Sedikit Gambaran tentang Dia

3.3K 218 24
                                    

Hey, aku seneng tahu udah mulai banyak yang komen dan like di cerita ini. Pastiin untuk komen ke isi ceritanya atau ke typo ya. Jangan merintah merintah buat LANJOOTT, soalnya aku gak digaji sama kamu buat nulis cerita ini :(( kamu bukan bos aku. Huhu. Yang bikin aku semangat buat nulis lagi hari ini justru karena komen komen kemarin yang mulai lebih banyak ke isi ceritanya. Makin banyak komen sejenis, pasti aku bakal lanjutin kok karena seneng. Rasa seneng itu jadi energi besar buat aku lanjutin cerita ini. Komentar nyuruh nyuruh kayak lanjut doang, bikin aku jadi sebaliknya; gak mau lanjutin cerita ini. So ... please ... appreciate, okay?!

Well, selamat membaca ...

=== 

Setelah Bhalendra dan Abbiyya menyelesaikan kesepakatan mereka (dari tadi aku cuma diem aja nontonin mereka lenong), Abbiyya sekali lagi menyebut namaku sebelum menutup pertemuan.

"Dinan ..."

"Eh, ya? Kenapa Mas?"

"Nanti saya hubungi kamu ya."

Aku tetiba teringat dengan uang yang cukup banyak, yang diberikannya pas kali pertama.

"Oh iya, Mas. Sekalian aku juga mau ngembaliin sesuatu."

"Apaan tuh?" Abbiyya memasang muka bingung. Ah ya jelas, dia gak bakalan merasa kalau yang ketinggalan itu duitnya.

Aku menatap mata Bhalendra, ngerasa gak enak kalau dibilang di sini kalau 'barang' yang ketinggalan itu uang. Jadi aku milih mengatakan, "nanti juga Mas tahu. Aku bakal bawain pas nanti eung ... mungkin kita ketemu lagi?"

Aku menekankan kata 'mungkin' mengingat pertemuan pertama saja sudah mengundang banyak misteri. Dulu aku sebut dia Mr.C aja. Sekarang tetiba ketemu (tanpa ada rencana sama sekali), dan aku kini sudah mulai tahu namanya Abbiyya dan pekerjaannya kurang lebih seperti apa. Pantas aja sih kalau orang ini banyak uangnya.

"Okay, we will." Dia menatap mataku sebentar sebelum dia kembali menatap Bhalendra. Kemudian Abbiyya berdiri, yang diikuti Bhalendra terus aku yang terakhir. Telat tanggap atas situasi yang sedang terjadi. "Oke, Mas Rendra? Or Lendra? How should I call you?"

"Panggil aja Sayang Mas ..."

Tuh kan, aku bilang apa! Lenong mereka tuh dari tadi.

"Haha. Lucu juga kamu ya ... ya udah, eung ... sayang ... terima kasih atas kesepakatannya hari ini. Saya senang bisa ngobrolin tentang ini sama kamu. Everything is nice. Well ... saya pamit dulu kalau gitu."

Dia mengucapkan kata 'sayang' yang ditekankan dan terasa canggung terdengar saat mengatakannya. Aku sendiri ketawa sih dalam hati menyaksikan semua kejenakaan ini. Mereka bakal lucu juga kalau bisa 'bersama'. Eh, kok aku mendadak jadi fudanshi seperti ini ya?

"Haha. Maafkan saya, Mas Abbi. Saya memang suka becanda. Panggil saya Lendra aja ya Mas. Gak pake R. Biar kayak orang orang cadel gitu."

"Baiklah!" Abbiyya tersenyum lebar dan setelah itu menoleh kembali ke arahku. "Pastikan nomor kamu aktif ya. Saya akan segera hubungi kamu."

Aku hanya tersenyum dan mengangguk kecil. Setelah itu dia benar benar berjalan pergi meninggalkan aku sama Bhalendra. 

"Gila! Kamu udah kenal duluan sama Mas Abbi? Kenal dimana? Wah ... mulus nih jalan kamu setelah ini."

"Hah? Emang hubungannya apa Mas sama jalan yang mulus?"

"Bukan jalan di jalan maksudnya, Nan. Tapi jalan hidup kamu. Jadi begini Nan, dia itu di usianya yang sekarang udah milikin banyak bisnis. Sekarang sih dia milih fokus ke agency dan sponsorin suatu produk tertentu buat nge-branding produk produknya yang lain juga. Nah ... kenapa dia sendiri yang datang ke sini, karena konon katanya ... dia selalu ingin memilih talent talent untuk agency-nya secara langsung oleh dirinya sendiri. Ingin melihat kesan pertama, apakah cocok bekerja dengan dia atau tidak. 

Tubuhku Hanyut dalam Rengkuhannya (BxB) (Badboy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang