33. Move On!

41 8 0
                                    

Aku dan Aulia keluar dari toilet dengan menggunakan pakaian olahraga. Sepanjang jalan, Aulia terus saja menceritakan tentang kekasihnya yang semakin hari semakin hangat saja. Aku diam, pura-pura mendengarkan meski nyatanya aku sibuk dengan pikiranku sendiri.

"Lo dengerin gue nggak sih?" tanya Aulia yang langsung berdiri di hadapanku dan nyaris kutabrak.

"Aduh, ma ... maaf."

"Nian, lo kenapa? Belakangan ini lo aneh tahu. Lo ada masalah? Cerita aja kali sama gue," ujar Aulia. Telapak tangan kanannya menyentuh bahu kiriku. Aku melirik tangan Aulia lalu beralih menatapnya. Apa aku cerita aja? Nggak ada salahnya juga aku bercerita, toh saat ini Aulia tampak bahagia.

"Tapi ceritanya panjang," jawabku.

"Nggak papa, gue dengerin," timpal Aulia.

"Yaudah, kita simpen seragam ini dulu ke loker, terus ngobrolnya di pinggir lapang," saranku.

"Oke."

Aku dan Aulia pergi ke loker untuk menyimpan seragam kami. Aku memasukan seragamku ke dalam loker lalu kembali menguncinya. Saat aku menoleh ke arah Aulia, dari arah berlawanan kulihat Iyan melangkah ke arahku. Aku langsung memalingkan wajahku.

Iyan pun berlalu, sebuah hambusan angin sesaat menimpahku. Aku melihat punggungnya yang semakin menjauh.

"Hei. Bengong lagi!" ujar Aulia.

Aku hanya bisa tersenyum kecil.

"Katanya mau nyerita."

"Iya."

Aku mulai bercerita pada Aulia sembari berjalan menuju lapangan. Aku ceritakan dari mulai aku tahu bahwa Bara pacar Aqila, lalu aku kecewa pada Iyan. Aku sering curhat pada Iyan, lalu pertengkaran kami di halte yang berujung dengan Iyan memposting foto pacaranya. Lalu aku ada masalah keluarga dan saat itu aku dan Iyan lebih dekat bahkan aku sampai menaruh hati padanya. Dan kuakhiri cerita dengan menceritakan beberapa perkataan Bani waktu itu tentang Iyan.

"Gitu ceritanya," ucapku. Aku dan Aulia tengah menyaksikan pertandingan basket di dekat lapang. Saat ini freeclass karena guru olahraga kami ada keperluan mendadak.

"Yaampun cerita sepenting ini dan lo baru nyerita sekarang ke gue!" teriak Aulia marah. Aku langsung membekam mulut Aulia karena beberapa orang langsung menoleh pada kami. Aku hanya tersenyum kikuk.

"Bisa pelan nggak marahnya?!" bisikku pada Aulia dengan penuh penekanan.

Aulia melepaskan tanganku dari mulutnya.

"Iya," desis Aulia. "Tapi, ya. Maaf nih, kalo menurut gue kayaknya elo deh yang salah."

"Iya, gue tahu. Harusnya setelah gue tahu Iyan punya pacar gue nggak deket lagi sama dia," jawabku dengan lesu.

"Bukan itu!"

"Jadi itu nggak salah?" tanyaku berharap Aulia akan membelaku dan berada di pihakku.

"Salah juga sih. Tapi maksudnya lo salah dari awal."

"Iya sih, harusnya gue nggak kenal sama Iyan."

"Bukan itu!" geram Aulia.

"Terus apa?"

"Harusnya lo nggak jadiin Iyan pelacur!"

"Pelacur?!" Aku kaget hingga tak sadar suaraku meninggi. Beberapa orang kembali menoleh ke arah kami. Aku sontak diam, lalu bertingkah seolah tengah bercanda. Aku tertawa kecil walau tak ada yang lucu. Mereka kembali menyaksikan pertandingan basket.

Kita Yang Tersesat [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang