12.2| Terbang Bersama Angin

1.8K 77 1
                                    

Layla’.

Ketika mendengar nama kekasihnya disebutkan, mata Majnun membeliak dan sebuah senyuman menghiasi wajahnya. “Layla!” gumamnya dengan penuh kasih. “Kekasihku, Layla!” Lalu, dengan terhuyung-huyung ia mengambil sepotong daging untuk dimakan dan meminum seteguk anggur.

Nowfal telah memecahkan teka-teki itu: yang harus dilakukannya hanyalah berbicara mengenai Layla, memuji kecantikan, sifat serta kebaikannya, dan pastilah Majnun akan menanggapinya. Dan memang benar demikianlah yang terjadi. Sementara sang pangeran Bedouin merangkai karangan bunga mawar dengan kata-kata pujiannya, Majnun menambahkan dengan sajaknya yang ibarat gemerlap mutiara. Dan walaupun sajaknya diciptakan tanpa adanya persiapan, tetap saja sajak itu terdengar semanis madu dan berkilauan bagaikan emas. Nowfal mendengarkan dengan takjub dan kagum. Tamunya memang seorang pria liar, namun tak dapat dipungkiri bahwa ia adalah seorang penyair hebat, ahli berkatakata yang tak ada tandingannya.

Malam hari itu, Nowfal telah mengambil keputusan: ia akan memulihkan hati remuk pria malang itu, serpihan demi serpihan, berapabpun lamanya waktu yang dibutuhkannya. Kepada tamunya ia berkata, “Temanku, engkau bagaikan ngengat yang berterbangan di malam hari, berharap menemukan cahaya lilin: tapi
janganlah kau menjadi lilin itu, yang mengeluarkan airmata hangat sementara tubuhnya habis dimakan kesedihan. Mengapa kau menyerah? Mengapa kau memutuskan semua harapan? Aku memiliki kekayaan dan jugabkekuatan. Percayalah padaku dan aku akan membantumu mendapatkan apa yang telah digariskan oleh takdir untukmu: Layla akan menjadi milikmu. Aku berjanji dengan sepenuh hati. Bahkan jika ia menjadi seekor burung dan terbang ke angkasa raya tanpa batas, atau menjadi percikan api di
dalam batu yang terletak di dalam perut bumi, aku tetap akan mencarinya dan membawanya kepadamu. Aku takkan beristirahat hingga aku dapat menyatukan kalian dalam ikatan pernikahan.”

Majnun menjatuhkan dirinya di kaki Nowfal dan mengucapkan rasa syukurnya kepada Allah karena telah mengirimkan seorang dermawan yang berhati mulia. Namun ada sedikit keraguan dalam benaknya ketika ia berkata, “Ucapan Anda menggetarkan hati saya dan memberikan saya harapan, tapi bagaimana saya tahu kalau semua itu bukan hanya sekedar ucapan belaka? Bagaimana saya bisa merasa yakin bahwa Anda akan melakukan apa yang telah Anda ucapkan, atau bahwa Anda memang
berniat melakukan apa yang telah Anda ucapkan? Harus saya sampaikan kepada Anda bahwa orangtua Layla takkan membiarkan putrinya menikah dengan pria seperti saya, dengan seseorang yang kesehatan jiwanya dipertanyakan. ‘Apa Anda serius dengan ucapan Anda?’ pasti begitu kata mereka. ‘Apakah kita harus melepaskan bunga indah yang rapuh ini dan membiarkannya dibawa terbang oleh angin puyuh? Apakah kita akan
membiarkan seorang gila bermain-main dengan cahaya rembulan? Apakah
kita akan menyerahkan putri kita kepada iblis? Tidak akan pernah!’ Ya, itulah yang akan mereka katakan; Anda tidak mengenal mereka sebaik saya. Telah banyak orang yang mencoba membantu saya di masa lampau, namun semuanya sia-sia saja. Seberapa kerasnya pun usaha mereka, tetap saja mereka tak dapat membuat takdirku yang gelap menjadi terang kembali. Takkan ada yang dapat menggoyahkan ayah serta ibunya, bahkan
emas dan perak yang berlimpah, kebun dan hewan ternak yang banyak sekalipun takkan dapat mengubah pikiran mereka. Sekarang Anda mengerti bahwa sudah tidak ada harapan lagi. Hanya keajaiban saja yang dapat membantu saya; katakan pada saya, apakah Anda sang pembuat
keajaiban? Sepertinya bukan. Lagipula, menurut saya, tak lama lagi Anda
akan merasa lelah dengan usaha Anda dan akan menghentikan semuanya di tengah jalan.

“Tapi saya berharap tidak demikian. Saya berdoa agar usaha Anda berhasil. Dan jika memang Anda berhasil, semoga Allah memberikan rahmatnya kepada Anda. Tapi jika janji yang Anda buat hanyalah ucapan semata, dan apabila yang Anda tawarkan kepada saya hanyalah khayalan
belaka, maka sebaiknya Anda mengatakan sejujurnya sekarang juga.”

Ucapan jujur sang pria muda itu membuat kekaguman Nowfal kepadanya semakin meningkat. “Apakah kau benar-benar meragukan ucapanku?” tanya Nowfal.
“Kalau begitu, marilah kita membuat perjanjian. Atas nama Allah swt.
dan Rasulnya Muhammad saw., aku bersumpah bahwa aku akan bertarung
bagaikan singa untukmu dan kebaikanmu, bahkan jika aku harus mengorbankan nyawaku sekalipun."

“Aku bersumpah bahwa aku takkan tidur maupun makan hingga kau mendapatkan apa yang dihasratkan oleh hatimu. Tapi kau juga harus berjanji kepadaku: kau harus berjanji bahwa kau akan bersabar dan dapat menahan nafsumu. Kau harus melepaskan gaya hidupmu, jinakkan hatimu yang liar dan letakkan di tanganmu barang sejenak saja."

“Marilah kita saling sepakat: kau harus memadamkan api yang menyala di hatimu; karena aku akan membuka gerbang besi menuju hartamu yang sangat berharga. Apakah syarat-syarat ini dapat kau terima?”

Majnun menyetujuinya. Dan dengan demikian, sebagai balasan atas bantuan temannya, ia mulai meredakan badai yang telah lama bergemuruh di hatinya. Secara perlahan, untuk pertama kalinya selama berbulan-bulan, kedamaian mulai merasuki jiwanya dan luka yang diakibatkan oleh belati tajam kegilaannya mulai sembuh. Bak bocah kecil tak bersalah, ia menaruh kepercayaan sepenuhnya pada Nowfal; karena ketenangan telah kembali ke dalam jiwanya, sebuah perubahan hadir dalam
hidupnya. Tanpa banyak bicara, ia meninggalkan gua persembunyiannya
dan mengikuti Nowfal kembali ke perkemahannya di tepi kota.

Di bawah perlindungan sang dermawan, Majnun tak lagi pantas disebut sebagai ‘majnun’. Dalam beberapa hari, kegilaannya telah hilang dan ia telah kembali menjadi Qays, seorang pria terhormat yang kuat dan berwajah tampan. Untuk pertama kalinya dalam berbulan-bulan ia mandi; lalu dikenakannya sorban dan jubah yang telah disiapkan oleh Nowfal.

Selera makannya telah kembali dan ia menikmati makanan dan minuman
dengan penuh semangat dengan ditemani teman-temannya, sambil mem-bawakan soneta serta odenya kepada mereka, dan tak lagi kepada awan dan angin. Kedua pipinya mulai kembali berwarna; tubuhnya yang dulu bungkuk kini tampak tinggi dan gagah seperti anak pohon yang kuat.
Kelopak bunga yang dulu hancur oleh badai, kini mulai merekah kembali.
Sejak ia kembali ke dunia nyata, pandangan Majnun tentang dunia dan alam pun berubah. Ia tak lagi mengabaikan halaman demi halaman Buku Ciptaan Allah yang dibuka oleh-Nya setiap hari di hadapannya.
Keindahan pagi hari memberikan keceriaan baginya, seolah ia baru melihat keajaiban matahari terbit untuk pertama kalinya. Senyumnya yang merekah sesuai dengan tawa jenaka sang matahari di siang hari, dan suaranya berpadu dengan burung-burung saat ia bernyanyi. Semua orang terkejut dan juga senang melihat Majnun telah kembali ke dunia nyata lagi.

Jika Majnun merasa bahagia, Nowfal bahkan merasa lebih bahagia karena ialah yang membuat keajaiban itu. Ia bagaikan mendung di musim semi yang meneteskan percikan air di bumi yang kering. Setiap
hari, ia membawakan hadiah untuk temannya yang sedang berusaha untuk
menyembuhkan diri; tak ada hadiah yang terlalu mahal atau berlebihan baginya. Ia menjaga agar Majnun terus berada disisinya setiap waktu, menolak untuk berpisah darinya bahkan hanya untuk satu jam saja. Nowfal ataupun Majnun tak pernah mengenal hubungan persahabatan yang
begitu dekat. Namun saat hari berganti minggu, lalu minggu menjadi bulan, awan hitam mulai berkumpul di langit.

Layla & Majnun | Kisah Cinta Klasik dari Negeri TimurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang