Part 4

4.3K 317 12
                                    

Andra POV

Aku rasanya benar- benar tidak ingin melihat wajah Randy yang kini berhadapan langsung denganku.

Kemudian melihat teman gendutnya atau siceking yang memasang wajah menyebalkan seperti tengkorak peraga dilaboratorium biologi.

Randy berjalan dua langkah kedepan sehingga wajah kami hanya berjarak kira - kira 5cm.

Aku bisa melihat mata Randy yang berwarna cokat tua nyaris hitam dibalik kacamataku. Dan aku bisa merasakan udara yang keluar dari hidungnya. Nafasnya menyapu wajahku.

Aku melihat sebuah benjolan dibawah hidungnya. Itu jerawat. Lamunanku pecah ketika tubuhku didorong sampai punggungku menyetuh lemari loker.

"Semuanya aman bos," Sigendut berjalan mendekat pada kami setelah dia memastikan keadaan aman.

Randy memasang senyum iblisnya kemudian menyeretku ke belakang sekolah.

Well Belakang sekolah.

Tempat yang banyak dijauhi oleh bangsa Nerd seperti aku.

Belakang sekolah benar - benar buruk, sampah berada dimana - mana. Meja dan kursi yang rusak dibiarkan menumpuk dan dimakan rayap.

Tidak hanya itu. Bahkan aku bisa mencium bau alkohol yang menyengat. Membuat hidungku mengernyit tak nyaman.

Aku mengedarkan padanganku. Aku tidak menemukan siapapun disini kecuali aku, Randy plus cecunguknya dan para siswa perokok berat.

"Apa yang kau lakukan disini?"Tanya salah satu dari empat orang yang sibuk menyemburkan asap.

Randy menatap mereka dengan senyum miringnya,"Ini bukan urusanmu."

Randy menggerakan satu tangannya. Membuat sigendut berjalan mendekati sekumpulan perokok dan mengusirnya.

Aku berharap satu diantara mereka akan tinggal dan membantuku. Tapi sialnya tidak. Mereka terlalu takut dengan Randy.

"Ken..napa.. kau... membawaku kesini?" Aku mengutuki diriku yang tergagap.

"Ini balasan karena kau kabur kemarin dariku." Randy menyilangkan tanganya. Mata coklatnya melihatiku seakan mengejek. Dan demi apapun itu aku ingin memukulnya. Tapi sial. Aku tidak punya nyali melakukannya.

"Dan kau tidak memberi kami jatah uang jajanmu." Siceking angkat bicara. Dia menaikan tanganya yang sebesar sapu lidi keudara. Dia berusaha mengintimidasiku. Tapi sayangnya, aku tidak takut padanya.

Randy memiringkan kepalanya. Dan secepat itupula siceking tutup mulut, sementara sigendut tertawa. Dan kembali diam setelah Randy memukul kepalanya.

Pemandangan lucu bagiku, jika aku tidak tersudut seperti sekarang.

Randy kembali fokus padaku. Dia meninju - ninjukan kedua tanganya.

"A-aku ada u-urusan waktu itu."Ucapku tergagap.

"Urusan apa?" Randy mengerutkan dahinya.

"Aku harus menemani Mom berbelanja." Mereka bertiga tertawa terbahak ketika aku menyelesaikan kalimatku.

Dari balik kacamataku, aku bisa melihat sigendut menyentuhkan tanhanya diperut. Selucu itukah jawabanku. Hah.

Randy berhenti tertawa dan menyentuhkan jarinya yang besar kepipiku."Anak mami."

Jarinya bergerak turun dari pipi sampai akhirnya dia mencengkram daguku.

Randy mendekatkan wajahnya. Mata coklatnya begitu mengintimidasi. Membuat air keringatku menhucur dari dahi.

Can I Say  Love youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang