Aku sampai di sekolah, tubuhku terasa begitu lemas dan lunglai. Aku memutuskan untuk pergi ke UKS untuk tidur, namun dalam perjalanan menuju UKS, aku bertemu dengan Iyan.
"Puja, lo ke mana aja?" tanya Iyan dengan nada menegur.
Aku meliriknya sekilas lalu pergi melewatinya begitu saja tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Aku benar-benar kecewa padanya.
"Pujaaa!" Iyan terus membuntutiku. Namun aku tak peduli.
"Puja!" Iyan berdiri di depanku lalu memegang kedua lengan atasku. Mau tak mau aku harus menghentikan langkahku.
"Apa?" tanyaku lemas. Sebenarnya aku ingin sekali memaki-makinya namun apa daya tenagaku sudah habis.
"Lo sakit? Wajah lo pucet banget."
"Nggak usah so peduli," ucapku dengan tubuh lunglai. Aku melepaskan tangan Iyan dari lengan atasku dengan lemas.
"Oke kalo lo nggak mau diganggu. Tapi kalo ada apa-apa kasih tahu gue ya," tutur Iyan seakan paham apa mauku. Syukurlah, aku tak perlu cape-cape menjelaskan kemauanku.
Aku kembali berjalan dan memasuki UKS. Aku izin pada anggota PMR yang tengah berjaga lalu tidur di salah satu brankar yang ada di UKS.
Aku mulai menutup mataku, namun lagi-lagi Iyan mengambil alih pikiranku dan membuatku tak bisa tidur.
Tega kamu Iyan.
Kamu terlihat begitu khawatir seakan aku adalah seseorang yang penting dalam hidupmu, tapi nyatanya kamu sudah milik orang lain.
Apa sebenarnya yang kamu mau?
Apa tujuanmu?
Apa alasanmu?
Apa sama seperti Bara, menetap karena kasihan?
Jika Bara menemaniku sebab tak tega karena selalu ada masalah keluarga, apa Iyan menemaniku sebab kasihan karena tersakiti oleh Bara?
Jika memang benar, aku lebih baik sendiri dari pada hanya ditemani karena kasihan.
***
Suara gemuruh petir sesekali terdengar dari langit yang mulai dipenuhi awan kelabu. Siapapun pasti tahu bahwa sebentar lagi akan hujan. Aku mempercepat langkah kakiku, aku harus sampai di angkot sebelum hujan turun. Namun tiba-tiba motor Iyan berhenti di depanku.
Aku tertegun. Kenyataan bahwa Iyan memiliki pacar masih mengganjal di hatiku. Iyan turun dari motornya lalu memberikan sebuah helm padaku.
Aku masih diam. Tak bicara, tak juga mengambil helm itu dari Iyan. Iyan berdecak malas lalu memakaikan helm itu pada kepalaku.
Seketika sesak mendera. Kenapa setiap pria yang baik padaku harus memiliki kekasih? Jika aku tak tahu, apa Iyan akan terus bersikap sebaik ini padaku?
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Yang Tersesat [Completed]
Teen FictionTentang kita yang sama-sama tersesat di hubungan yang salah. Tapi ... Bukankah di dalam cinta tak ada yang benar dan salah? *** "Kenapa lo ngejadiin kecantikan sebagai tolak ukur? Percuma good looking juga kalo bad ahlak." "Tapi dia itu akhlaknya ju...