesat [Completed]
Teen FictionTentang kita yang sama-sama tersesat di hubungan yang salah. Tapi ... Bukankah di dalam cinta tak ada yang benar dan salah? *** "Kenapa lo ngejadiin kecantikan sebagai tolak ukur? Percuma good looking juga kalo bad ahlak." "Tapi dia itu akhlaknya ju...