Babak Baru dalam Hidup

8.5K 320 5
                                    

"Kira-kira, apa yang bisa kamu lakukan untukku?" tanyaku yang kini sedang menaruh kedua tanganku di belakang kepala sebagai bantalan. Tubuh kami berdua masih sama-sama telanjang. Pergumulan panas baru saja selesai digelar.

"Aku bisa membuatmu tenar. Beruntung, kalau suatu hari nanti kamu bisa meraup penghasilan juga."

"Oh ya? Tapi waktuku terbatas di sini. Aku ga punya cukup banyak waktu. Aku kan di sini cuma berlibur."

"Emang apa yang ngebuat kamu terikat harus pulang? Kamu sendiri bilang, pekerjaan menjual jasa dan tubuh. Berarti kamu bebas dong ngelakuinnya dimana aja,"

"Ya tapi,"

"Mulai aja dulu di sini. Kita coba. Gue bakalan bantu."

Dia mulai bicara santai lagi. Tapi aku lebih suka dengan gaya bicaranya yang santai daripada yang kaku. Seolah kesantaian memang sudah jadi bagian dari dirinya.

"Emang menurut kamu, apa yang pertama kali harus aku lakukan?"

"Ngacak-ngacak tas gunung elo."

"Hah? Buat apaan?"

"Liat-liat baju, nyari mana aja yang bisa lo pakai buat foto-foto."

"Ah, I see. Terus ngapain lagi?"

"Jalan-jalan. Lo bisa motoin juga 'kan? Kita bisa saling moto."

"Alright. Sekalian liburan juga sih, tapi..."

"Tapi kenapa?"

"Aku udah rencanain buat ngabisin masa liburan ga cuma di sini. Aku mau pergi ke tiga tempat yang berbeda."

"Ya bagus. Gue ikut sekalian nemenin elo."

"Wait, wait, wait, kenapa kamu jadi kayak yang semangat gini?"

"Haha. Gatau dah. Gue ngerasa vibe-nya beda aja ngabisin waktu sama elo, jadi... kayaknya gue harus akui kalo gue emang agak excited."

"Coba gali lebih dalam, kamu cuma sekadar excited atau..."

"Ah, oke, oke. I know what you mean. Gue emang ga sekadar excited. Tapi benar-benar termotivasi lah istilahnya. Gue  tergoda ngerasain pengalaman baru buat bikin seseorang jadi bintang media sosial. Sebelumnya gue ngelakuin itu untuk diri sendiri. Sekarang gue lagi usaha buat ngubah seseorang yang nerd buat jadi bintang. Anjir lah, gue semangat banget tauk!"

"Heh.," aku melempar sesungging senyum. Terlihat agak sinis, tapi yasudahlah, "kamu pikir aku beneran bisa jadi bintang?"

"Ketika gue udah bertekad, ga ada yang bisa ngehalangin. It must be true, bro."

"Haha. Terus, kalau misalnya aku beneran jadi bintang gimana?"

"Ya gpp. Artinya ada hal lain yang gue bisa di dunia ini, selain dari berjuang buat ngehasilin uang sendiri. Mungkin gue cocok mengasah bakat orang lain, ya who knows kalo ga dicoba yakan?"

"Kamu sangat terdengar semangat. Sumpah, jadi aku yang merinding."

"Sini diewe lagi kalo merinding, biar bulu-bulunya makin berdiri hahaha."

Aku ikut ketawa. Gatau aja sih, nemu orang yang baru pertama kali kenal kayak dia, rasanya nyenengin aja. Aku jadi ngerasain dunia yang agak beda aja. Apakah ini sebuah babak baru di hidupku?

***

Aku akhirnya memutuskan stay sama dia selama liburan ini. Kita beneran ngabisin waktu bareng. Dan aku mulai belajar banyak tentang dunia fotografi. Even, itu cuma kadang lewat kamera handphone karena aku kan belum punya kamera. Jadi kata dia, ya udah, belajar dari yang ada aja.

Abis diajarin foto, dia ajarin ngedit pake VSCO, inshot, dan segudang aplikasi lainnya yang membantu buat bikin tampilan foto lebih menarik. Aku menemukan dunia baru sama dia, berasa keluar aja dari zona yang itu-itu aja.

