Masa lalu.
Langkah pria itu sangat terburu-buru. Di belakangnya ada beberapa pria bertopeng yang sedang mengejarnya.
Entah hal apa, atau kesalahan apa yang sudah ia lakukan sehingga dalam seminggu ini pria bertopeng itu terus menerus membuntutinya.
Napas pria itu memburu, sesekali ia menoleh kebelakang untuk memastikan kalau orang yang membuntutinya sudah pergi. Tapi nihil, orang itu masih tetap mengikutinya kemana pun ia pergi.
Sampai di gang buntu Alex mengumpat. Sial! Kenapa harus ada gang buntu di sini? pikir pria itu dengan kesal.
"Mau apa kau?!" teriak Alex frustasi. "Aku tidak punya masalah dengan siapa pun, tapi kenapa kau terus mengikuti ku dan mengganggu keluarga ku."
Pria bertopeng itu tertawa. Selangkah demi selangkah mereka berjalan mendekati Alex.
"Serahkan perusahaan mu pada Thomas dan aku tidak akan mengganggu mu atau keluarga mu lagi," ancamnya.
"Thomas?" beo Alex terkejut. "Kau... kau siapa? Apa maksud dengan perkataan mu tadi?"
"Aku tidak akan mengulangi perkataan ku lagi Tuan Alex yang terhormat. Dan kau mungkin sudah tahu apa yang aku maksud tadi." Pria itu menyeringai di balik topengnya.
Alex mengelengkan kepalanya. Tidak. Tidak mungkin sahabatnya berbuat seperti itu padanya.
"Kau bohong! Thomas sahabat ku tidak mungkin menusuk..."
"Tapi kenyataannya memang seperti itu. Sahabat sendiri mengkhianati mu Tuan Alex," sela pria bertopeng itu.
"Alex!" panggil seorang pria yang tiba-tiba datang. Napas pria itu memburu serta rambutnya yang acak-acakan. Beberapa lebam di wajahnya sangat kontras dengan kulit putih pria tersebut.
"Pengkhianat! Kau seorang pengkhianat," desis Alex.
"Tidak! Aku tidak pernah menghianati mu, aku..."
Dor!
Belum sempat Thomas menyelesaikan ucapannya, suara tembakan terdengar. Mata Thomas membulat, sebuah kejadian yang tidak pernah ia inginkan terjadi.
"Cabut!"
Lalu para pria bertopeng itu pergi.
▪︎▪︎▪︎
Masa kini.
Setelah menunggu hampir satu jam akhirnya hujan reda juga. Cewek itu berdiri setelah menghentikan angkot lalu ia naik ke angkot tersebut.
"Neng ini mau berhenti dimana, ya?"
Zoe tersadar dari lamunannya. Cewek itu melihat keluar dari jendela angkot lalu meringis pelan.
"Aduh, udah lewat ini pak," ucapnya. "Ya udah aku turun disini aja pak, makasih ya." Lanjut cewek itu sembari menyerahkan ongkos pada sang supir.
Sore itu hujan turun. Zoe mendongak menatap langit yang sedang menangis. Cewek itu mengelap air hujan yang jatuh mengenai wajahnya.
Lalu kaki itu berlari menuju halte yang tidak jauh darinya ketika hujan semakin deras.
Hacim!
Zoe reflesk menoleh mendapati seorang laki-laki bersin. Lalu pendangan mereka bertemu.
"Cla..." panggil laki-laki itu dengan kaget.
Zoe menolehkan kepalanya ke kiri dan ke kanan memastikan kalau laki-laki itu bukan memanggilnya, tapi nyatanya di halte tersebut hanya ia dan laki-laki itu. Tidak ada siapapun selain mereka.
"Ka...kamu ngomong sama aku?"
Hujan kian deras disertai angin kencang sehingga percikan air hujan itu mengenai Zoe. Mau tidak mau cewek itu bergeses ke tengah mendekat pada laki-laki itu.
"Kamu baik-baik aja, kan selama ini?" tanya laki-laki itu yang tak lain adalah Ervan.
"Baik, aku baik kok. Tapi kamu siapa, ya?"
▪
︎▪︎▪︎
Bukan so sibuk tapi aku emang sibuk. Mau update cepat tapi gak bisa karena gak ada waktu.
Meski begitu aku harap kalian tetap dukung cerita ini.
Teruntuk pembaca setia cerita ini dan pembaca baru aku ucapin terima kasih.
Terima kasih sudah mau membaca cerita ini.
Terima kasih sudah mau memvote dan komen di cerita ini.
Dan terima kasih untuk dukungannya untuk cerita ini.Mau next kapan??
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Pak Dokter!
Novela JuvenilErvan Adimas hanyalah pemuda yang sedang menjalani koas di RS Pelita. Memasuki tahun pertama di RS ia di buat kelabakan oleh gadis bersurai coklat yang mengaku sebagai istrinya. "Saya kangen ..." Ervan terdiam membeku saat seorang gadis tanpa rasa m...