Begitu ucapan sang pengendara hitam itu selesai, sebuah erangan putus asa keluar dari kedalaman jiwa Majnun. Ia terjatuh ke belakang dan saat itu kepalanya menghantam sebuah batu dengan begitu kerasnya hingga darah keluar dengan deras bagaikan air mancur dan mengubah warna pasir di bawahnya menjadi merah.
Ia berbaring di sana tak sadarkan
diri, bibirnya masih terbuka seakan menjeritkan sesuatu yang tak terdengar oleh siapapun.
Sang pengendara, yang entah sebenarnya manusia atau jin,
merasa iba terhadap Majnun. Mungkin ia merasa malu dengan pengaruh ucapannya kepada si orang gila itu, ia membungkuk di sebelah tubuh yang meringkuk hingga Majnun kembali sadar.Lalu dengan suara yang lebih halus dari sebelumnya, ia memohon
ampunan Majnun, “Tolong dengarkan aku, kumohon! Setiap kata yang
kuucapkan kepadamu adalah kebohongan. Ini semua adalah lelucon yang menyedihkan, tak lebih dari itu. Layla tak pernah membohongimu ataupun
mengkhianatimu. Dan yang pasti ia tak pernah melupakanmu. Bagaimana mungkin ia bisa melakukan itu?”
“Dan tentang suaminya, ya, statusnya memang sebagai suami:
mereka telah menikah selama setahun dan tak pernah sekalipun ia mengizinkan suaminya mendekatinya.”“Ya, ia memang menikah dengan pria itu, namun kesetiaannya hanyalah untukmu seorang. Ia telah mengurung dirinya dalam tendanya
dan di sanalah ia menderita, berusaha untuk merawat hatinya yang hancur karena sangat mendambakanmu. Baginya tak ada pria lain di dunia ini, dan tak ada detik yang terlewat tanpa memikirkanmu dan cintamu untuknya.”“Bagaimana mungkin ia dapat melupakanmu? Bahkan jika kalian
dipisahkan oleh seribu tahun, ia tetap takkan melupakanmu!”Majnun mendengarkan perkataan si pengendara asing itu dengan
perhatian penuh.Tapi apakah ia mengatakan yang sebenarnya?
Kata-kata itulah yang ingin didengarnya, tapi apakah kata-kata itu diucapkan dengan tulus? Meskipun begitu, kata-kata itu menyembuhkan hatinya yang sakit!
Ia mulai terisak dan, duduk di atas pasir dengan airmata menetes
di pipinya, ia tampak bagaikan bocah yang kehilangan arah, bagaikan seekor burung kecil yang sayapnya telah patah oleh hantaman kayu dan
batu. Ia tak tahu harus ke mana dan harus berbuat apa.Bahkan sajak-sajak yang didendangkan dari bibirnya seolah sia-sia saja. Apalah artinya sajaksajak itu, pikirnya, jika untuk siapa ditujukannya sajak itu takkan pernah mendengarnya.
Majnun menyeret dirinya bagaikan hewan yang terluka. Kesedihan
telah membuat tubuhnya kurus; nyaris tak ada hawa kehidupan dalam tubuhnya. Satu-satunya yang ada dalam pikirannya hanyalah Layla; wajahLaylalah yang dilihatnya setiap kali ia memejamkan matanya, dan bayangannyalah yang terus ada setiap ia membuka matanya kembali.
Ia mendamba untuk berbicara dengannya, tapi bagaimana caranya?Menyadari bahwa ia takkan pernah dapat mendendangkan sajaksajaknya di hadapan Layla, maka ia meminta angin untuk menyampaikan kepada kekasihnya. Saat ia menyanyikan lagu-lagu cinta, angin membawa kata-katanya pergi……..namun tanpa ada balasan.
Anggur cinta yang tak berbalas sama pahitnya seperti wormwood,
namun begitu besarnya hasrat Majnun hingga ia tak sanggup menolak untuk meminumnya. Begitu ia meminumnya, sajak-sajaknya pun tak berhenti mengalir:Kau adalah penyebab kemauanku saat aku masih hidup,
Hasratku untukmu bertumbuh, dan aku memaafkanmu.
Kau adalah sang mentari sementara aku adalah sang bintang di tengah
malam:Kau muncul untuk mempermalukan sinarku.
Sorot matamu membuat setiap nyala lilin cemburu;
Mawar-mawar berkembang dan bermekaran atas namamu.
Berpisah darimu?
Takkan pernah!
Kuakui cinta dan kesetiaanku hingga mati;
Aku akan tetap menjadi sasaran bagi seranganmu dan menderita siksaan:
Saat ku mati, darahku yang mengalir akan menjadi milikmu..
KAMU SEDANG MEMBACA
Layla & Majnun | Kisah Cinta Klasik dari Negeri Timur
RomanceQays nama pemuda itu, seorang penyair yang terkenal dalam sejarah dengan sebutan si Gila "Majnun".