Heh, sobat. Vote dulu dong sebelum baca.
Spam komen juga ya .. hihi##
"Mas ... aku boleh nanya gak?'
Aku bertanya sambil lalu, meminum milkshake strawberry yang dibelikan Abbiyya untukku. Walau bagaimanapun, aku pengen tahu aja sebenarnya apa yang ada dalam pikirannya mengenaiku.
"Kenapa? Tanya aja ... gak usah sungkan!"
Dia tersenyum padaku sembari mengelus rambutku. Aku masih agak risih diperlakukan seperti ini di depan umum sebenarnya. Namun apakah yang akan orang orang pikirkan tentangku? Mungkinkah hanya terlihat seperti dua kakak beradik? Atau apa?
Untungnya aku belum jadi selebgram betulan kayak Mas Tram atau Lendra. Kalau sudah seperti mereka, hidupku pasti gak bakalan tenang. Kecuali kalau aku ngaku sejak awal, dan menerima diriku sepenuhnya di media sosial, kalau aku homo. Jadinya gak ada hal yang perlu disembunyiin dari siapapun. Dari dunia! Tapi masalahnya, apakah aku akan baik baik saja jika cerita tentang hidupku jadi konsumsi publik?
"Itu Mas ... kenapa Mas kemarin gak bales chat aku?"
"Oh ... kamu ada nge-chat? Maaf nih, kebiasaan Mas, jarang ngecek chat pribadi kalau lagi sibuk. Biasanya Mas terus bergelut di WA business, sibuk ngurus ini itu biar berjalan sesuai dengan yang diharapin. Dan pas udah cape, Mas lupa nge-cek HP lagi dan udah bablas aja! Bisa ketiduran dimana aja."
"Oh gitu ya Mas ..."
Aku mencoba memosisikan diri sebagai Abbiyya yang memang hidupnya dipenuhi kesibukan dalam pekerjaannya. Meskipun masih ada secungkil perasaan tak baik baik saja di hatiku yang mengatakan; aku bukan prioritas dalam hidupnya! Bedakan antara sibuk dan tidak menyempatkan. Karena aku bukan prioritas dalam hidup Abbiyya, jadinya dia tak kan pernah, dan tak kan bisa selama apapun, menyempatkan untuk mengecek pesan yang muncul dariku.
Lagipula siapa aku, berani beraninya menuntut Abbiyya untuk memprioritaskanku? Sadar dong, Dinan! Kita baru saja ketemu beberapa kali.
"Eh kenapa kamu jadi bengong gitu? Gapapa, kalau masih ada yang mengganjal tanyain aja!"
Aku kembali tersentak dengan pernyataan Abbiyya barusan. Benar juga apa yang dia katakan. Jika aku hanya bergulat dengan pikiranku, semua ini hanya akan merenggut sesuatu yang sebenarnya tidak terlalu perlu dalam diriku. Kembali aku menajamkan pandanganku terhadap sosok di depanku, dan bertanya dengan nada agak serius, "kalau begitu, aku belum jadi seseorang yang prioritas ya dalam hidup Mas?"
Abbiyya terkesiap dengan pertanyaanku yang sangat mendadak. Dia berjingkat sedikit dari posisi duduknya, berusaha menajamkan pendengaran. Tampak dia seperti sedang berpikir bagaimana menjawab pertanyaanku barusan.
"Maaf Mas, kalau pertanyaan ini terasa sangat mendadak. Dan ... mungkin memang terlalu cepat untuk jenis hubungan yang kita jalani. Aku cuma ngerasa klik sama Mas. Dan aku harus tahu dari Mas sendiri, kalau cuman aku aja yang ngerasain hal itu. Cuman aku aja yang ngerasa aku nyaman dengan kehadiran Mas dan bahkan seringkali menantikan ..."
Aku langsung berusaha menahan diriku untuk tak melanjutkan kata kataku yang jika diteruskan ke kalimat kalimat berikutnya, aku takut semua itu akan sangat mempermalukan diriku.
"Gapapa Dinan."
Dia meraih tanganku dan mengusapnya lembut. Dia menggamit kembali tanganku yang terkepal di atas meja.
"Mas mengerti, menyoal perasaan ... gak ada satu pun yang terasa terlalu cepat atau terlalu lambat. Segala sesuatu tentang perasaan selalu tepat, meski mungkin waktu yang dimiliki dua orang itu belum pas untuk ketemu. Mas menghargai perasaan kamu yang muncul itu. Dan Mas cuman mau bilang, kamu memang belum jadi prioritas ..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tubuhku Hanyut dalam Rengkuhannya (BxB) (Badboy)
Teen FictionAku belajar ini semenjak umur belasan. Menjual tubuh kepada para lelaki yang menginginkan, ternyata lebih ada gunanya.