9. Pendarahan?
︎▪︎▪︎▪︎
"Sa ... Saga?" Zoe kaget begitu melihat Saga di depan rumahnya. Cewek yang memakai daster bunga iitu buru-buru ingin menutup pintu rumahnya kembali tapi di tahan oleh Saga.
"Gue mau ngomong sama lo!"
Zoe menggeleng ketakutan. Setelah insiden di sekolah kemarin, hari ini Zoe izin tidak masuk sekolah. Cewek itu ketakutan jika harus bertemu Saga kembali. Apa lagi cowok itu menyuruhnya untuk menggugurkan kandungannya. Bayinya sendiri.
"Pergi! Pergi kamu!" teriak Zoe sembari berusaha menutup pintu rumah yang masih di tahan oleh Saga.
"Owi..."
"Gak! Saya gak mau gugurin bayi di dalam sini!" teriaknya. "Pergi! Pergi kamu!"
"Owi, gue ..."
"Meski bayi ini tidak pernah saya inginkan dan semua ini terjadi karena ulah kamu!" Zoe mengambil napas. Ia mengelus perutnya yang sudah memasuki minggu kedelapan, lalu menatap Saga terluka. "Tapi saya gak akan menggugurkannya," lirihnya.
Napas Saga tercekat mendengarnya. Lagi-lagi rasa bersalah itu tumbuh dan itu membuat Saga malu mengakuinya.
Andai... andai saja ia tidak melakukan hal itu, mungkin saja Zoe tidak menderita seperti ini. Andai ... andai saja.
"Sa...Saga, saya mohon, biarin saya hidup dengan tenang bersama bayi yang saya kandung ini."
"Tapi, tapu gue ..."
"Saya gak akan meminta kamu untuk bertanggung jawab tapi tolong, tolong jangan ganggu saya lagi. Biarkan saya hidup dan merawat bayi di dalam kandungan saya ini. Saya mohon, Saga."
Saga melepaskan gagang pintu rumah Zoe. Cowok itu tertunduk lesu begitu mendengar permohonan Zoe dengan suara lirihnya.
"Ini, ambil lah." Saga mengeluarkan secarik kertas yang ternyata adalah selembar cek dengan total yang sangat banyak. "Mungkin permintamaafan dari gue gak ada artinya lagi bagi lo, tapi setidaknya dengan ini rasa bersalah gue sedikit berkurang sama lo, Wi."
"Saya gak butuh!"
"Owi, gue mohon. Ambil lah ini dan beri kehidupan yang layak untuk bayi di dalam kandungan lo. Gue udah tulis nominalnya dan ini akan cukup buat lo ngidupin bayi ini sampai beberapa tahun."
"Saya masih sanggup untuk...."
Saga mengenggam kedua tangan Zoe. Netranya menyorot memohon dan Zoe terdiam untuk beberapa saat.
"Semoga lo dan bayi lo bahagia." Saga tersenyum begitu Zoe akhirnya mengambil cek tersebut.
"Sampai kapan pun gue bakal tetap cinta sama lo. Dan maaf untuk semua yang udah gue perbuat ke lo. Goodbye Owi."
▪︎▪︎▪︎
"Liam?" Ervan menatap terkejut kearah pria dewasa dengan setelan formal yang sedang berdiri di depan pintu apartementnya.
"X, sir Thomas menyuruh Anda untuk kembali–"
"Pergilah, saya sedang tidak ingin di ganggu untuk saat ini Liam," sela Ervan memotong ucapan Liam yang belum selesai.
"Tapi X, Anda–"
"Katakan padanya saya akan kembali jika saya ingin."
Liam menatap Ervan cukup lama. Lalu pria itu mengangguk dan berbalik badan berniat pergi dari sana. Tapi sebelum itu, Liam mengatakan sesuatu kepada Ervan membuat sang empu terkejut mendengarnya.
"Sebelum terlambat temui Ayah mu, X." ucap Liam yang kini sudah tidak berbicara formal lagi.
"Kesehatan Ayah mu semakin hari kian memburuk, di tambah adik mu, Saga, yang selalu membuat masalah dan itu memperburuk kondisi sir Thomas."
"Apa ayah selalu meminum obatnya?"
Liam mengeleng dan itu membuat Ervan marah. Pria itu mencengkram kerah baju Liam dengan air muka menahan gejolak emosinya.
"Kenapa kau tidak memberitu saya lebih awal tentang kondisi ayah, Liam!" teriak Ervan.
Ervan langsung melepaskan cengkraman pada kerah baju Liam begitu mendengar ponsel Liam berdering.
"Jawablah," suruh Ervan pada Liam.
"Pak, Saga kini berulah lagi. Dan ini masalah sangat rumit," ucap sang penelpon pada Liam.
"Katakan! Masalah apalagi yang di perbuat oleh bocah itu," sahut Liam, sesekali pria berjas itu mencuri pandang kearah Ervan.
"Saga ... Saga menghamili seorang gadis, Pak. Dia menghamili teman sekolahnya sendiri."
▪︎▪︎▪︎
Bantu support aku dong biar cerita ini bisa aku tamatin tanpa kendala 👉👈
Jujur, nulis cerita ini bagi aku susah-susah gampang gitu😭😭 iya lah, namanya juganya penulis amatiran😁 wkwk
Oke, sekian curhat dari aku. See u❣
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Pak Dokter!
Teen FictionErvan Adimas hanyalah pemuda yang sedang menjalani koas di RS Pelita. Memasuki tahun pertama di RS ia di buat kelabakan oleh gadis bersurai coklat yang mengaku sebagai istrinya. "Saya kangen ..." Ervan terdiam membeku saat seorang gadis tanpa rasa m...