Ternyata ada hal yang jauh lebih menyenangkan dari sekadar seks belaka. Komunikasi dengan manusia, belajar hal baru, meskipun sama melelahkannya, tapi kayak puas banget gitu. Ada suatu hal baru yang bisa dimaknai dari hari yang dijalani.

Dia orangnya memang baik kebangetan. Udah nanggung tempat tinggal, dia juga sering banget bayarin makan. Aku udah bilang, aku mau bayar sendiri aja. Tapi dia selalu bilang, anggap aja ini bayaran karena aku ngizinin dia buat ngenyot susu aku.

Iya, bener. Malemnya pas udah balik ke kamar, aku berasa punya bayi gede. Kita ga ngelakuin seks secara brutal atau hingga tusuk-menusuk. Aku seperti ngemong seorang bayi yang minta nenen ke ibunya. Dia bakal nyari sendiri puting susu aku dan mulai anteng ngemut dari sana.

Karena aku mikir, ah, simbiosis mutualisme, dan aku ga rugi-rugi banget juga, jadi yaudah. Biarin aja.

Kadang kalo bosan liat dia, aku milih biarin dia ngemut sambil nonton beberapa serial netflix di smartphoneku. Ada wifi juga di tempatnya dia, ya jelas. Buat menunjang kebutuhan dia banget soalnya.

Hampir selama seminggu ini aku bersama dia, kesana-kemari. Muter-muter di daerah Jogja. Dan seiring itu pula, ada banyak foto yang mulai kuunggah di instagramku.

Dia belum promotin akunku. Katanya dibiarin dulu aja, biar fotonya agak penuh dulu, baru nanti dipromotin. Aku nurut aja.

Aku sekarang lagi ngedit foto-foto hasil take bareng dia. Lebih banyak dia yang take foto buat aku sih, dibanding aku ambilin foto dia. Katanya dia mau fokus buat ngisi konten dulu di instagramku dengan spot-spot menarik. Aku disuruh bergaya imut atau lucu, karena --sekali lagi-- katanya, aku dasarnya udah lucu. Jadi aku harus membuatnya tampak lebih lucu lagi saat bergaya di depan kamera.

Dan aku beneran takjub dengan hasil fotoku yang terlihat sangat bagus setelah diedit. Warna langit yang cerah di belakangku, mataku yang menyipit sembari menopang dagu di meja, dan poniku yang terlihat agak acak tergoyang angin. Membuatnya makin terlihat pas untuk bisa kutunjukkan kepada orang-orang.

Oh iya, sebenarnya selama seminggu ini, Mas Tram juga sering menghubungiku. Dia menanyakan kabar, posisi dan banyak pertanyaan lain untuk memancingku menjawabnya. Aku seringnya ga fast response, bukan karena apa-apa, tapi aku sedang mendalami pengalaman atau hobi baru. Aku begitu fokus dengan pengalaman belajar ini sehingga aku sering abai dengan smartphoneku. Selain untuk berfoto, editing atau nonton film buat melepas penat, rasa-rasanya hal lain tidak begitu penting lagi untuk kupedulikan.

Kalian juga pasti begitu 'kan saat sedang asyik mengerjakan sesuatu?

Tapi aku makin ke sini makin bingung, harus bagaimana aku bersikap kepada Mas   Tram kelak saat kupulang?

Dia terus bersikap baik padaku, memerhatikanku, hanya saja, rasanya bagiku kebas, walau kuakui aku sempat agak luluh dengan perhatiannya, namun... bukankah dia sendiri menginginkan seorang wanita di hidupnya?

Aku juga, di umurku yang masih segini, mana berani berkomitmen dengan seseorang yang umurnya terpaut jauh dariku? Apalagi dengan jenis kelamin yang sama?

Rasioku, ini sungguh di luar akal sehat, jika aku mengharapkan hal yang lebih dengan Mas Tram.

Menurut kalian bagaimana?
Apa yang harus kulakukan mulai dari saat ini untuk menghadapi Mas Tram?

Tubuhku Hanyut dalam Rengkuhannya (BxB) (Badboy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang