Part 10

3K 250 17
                                    

Jangan Lupa Votenya ya

Enjoy It

Andra POV

Oke. Ini terlalu berlebihan. Nathan membayarkanku makan, lalu salon dan kini dia mentraktirku dengan membelikanku kontak lens. Dia bilang,"Aku terlihat menyedihkan dengan jarak pandang yang payah." Jadi dia membawaku ketoko optik. Kemudian membayarkanku sebuah soft lens berwarna coklat.

Oke, dia memang anak tunggal dari keluarga kaya, tapi ini sepertinya terlalu berlebihan. Jadi aku menolak untuk tawaran yang satu ini. Aku mengancamnya untuk tidak mengerjakan tugasnya lagi jika dia benar - benar membayarkannya.

Nathan memasang wajah masamnya. Dia menyerah, setelah aku memelototinya ganas.

Damn! he is very cute for girl, not for me.

Ancaman soal tugas memang selalu jadi senjata ampuh apabila Nathan sudah bertingkah macam - macam. Trick ini selalu berhasil, termasuk hari ini.

Karena kami sudah terlalu banyak mengengelilingi mall yang besar. sampai kakiku lemas. Aku mengeluh lelah pada Nathan sehingga dia akhirnya menyerah dan memilih untuk pulang.

"Tunggu!" Nathan berteriak, membuatku mengangkatkan satu alisku, "Aku kebelet."

"Astaga, kukira ada apa? Jangan lama - lama, aku menunggumu disini!"Perintahku.

Sibodoh Nathan nyengir lebar,  mengacungkan jempolnya dan melesat menuju toilet.

Aku ditinggal sendiri ditempat ramai dengan orang - orang yang berlalu lalang. Pandanganku tertuju pada seorang ibu paruh baya dengan dandanan menor memakai baju terusan merah sexy -yang mengkilat sedangkan tangannya melingkar diantara lengan lelaki tampan berwajah oriental.

Kurasa dia anaknya itu pikirku sebelum akhirnya aku membekap mulutku tak percaya ketika si laki - laki itu berkata Honey dan mengecup kening siibu dengan mesra.

"Apa mereka benar benar ibu dan anak!" batinku tak percaya.

"Astaga mereka sepasang kekasih!" Aku membekap mulutku, lagi. Masih tak percaya. Laki - laki muda memacari perempuan tua.

Biar kutebak, apa dia gigolo? Mengingat betapa tidak wajarnya pasangan itu.

Bagus. Pikiranku mulai melewati batas. Mungkin aku memang sudah lelah. Jadi aku putuskan untuk duduk disebuah kursi santai dan berusaha menjernihkan isi kepalaku.

Aku melenguh nyaman, ketika kakiku tidak menopang berat tubuhku, lagi.  And thanks to stupid Nathan yang sudah membuatku kelelelahan.

Sambil menunggu Nathan kembali, aku mengedarkan pandanganku pada semua hal yang menarik perhatianku. Lantai mall yang mengkilap, lampu besar yang digantung ditengah, pasangan muda - mudi dan Bella.

Aku memincingkan mataku untuk memastikan apa yang aku lihat itu benar.

"Itu Bella." Dengan rambut panjang hitam yang tergerai dan sebuah bando dikepalanya. Dia masih menggunakan seragam sekolahnya.

Kemudian mataku beralih pada seorang laki - laki yang mengekori Bella.

"Hey, dia terlihat familiar. Tapi siapa dia?" Aku memutar otakku untuk bekerja lebih keras, sebelum akhirnya aku mengenal dia. Pemain basket SMA Harapan bangsa. Sinomor punggung 10.

Tunggu, tapi apa hubungannya dengan Bella. Siapa dia? Temannya? Sepupunya? atau mungkin... pacarnya?

Aku menggelengkan kepalaku berusaha menghilangkan pikiranku yang mulai menggila. Dan mulai berpikir positif jika Bella tidak punya pacar.

Can I Say  Love youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang