2.| Nyala Api Cinta

8.2K 256 13
                                    

Api telah menyala dalam hati Qays dan Layla, dan api itu saling
menerangi satu sama lain. Apakah yang mereka lakukan untuk
memadamkan nyala api itu?
Tidak, mereka tidak memadamkan nyala api tersebut...

Karena menyadari perlunya pendidikan bagi sang anak, Sayyid memperkerjakan seorang terpelajar yang sangat terkenal sebagai guru. Pria ini menjadi kepercayaan banyak orang untuk mengajar keturunan seluruh bangsawan Arab agar mereka mendapatkan kebijaksanaan serta keahlian yang dibutuhkan untuk hidup di daerah gurun. Meskipun anak-anak ini takut pada guru mereka, namun mereka menyadari bahwa inilah saatnya mereka meletakkan seluruh mainan dan mulai membaca buku-buku pelajaran mereka dengan sungguh-sungguh.

Qays adalah anak yang rajin dan antusias menerima pelajaran. Ia tak membutuhkan waktu lama untuk dapat mengalahkan teman-temannya dalam setiap mata pelajaran, dan membuktikan bahwa ia adalah Siswa terbaik yang pernah diajar oleh gurunya. Ia paling unggul dalam
pelajaran membaca dan menulis. Begitu ia berbicara, entah dalam bentuk debat atau percakapan sederhana, bibirnya selalu melontarkan kalimat-kalimat bijak, dan sangatlah menyenangkan mendengarnya berbicara.

Namun tiba-tiba terjadilah sesuatu di luar dugaan. Teman-teman sekelas Qays merupakan keturunan bangsawan dari suku-suku yang berbeda, termasuk juga teman-teman perempuannya. Suatu hari, seorang gadis bergabung dalam kelasnya. Gadis itu memiliki kecantikan yang luar biasa yang membuat Qays dan bocah-bocah lelaki lainnya langsung terpukau.

Gadis itu bernama Layla, diambil dari kata Arab 'layl' yang berarti 'malam'. Sesuai dengan namanya, rambutnya hitam legam dan di balik rambutnya, wajahnya memancarkan kecantikan yang luar biasa. Matanya berwarna gelap, dalam dan bersinar, bak mata rusa, dan hanya dengan satu kejapan bulu matanya, ia dapat meruntuhkan dunia. Bibir mungilnya hanya terbuka untuk mengucapkan kata-kata manis, dan ketika yang lainnya membalas perkataannya -entah dengan kata-kata maupun senyuman- ia akan terlihat malu-malu, kedua pipinya akan merona merah seolah-olah mawar merah bermekaran pada pipinya yang berwarna putih susu.

Bahkan hati yang sedingin es pun akan meleleh tatkala memandang keindahan gadis ini, namun perasaan Qays muda jauh lebih dalam dibandingkan dengan teman-temannya. Ia telah tenggelam dalam lautan cinta bahkan sebelum ia mengenal arti cinta yang sesungguhnya. Ia telah
memberikan hatinya kepada sang gadis bahkan sebelum ia menyadari apa
sebenarnya yang ia berikan.

Namun Qays tidak sendirian karena Layla
pun merasakan hal yang sama. Api telah menyala dalam kedua hati mereka, dan api itu saling menerangi satu sama lain. Apakah yang mereka lakukan untuk memadamkan nyala api itu? Tidak, mereka tidak memadamkan nyala api tersebut. Mereka hanyalah anak-anak, dan anak-anak hanya dapat menerima apa yang mendatangi mereka tanpa banyak bertanya. Cinta ibarat sang pembawa anggur yang menuangkan minuman
di gelas-gelas hingga meluap, dan anak-anak itu meminum apapun yang dituangkan untuk mereka. Dan tentu saja hal itu membuat mereka mabuk kepayang, karena mereka tak menyadari betapa kuatnya minuman itu sebenarnya. Rasa mabuk yang pertama kali dialami selalu menjadi yang terhebat. Jatuh yang mereka rasakan untuk pertama kali selalu menjadi
pengalaman yang terberat. Dan patah hati yang dirasakan untuk pertama kali selalu menjadi yang paling menyakitkan.

Dan begitulah, mereka melangkah jauh dengan perasaan itu hingga terlambat untuk kembali lagi, dipesonakan oleh sebuah kekuatan yang asal-usulnya tak mereka ketahui dan kekuatan itu terlalu hebat untuk dapat mereka lawan.

🌾🌾🌾


Bagi Qays, Layla bak matahari, yang merambat naik di langit hatinya dengan keindahan dan sinar yang tak ada bandingannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bagi Qays, Layla bak matahari, yang merambat naik di langit
hatinya dengan keindahan dan sinar yang tak ada bandingannya.
Hari demi hari, cahaya yang dipancarkan Layla semakin terang,
menerangi tak hanya dunia Qays namun juga dunia mereka-mereka
yang beruntung dapat berjumpa dengannya.

Orang bilang cinta pertama adalah yang terhebat, dan bahwa kenangan pertama itu takkan pernah hilang. Bagi Qays dan Layla, hal ini benar adanya. Begitu besarnya kebahagiaan yang mereka rasakan hingga mereka tak berani mempertanyakannya, karena mereka takut perasaan itu akan
hilang secepat datangnya.

Qays tahu betul bahwa bocah-bocah lelaki lainnya pun tertarik pada Layla, namun ia juga tahu bahwa mereka tak mendambakan Layla sebesar dirinya, jadi ia tak memedulikan aksi-aksi jenaka teman-temannya. Namun pada saat yang bersamaan ia juga merasa gelisah akan takdirnya. Ia menyadari bahwa dengan kecantikan Layla yang luar biasa, akan selalu datang godaan. Ia tahu bahwa akan ada seseorang - atau sesuatu - yang muncul di antara mereka berdua.

Tiba-tiba saja situasi berubah dan apa yang semula dianggapnya sempurna kini mulai tampak memiliki kecacatan. Secara perlahan, nyaris tak terasa, sebuah awan hitam kecil mulai muncul di hadapannya.
Tapi bukankah memang permasalahannya selalu seperti itu? Tak ada yang abadi: segala sesuatu di dunia ini bersifat sementara dan telah ditakdirkan untuk mati suatu hari nanti.

Sementara kedua bocah yang sedang jatuh cinta ini tenggelam dalam sinaran cinta masing-masing, menenggak anggur dan menikmati firdaus yang membuat mereka lupa diri. Mata dunia terarah kepada mereka. Apakah yang lainnya menyadari apa yang sebenarnya terjadi antara Qays dan Layla? Apakah mereka melihat kedua bocah itu saling mencuri pandang? Dapatkah mereka membaca pertanda itu dan memecahkan tanda-tanda cinta rahasia yang mengikat hati kedua bocah itu? Siapa saja yang mengetahui hal itu dan seberapa banyakkah yang mereka ketahui? Tak ada yang berkata apapun, hingga suatu hari, terdengar sebuah suara berucap, "Apakah kau belum mendengar bahwa Qays dan Layla sedang jatuh cinta?"

Perlahan, kedua bocah yang sedang dilanda cinta itu menyadari betapa butanya mereka selama ini. Selubung itu telah terbuka, dinding itu telah runtuh, dan kini telah tiba saatnya untuk beraksi. Demi menyelamatkan diri dan juga cinta mereka, kedua bocah itu berusaha untuk meredakan tatapan mata mereka yang tajam ke arah satu sama lain dan menutupi bibir-bibir mereka yang haus akan ungkapan cinta.

Namun hasrat dan kewaspadaan kadangkala saling bercampur
aduk, dan mereka tak sanggup menutupinya di hadapan publik. Apa yang harus dilakukan oleh Qays? Jiwanya adalah cermin bagi sinar yang dipancarkan oleh Layla: bagaimana caranya ia dapat menyimpan sinar itu untuk dirinya sendiri? Layla menyinarinya bagai matahari yang bersinar terik di siang hari: bagaimana mungkin sinar yang seterang itu dapat disembunyikan? Bagaimana mungkin ia bisa memalingkan diri dari sesuatu yang paling berarti dalam hidupnya, bahkan dalam waktu sedetik saja? Hati Qays bertentangan dengan logika, dan seberapa
pun beratnya ia berusaha menyembunyikan cintanya untuk Layla, ia tetap mengalami kegagalan. Bersama Layla, ia merasa serbuan panah cacian yang diluncurkan oleh seribu busur; namun tanpa Layla, kesedihan menusuk-nusuk jantungnya bagai pisau tajam.

Qays tak menemukan jalan keluar dari kesulitan ini dan ia semakin larut dalam kebingungan. Selain telah kehilangan hatinya, kini ia juga kehilangan akal sehatnya. Yang dapat dilakukannya hanyalah berjalan berputar-putar dalam keadaan tak sadar, mengungkapkan
kekagumannya atas kecantikan serta kebaikan Layla kepada siapa saja yang ia temui. Semakin banyak orang yang berjumpa dan mendengar ucapannya, semakin menggila dan aneh pula kelakuannya. Dan ke mana pun ia melangkah, banyak orang yang menatapnya dan menunjukkan
jari ke arahnya, tertawa-tawa, mencemoohnya dan berkata, "Ini dia si
orang gila, si 'majnun'!"

Bagi suku Layla, situasi ini tak dapat ditolerir, karena tidak saja menyangkut nama baik Layla, namun juga nama baik suku menjadi taruhannya. Apakah benar jika integritas mereka dipertanyakan dan nama baik mereka dinodai oleh si bocah gila dari Banu Amir ini? Apakah benar
reputasi Layla ternoda? Mereka harus segera bertindak.

Hal pertama yang mereka lakukan adalah melarang Layla untuk keluar dari tendanya. Seorang penjaga bertugas untuk menjaga bagian depan tenda dan diperintahkan agar menangkap Qays jika ia mencoba untuk mendekati Layla. Begitulah yang terjadi, mereka menyembunyikan sang rembulan
dari gonggongan anjing pemburu.

Tak ada yang dapat dilakukan atau diucapkan oleh Layla untuk mencegahnya. Ia harus menyembunyikan kesedihannya-kesedihan yang mengancam akan merobek hatinya menjadi dua. Hanya saat sendirian sajalah ia melepaskan topengnya dan membiarkan air mata kesepian jatuh menetes di pipinya.

Layla & Majnun | Kisah Cinta Klasik dari Negeri TimurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang