Ucapan Iyan tadi terasa seperti tamparan keras untukku. Harusnya aku sadar, untuk apa juga Iyan kegeeran. Aku masih terdiam bersama beberapa ucapan Iyan yang terus terngiang-ngiang di telingaku.
Gue nggak suka sama lo!
Kenapa rasanya begitu menyakitkan? Sepertinya aku sempat tak sengaja berharap. Harusnya itu tidak terjadi!
Aku berjalan hampa menghampiri kelompokku yang tengah duduk mengelilingi api unggun kecil.
Namun suasana langsung terasa dingin begitu aku duduk di antara mereka. Tak ada seorangpun yang berbicara padakku, beberapa orang bahkan menatapku dengan pandangan tidak suka termasuk Syeira. Sisanya menganggap bahwa aku tak ada diantara mereka.
"Semuanya, gue minta maaf ya. Gue tahu gue salah, gue nyesel. Maaf ya, gue nggak bakal ngulanginnya lagi," ucapku memelas, aku benar-benar menyesal.
"Tapi itu nggak lucu loh, kita semua cemas!" bentak Disa.
"Iya gue tahu, gue minta maaf," jawabku dengan kepala menunduk.
"Udahlah, semuanya udah terjadi juga kan? Yang penting lo udah nyesel dan udah minta maaf juga." Ucapan Bani tersebut mampu meluruhkan dinding es yang timbul antara aku dan anggota kelompokku yang lain.
Perlahan sikap mereka kembali normal. Kecuali Syeira dan Iyan, keduanya masih bersikap dingin padaku.
Tiba-tiba, Pak Dion datang membawa tiga orang penjaga sekolah. Katanya mereka yang akan menjaga malam kami agar lebih aman. Pak Dion juga berkata, bahwa kita bisa menghabiskan malam ini dengan kegiatan apapun yang kita inginkan. Untungnya Satria membawa gitar, jadi kita menghabiskan malam ini bersama dengan bernyanyi-nyanyi ria.
Harusnya terasa sangat menyenangkan, tapi merasakan sikap Iyan dan Syeira yang masih berbeda rasanya membuat keseruan malam ini tidak sempurna.
Sesekali aku menatap Iyan dan sengaja tak memalingkan pandanganku saat ia menoleh. Lewat sorot mataku aku mengisyaratkan penyesalan, aku ingin dia memaafkanku. Namun wajahnya menatapku datar sejenak lalu memalingkah wajahnya dan tak menoleh padaku lagi.
***
Suara tiga orang yang saling berbisik berhasil membangunkanku. Ternyata itu adalah Sindi, Syeira dan Alma. Aku mengerjapkan mataku beberapa kali, menguap dan bangkit duduk.
"Eh, Nian. Maaf ya jadi keganggu," ujar Sindi.
"Nggak papa," jawabku. Aku kemudian meregangkan otot-ototku.
"Nian, kita duluan, ya. Mau solat subuh," pamit Alma.
"Iya," jawabku sambil mengangguk. Mereka bertiga pun keluar dari tenda, menyisakan aku, Disa dan Melati. Disa dan Melati masih tertidur.
Aku menggosok kedua mataku lalu kembali meregangkan otot-ototku. Aku memutuskan untuk keluar dari tenda dan berjalan menuju sebuah pohon yang tumbang, aku duduk di atasnya sembari menikamati indahnya sunrise diantara beberapa pepohonan hijau. Indah sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Yang Tersesat [Completed]
Teen FictionTentang kita yang sama-sama tersesat di hubungan yang salah. Tapi ... Bukankah di dalam cinta tak ada yang benar dan salah? *** "Kenapa lo ngejadiin kecantikan sebagai tolak ukur? Percuma good looking juga kalo bad ahlak." "Tapi dia itu akhlaknya ju...