HPD - E N A M B E L A S

937 77 22
                                    

Sengaja up lebih cepat, hehe😋 karena dapat notif dan ada beberapa pembaca baru yg masukin cerita ini di LIBRARY nya.

Btw, aku sangat berterima kasih untuk itu. Semoga suka❤

▪︎▪︎▪︎

Suasana di sore hari ini sedap-sedap ngeri. Anjayy canda ngeri wkwkwk.
Suasana di sore hari ini terlihat mendung. Waktu sudah menunjukkan pukul 16.45 wib tapi nampak seperti malam.

Angin kencang di sertai kilatan petir membuat Zoe terbangun dari tidurnya. Ternyata jendela di ruang rawatnya belum di tutup sehingga Zoe terpaksa bangun dan turun dari ranjang untuk menutup jendela tersebut.

"Mungkin suster lupa menutupnya," pikir Zoe. Sebelah tangannya memegang infus, dan sebelahnya lagi menutup jendela.

"Cla." Ervan menghampiri Zoe dan menuntunnya kembali ke ranjang. "Kamu ngapain tadi?" tanya nya.

"Tadi anginnya kenceng banget pak dokter jadi jendelanya mau saya tutup. Dingin, soalnya kayak mau hujan gitu."

Tiba-toba hujan turun dengan lebatnya. Kedua insan tersebut memandang kearah jendela yang tidak tertutupi gorden sehingga terlihat dengan jelas hujan turun di luar sana.

"Jadi ke inget masa kecil. Maunya mandi hujan aja."

Ervan menoleh. Lebih tepatnya menatap Zoe setelah bergumam mengenang masa kecilnya.

"Kamu suka mandi hujan, Cla?"

Zoe mengangguk dengan senyum mengembang. Binar matanya pun terlihat senang saat Ervan bertanya seperti tadi.

"Suka banget pak dokter," serunya. "Pak dokter tahu? Hampir setiap kali hujan pasti saya bakal mandi hujan sama teman saya."

"Tapi..." mendadak nada bicara Zoe berubah. Cewek itu kini terlihat sedih dengan mata berkaca-kaca. "Saat itu hujan lebat, saya dan teman saya bermain hujan-hujanan seperti biasanya. Keesokan harinya saya bertemu dengan dia untuk terakhir kalinya pak dokter."

De javu. Ervan merasa de javu dengan cerita yang Zoe ceritakan padanya. Sepertinya Ervan pernah mengalami hal serupa tapi ia tidak tahu apa itu?

"Teman saya pindah ke kota lain dan sampai saat ini saya tidak tahu kabar dia seperti apa. Jangankan untuk bertukar kabar, melihatnya saja saya tidak pernah lagi." Zoe tersenyum. Ia menghapus air mata yang sempat jatuh di pelupuk matanya. "Mungkin sekarang dia seumuran kayak pak dokter."

"Kalau boleh tahu nama teman kamu itu siapa, Cla?"

"Xe–"

"Ervan," ucap Rindi memanggil Ervan di ambang pintu. Ervan menoleh menatap rekannya. "Ada yang nyari lo di lobby."

"Cla, saya tinggal dulu ya, kamu sekarang istirahat lagi biar besok sudah boleh pulang."

Zoe mengangguk antusias mendengarnya. "Besok saya udah di bolehin pulang pak dokter?"

"Hm," Ervan mengangguk lalu pergi dari sana menyisakan Rindi dan Zoe.

Keduanya saling bertatap cukup lama tanpa ada yang ingin membuka suara. Zoe menghela napas kemudian berbaring, sepertinya ia akan beristirahat lagi seperti perintah dari Ervan tadi.

"Gue udah pernah ingetin lo ya! Tapi kenapa lo masih deket-deket sama Ervan?" Akhirnya Rindi membuka suara terlebih dulu. Wanita berprofesi sebagai dokter muda itu masuk lebih dalam ke ruang rawat Zoe. "Atau lo emang kayak gini? Kegatelan, iya?"

"Memangnya Anda siapanya pak dokter?" ucap Zoe dengan berani. Entah keberanian dari mana yang Zoe dapatkan sehingga ia bisa berkata seperti itu kepada Rindi, yang jelas Zoe tidak akan lemah lagi. Ia tidak mau di tindas dan tertindas lagi

"Lo budeg ya!" Rindi berseru setengah berteriak. "Gue tunangannya Ervan asal lo tahu."

"Anda bicara ngawur ya?" Zoe terkekeh kecil. "Sejak kapan Anda tunangannya pak dokter, kalau dia saja menganggap Anda sebagai rekannya."

Napas Rindi memburu mendengarnya. Lancang sekali Zoe berbicara seperti itu padanya!

"Lo–"

"Dokter Rindi, Anda di panggil Dokter Rio ke ruang kerjanya sekarang," ucap Lina di ambang pintu.

Rindi segera mengatur napasnya dan merubah ekspresinya. Wanita itu tersenyum kepada Lina. "Sebentar lagi gue kesana. Makasih ya Lin," seru Rindi kepada Lina yang sudah pergi dari ruang rawat Zoe.

Rindi kembali menatap Zoe. "Urusan kita belum selesai!"

▪︎▪︎▪︎

"Dokter Rindi," sapa pria setelan formal nan rapi pada Rindi lorong RS.

Rindi menghentikan langkahnya, menatap pria yang tidak asing baginya. "Sia–"

"Bagaimana kabar Anda, Dokter Rindi?"

Rindi membalas jabat tangan tersebut dan tersenyum canggung. "Baik."

"Liam?" ucap Ervan yang tiba-tiba datang. "Ada apa kau ke sini?"

Rindi manautkan alisnya. Sekarang ia ingat siapa pria yang menyapanya itu. Dia adalah Liam, asisten Thomas Alexandre, salah satu pengusaha terkaya di Indonesia dan yang pernah ia tolong.

Tapi, tunggu! Ervan tadi memanggil nama 'Liam', kan? Itu berarti Ervan juga kenal dengan pria itu.

"Tidak ada. Saya hanya mampir dan kebetulan bertemu dokter cantik ini, X."

Ervan mengalihkan tatapan dari Liam pada Rindi yang berdiri tak jauh darinya. Tubuh Ervan membeku. Jangan sampai Rindi tahu yang sebenarnya.

"Ervan, lo kenal sama dia?" bisiknya pada Ervan.

Ervan ingin menyangkal dan berbohong kalau ia tidak mengenal Liam. Tapi, nasi sudah menjadi bubur, ia hanya mengangguk.

"Tidak. Tapi yang gue tahu kalo dia orang yang selalu muncul di tv dan koran," jawab Ervan berbisik. "Lo kenal dia, Rin?"

"Pak Liam," sapa Rindi tersenyum. "Kenalkan ini rekan kerja saya, Ervan. Dan Ervan ini Pak Liam asisten Thomas Alexandre pengusaha terkaya ke empat di Indonesia."

▪︎▪︎▪︎

Segini dulu ya untuk part 16 nya🤭😂

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Segini dulu ya untuk part 16 nya🤭😂

Spam komen dong!

Salam sayang dari pak dokter❤

Hello, Pak Dokter!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang