HPD - 22

789 55 4
                                    

Perhatian!

Jangan lupa pencet bintang dan kasih emot ya, 🐣 biar aku lebih semangat up cerita ini. Hehe...

*part terpanjang yang pernah aku bikin*
😂😂

▪︎▪︎▪︎

"Ee.. eee jangan gerak-gerak dulu, lo tuh masih butuh istirahat, Ni." katanya sembari membantu Arini duduk lalu meletakan satu bantal di belakang tubuh Arini agar cewek itu lebih nyaman saat bersandar.

"Ada yang sakit? Atau lo butuh sesuatu, hm?" tanyanya kemudian.

Arini masih diam, ia hanya menatap gelas kosong di atas nakas lalu kembali menatap Ervan.

"Lo haus?" ucap Ervan setelah tahu maksud kode dari mata Arini padanya. "Gue ambilin air minum dulu."

Dua menit kemudian Ervan kembali datang dengan nampan yang ia bawa. Bukan hanya air minum yang ia bawa, ternyata pria itu juga membawa sepiring buah apel yang sudah di potong dan juga semangkuk bubur ayam untuk Arini.

"Nih sekalian di makan biar lo cepat pulih."

Arini menerima nampan pemberian Ervan dan menaruhnya di atas pahanya. "Makasih," ucapnya tulus setelah ia minum menghilangkan rasa dahaganya.

***

"Maaf sudah membuat Anda menunggu lama pak Liam."

Pria bersetelan serba hitam itu menganggkat pandangannya, menatap lawan bicaranya yang seorang wanita dengan senyum simpul lalu mereka saling berjabat tangan.

"Duduklah."

Wanita tersebut duduk berhadapan dengan Liam dengan meja bundar yang menjadi pembatasnya.

"Apa boleh saya bertanya tentang pak Liam yang–"

"Panggil Liam aja. Gue berasa jadi tua kalo di panggil bapak-bapak sama lo," ucap Liam lalu terkekeh pelan. "Lagi pula sepertinya umur kita tidak terlalu jauh bukan?"

Wanita yang tak lain adalah Rindi itu meringis kecil lalu menganggukan kepalanya.

Seolah tau apa yang di pikirkan Rindi padanya, Liam langsung mengimbuhkan. "Gue gak makan orang kok jadi lo santai aja sama gue."

"Permisi," Rindi menghela napasnya lega begitu seorangan wanita pelayan di cafe itu datang di saat yang tepat.

"Silakkan di nikmati, mari mas, mbak." Lalu waiters itu pergi setelah meletakkan ice caffelatte gula aren dan milkshake strowberry.

"Pak– ehh, maksud gue kok bisa lo tau kalo gue suka sama minuman ini?" ucap Rindi sambil mengaduk-aduk minumannya. Lalu wanita itu meminumnya membuat Liam melongo.

"Rin itu minuman gue."

Uhuk... uhuukkk...

Rindi terbatuk-batuk setelah Liam mengatakan kalo minuman yang tadi ia minum adalah milik pria itu.

"Jadi ice caffelatte ini?"

Liam menggeleng. "Itu minuman gue. Minuman lo yang gue pesenin itu, ini." Tunjuknya pada milkshake strowberry.

"Sorry, gue gak tau." Rindi meringis. Menatap Liam segan bercampur malu.

"Gapapa, gue masih bisa pesen satu lagi kok."

Hello, Pak Dokter!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang