HPD - S E M B I L A N B E L A S

801 67 3
                                    

Langkah yang tadinya berlari kini melamban. Napas gadis itu tidak beraturan. Lalu ia jatuh bersimpuh dengan kedua kaki tanpa alas.

Sesekali dia menengok ke belakang dengan gelisah. Wajahnya kumal dan dahinya dipenuhi peluh. Rambut panjangnya yang acak-acakan, juga beberapa bagian bajunya yang sobek sangat memprihatinkan.

"Ketemu kau!"

Gadis itu tersentak kaget mendengar suara yang sudah sangat dia kenal. Dia tidak berani mengangkat wajahnya dan menatap orang itu. Gadis itu ketakutan.

Perlahan dia mengeser mundur tubuhnya saat kaki itu bergerak maju.

"Ayo ikut saya!"

Dengan sekali cekalan gadis itu langsung di paksa berdiri. Dia memberontak tapi tenaganya tak sebanding dengan tenaga laki-laki ini.

"Arini," desis laki-laki itu dengan mata tajamnya menatap gadis bernama Arini tersebut. "Nurut atau gue telanjangin lo di sini!"

Arini langsung diam mendengar ancaman itu. Air matanya sedari tadi tidak berhenti. Dia menangis juga ketakutan.

"Tidaakkkk...."

Gadis itu langsung terjaga dari tidurnya. Napasnya tidak beraturan. Ternyata itu hanya sebuah mimpi buruk.

Arini bernapas lega lalu mengambil segelas air di atas nakas di samping tempat tidurnya dan meminumnya.

"Xervan," lirihnya tanpa suara.

▪︎▪︎▪︎

"Semoga aja pak dokter suka." Zoe menghirup aroma masakannya. Lalu ia mengambil kotak bekal dan memasukkan nasi goreng ke kotak itu.

Gadis itu tersenyum lebar membayangkan Ervan akan suka dengan nasi gorengan buatannya.

Tanpa Zoe sadari di belakang tubuhnya berdiri dua orang dengan penutup di kepala. Pria yang lebih tinggi dari temannya itu memukul tenguk Zoe dengan keras sehingga Zoe jatuh tak sadarkan diri.

***

"Pak, tugas telah kami selesaikan. Gadis itu berada di dalam dan masih tidak sadarkan diri," ujar seorang pria berbicara melalu via telepon.

"......"

"Baik pak."

Lalu sambungan telepon itu berakhir.

"Boss gadis itu telah sadar."

Orang yang di panggil 'Boss' itu menoleh, lalu berjalan menuju ke sebuah ruangan dengan pencahayaan yang minim.

"Siapa kalian?!" teriak Zoe di sudut ruangan dengan kedua tangan dan kaki yang terikat.

"Kenapa tidak kau makan makanan itu?" tanya Boss tanpa mau menjawab pertanyaan yang menurutnya tidak penting.

"Saya tidak lapar," jawab Zoe.

Boss menghela napas. "Kau ambil makanan itu," suruhnya pada bawahannya.

"Untuk beberapa hari, mungkin," ucap Boss sedikit ragu. "Kau akan tetap berada di sini."

Zoe langsung memberontak setelah mendengarnya. "Tidak! Tolong lepaskan saya, saya mohon pak."

"Kami hanya menuruti perintah atasan kami, jadi kau cukup diam dan turuti perintah saya, mengerti?"

Zoe menggeleng. "Pak tolong lepaskan saya. Saya–"

"Kami tidak akan menyakiti mu jadi tenanglah."

Setelah berkata demikian, kedua pria itu pergi meninggalkan Zoe yang masih ketakutan.

▪︎▪︎▪︎

"Ervan."

"Ya, Dok?"

"Bisa ke ruangan saya sebentar?" ucap Dokter Rio lalu pergi dari tanpa mendengar ucapan Ervan terlebih dahulu.

Ervan mengernyitkan dahinya. Lalu ia pamit pada rekan kerjanya untuk menemui Dokter Rio di ruangannya.

"Kenapa, Van?" ujar Ardi bertanya.

Ervan mengangkat kedua bahunya karena memang dia tidak tahu. "Gak tahu gue."

"Lo liat gak sih raut wajah Dokter Rio tadi? Kayak ada sesuatu gitu," celetuk Lina sambil mencatat laporan di bukunya.

"Gue duluan ya," ucap Ervan.

***

"Duduklah," kata Dokter Rio pada Ervan.

Ervan menurut. Ia duduk dan menatap Dokter Rio yang sedang mencari sesuatu di laci meja kerjanya.

"Ini," kata Dokter Rio mengeluarkan sebuah laporan pasien dan foto seorang gadis, lalu menunjukannya pada Ervan. "Dia Arini Ale, kan? Orang yang lo cari beberapa bulan ini."

Ervan terkejut. Pria itu jadi bertanya-tanya dari mana Dokter Rio tahu kalau ia sedang mencari Arini. Dan, dari mana Dokter Rio mendapatkan foto ini?

"Dokter, Anda..."

"Saya tau semuanya, X."

Ervan lagi-lagi terkejut untuk kedua kalinya. Pria itu menatap foto Arini dan Dokter Rio secara bergantian.

"Saya utusan Sir Thomas, X." Seolah tahu dengan kebingungan dan keterkejutan Ervan, Rio langsung memberitahu.

"Beliau meminta saya menjaga–"

"Kau memata-matai sayaa?" Potong Ervan cepat. Persetan dengan sopan santun meski Rio adalah seniornya. Tapi ia tidak terima kalau gerak geriknya selama di RS di awasi oleh orang. Apalagi orang itu adalah Rio.

"X, kau salah paham. Saya–"

"Di mana Arini?" ucap Ervan berusaha menahan amarahnya.

"X..."

"Saya tanya di mana Arini sekarang!"

Rio menghela napasnya. Pria itu bersendar pada kursi kerja lalu memberi Ervan sebuah kunci.

"Lantai 4 di ruangan VIP 5."

Ervan langsung mengambil kunci tersebut dan keluar dari ruang kerja Dokter Rio. Pria itu bergegas menuju lantai 4, di mana Arini berada.

"Sir, saya sudah memberi tahu Tuan, X."

︎▪︎▪︎


TETAP UPDATE MESKI NGARET ALIAS LAMA

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

TETAP UPDATE MESKI NGARET ALIAS LAMA. HAHA..

NEXT NYA MAU KAPAN NI??
KOMEN YA!!!


Hello, Pak Dokter!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang