Aku persembahkan ceritaku ini buat semua pembaca ceritaku yang masih setia, Semoga kalian suka dengan part ini
Thanks a lot
Jangan lupa Votenya guys
Andra POV
Semalaman aku tidak bisa tidur. Kata – kata Nathan dan Echa selalu terbang dan menggangguku. Hal ini menyebabkan mataku yang sudah terasa berat tidak mau menutup, biasanya aku sudah tidur jam dua malam. Tapi pengecualian untuk malam ini.
Mataku masih terbuka lebar dijam lima subuh. Wow, aku melewati rekor tidurku lagi.
Aku melompat dari tempat tidurku dan berjalan perlahan kearah pintu, melepas baju tidurku dan menggantinya dengan jaket olahraga. Mengenakan celana training, aku turun kebawah.
Suasana dibawah masih sunyi, tidak ada tanda – tanda kehidupan. Mungkin karena ini masih subuh. Aku meraih sepatu dan memakainnya, kurasa lari pagi dihari minggu bisa membuat pikiranku menjadi jernih kembali.
Udara pagi yang dingin, menyentuh kulitku, membuat bulu tanganku berdiri. Aku melakukan pemanasan, sit-up, push-up, back-up dan kemudian berlari ditempat. Dan setelah aku melakukannya, rasa dinginnya sedikit berkurang.
Aku melangkahkan kakiku keluar pagar rumah, menguncinya dan berlari.
Aku berlari mengitari komplek perumahan, tidak banyak orang yang berlalu lalang, hanya ada dua pemuda yang berlari beriringan dan sepasang manula yang berlari kecil dengan tanpa alas kaki.
Kakiku melangkah panjang – panjang, dan aku tidak tahu, berapa lama aku berlari karena aku sibuk untuk terus melangkah sampai tidak sadar aku sudah berada ditaman. Aku melirik jam besar yang berdiri dipinggir taman yang menunjukan pukul 6 pagi. Dan itu artinya aku sudah berlari selama 1 jam.
Pantas saja tenggorokanku kering, toh aku sudah berlari selama satu jam.
Aku memutuskan untuk berjalan menuju keran yang letaknya berada ditengah taman, aku meneguk langsung air keran dengan mulut, aku tidak perlu repot – repot menggunakan gelas plastik yang disediakan. Mungkin kalian pikir aku jorok. Whatever.
Rasanya akan berbeda ketika kau menggunakan gelas dan dibandingkan dengan meneguknya langsung dari keran.
Nathan bilang rasanya sama saja, tapi bagiku rasanya berbeda. Rasanya tidak bisa dijelaskan dengan kata – kata.
By the way, kenapa aku malah membahas Nathan disaat seperti ini. Maksudku, aku sedang lari pagi untuk melupakan Nathan dan kekacauan kemarin malam. Dan aku berakhir-
" Sejak kapan kau berolahraga pagi?" Suara berat berhasil menginterupsiku, rasanya aku mengenal suara ini. Kalau aku tebak dia-
Tebakanku benar pada saat aku melihat Diaz sedang mengamatiku dengan senyum miring andalannya.
Aku berteriak keras sekali memanggil "Diaz!", sampai pasangan manula yang tadi bertemu denganku menatap kami bingung. Tapi aku tidak perduli, justru aku berlari menghampirinya dan memeluknya.
Oke, mungkin kalian berpikiran jika aku –agak lebay, karena aku berlari dan memeluknya erat, seperti yang biasa terjadi difilm – film india. Aku menjerit setelahnya, karena Diaz mengangkat tubuhku yang lebih kecil dibandingkannya.
Sial. Aku terlihat seperti anak kecil sekarang.
"Hey, lepaskan aku..." kataku serak, karena aku harus bernafas diantara pelukannya yang seakan meremukanku. Seingatku, akulah yang memeluknya, tapi, kenapa malah aku yang tersiksa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can I Say Love you
General FictionAndra : Cerdas, pintar, selalu menjadi juara kelas dari kelas satu sampai sekarang, selalu menjadi mahluk transpan dimanapun dia berada, anti sosial, selalu kena bulli disekolah. Tapi semua berubah ketika dia berguru pada sahabatnya Nathan untuk men...