Berandai bisa dapat minimal 100 vote tiap unggah bab baru. Tapi rasanya itu mustahil ya? Bab yang terakhir aja cuma bisa nyampe angka 50. Lesu banget nulis di wattpad :((
Pendukungnya sangat sedikit ternyata.
😭😭😭😭😭😭😭Ya, mungkin kembali ke kualitas tulisanku yang masih jelek. Ceritaku yang gak seseru cerita cerita di lapak orang lain.
Semoga suatu hari aku bisa berjodoh dengan pembaca pembaca yang baik hati dan mau vote cerita cerita yang aku tulis. Aamiin
♡♡♡
Aku bingung menatap layar gawaiku sehabis Mas Tram pulang. Beberapa panggilan masuk dari Abbiyya, tapi aku sama sekali gak tahu harus merespon dengan cara seperti apa. Apakah aku harus meneleponnya balik? Mengiriminya pesan bahwa sekarang aku udah available?
Tak ada satupun pesan masuk dari Abbiyya yang membuatku bertanya tanya, maksud dia apa menghubungiku berkali kali. Apakah ada sesuatu yang sangat penting untuk disampaikan?
Argghhh, menyebalkan!
Aku kesal sendiri jadinya. Kenapa Abbiyya gak langsung nge-chat aja sih kalau ada apa apa? Kenapa dia gak memberitahukan maksudnya lewat pesan teks aja? Atau ... minimal menanyakan keberadaanku kek. Alasanku kenapa gak ngangkat telepon kek. Atau apa aja gitu. Kan bisa ...
Kenapa dia doyan banget sih melahirkan tanda tanya di kepala tentang sikapnya? Untung aja aku gak harus melahirkan anaknya. Hiiiih. Jangan sampai lelaki sepertiku bisa melahirkan. Bisa menyusui aja udah aneh banget.
Sekali lagi, aku menatap layar gawai, menimang nimang tentang apa yang harus kulakukan saat ini, sampai akhirnya ... bodo ah! Aku beneran kesal jadinya. Kusimpan gawaiku di atas nakas. Kunyalakan televisi, kupilih serial netflix yang ingin kutonton dan ... aku pun ketiduran juga akhirnya. Setidaknya ada tiga alasan yang membuatku akhirnya ketiduran: capek perjalanan, kekenyangan makan, dan juga kenyang mendapat 'jatah' dari Mas Tram yang terasa memuaskan.
"Drrrttt ... drrtttt ..."
Getar bunyi gawaiku akhirnya memaksaku bangun. Jam berapa ini? Rasanya aku baru tidur sebentar. Kepalaku masih sangat pusing. Aku menggapai gawaiku dengan menggerakkan tubuh kayak cacing. Telepon masuk. Dan nama yang tertera di layar membuat kesadaranku mendadak siaga.
"Ehm ... ehm ..."
Aku mencoba mengatur suaraku agar tak kedengaran parau nantinya. Namun usahaku tetap gagal, karena tepat saat aku mengucapkan, "Halo Mas ..."
Dia langsung merespon, "Eh Mas ganggu kamu tidur ya?"
"Engga Mas. Aku baru bangun juga. Kenapa Mas? Dari tadi nelepon. Maaf HP akunya di dalam tas. Terus aku cuma pake mode silent sama vibration doang. Jadi gak tahu kalau Mas Abbi nelepon ..."
Eh? Kenapa aku musti jelasin panjang lebar segala sih? Kan dia gak nanyain juga kenapa? Duh ... otakku emang perlu diobati sih ini.
"Makasih Dinan, udah ngejelasin sama Mas. Mas pikir kamu gak mau ngangkat lho. Mas mau mastiin kamu lagi dimana sekarang ..."
"Ke-kenapa emang Mas? Aku kan udah di rumah."
"Rumah kamu dimana?"
"Eh Mas mau ngapain?"
"Kamu udah makan? Mas ke sana bawain makanan ya. Biasanya bangun tidur suka laper."
"Eh gak usah, Mas. Mas kan lagi di Jogja. Ngapain repot repot ke sini."
![](https://img.wattpad.com/cover/228885246-288-k939049.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Tubuhku Hanyut dalam Rengkuhannya (BxB) (Badboy)
Teen FictionAku belajar ini semenjak umur belasan. Menjual tubuh kepada para lelaki yang menginginkan, ternyata lebih ada gunanya.