HPD - E M P A T B E L A S

947 93 20
                                    

"Bagaimana? Apa kau sudah menyelidiki kenapa Saga begitu khawatir tadi malam, Liam." ucap Thomas dengan suara baritonnya.

"Ya sir. Saga khawatir karena temannya kecelakaan," jawab Liam sedikit berbohong.

Thomas memutar kursinya menghadap Liam yang berdiri menjulang di depannya. "Hanya itu?" ucap Thomas tidak yakin.

"Ya sir."

Thomas nampak berpikir. Setelah terdiam beberapa saat lalu pria itu menyuruh Liam untuk menyiapkan agenda hari ini.

"Baiklah," Thomas bakit dari duduknya. "Siapkan Agenda tiga hari ke depan, dan....." Thomas menjeda. Ia menghela napas lalu pergi dari ruangan tersebut setelah mengatakannya pada Liam.

".... beli bunga Lili untuk istri saya."

▪︎▪︎▪︎▪︎

Hari ini kegiatan Ervan di RS tak banyak. Ia hanya mengecek beberapa pasien lalu selesai.

Pria itu juga meminta izin pada dokter Rio untuk selesai lebih cepat karena ada hal yang ingin ia lakukan.

"Rin, gue duluan ya." Ervan menepuk pundak Rindi sekali lalu bersiap untuk kembali ke ruangannya.

"Lo udah selesai?" tanya nya sebelum Ervan pergi.

"Udah."

Rindi mengangguk tanda mengerti. "Lo sebenarnya mau kemana sih? Kok buru-buru gitu."

"Bukan apa-apa," jawab Ervan cepat. "Udah dulu ya Rin, bye."

Ervan langsung mengambil ancang pergi dari sana. Pria itu sudah menyiapkan bunga untuk satu-satunya orang yang sangat spesial untuknya.

Ervan langsung berhenti ketika berada di lorong dekat ruangan Zoe di rawat. "Keadaan Clara bagaimana ya sekarang?" gumam Ervan.

"Apa saya jenguk dia sebentar ya?" ucapnya lagi.

Ceklek...

Zoe langsung menoleh ketika mendengar pintu di buka. Di sana Ervan berdiri dengan senyumannya.

"Pak dokter," lirih Zoe pelan.

Ervan langsung mendekat, "Kamu tiduran aja," cegahnya saat Zoe ingin bangkit dari tidurnya.

"Keadaan mu bagaimana? Apa perut mu masih sakit, hm?"

"Saya sedikit lebih baik kok pak dokter," jawab Zoe.

"Syukurlah kalau begitu." Ervan menjeda. "Cla, boleh saya nanya sesuatu sama kamu?" ucap Ervan hati-hati.

"Pak dokter mau nanya apa ya?"

"Begini...." Ervan sedikit ragu untuk menanyakannya. Tapi mau bagaimana lagi ia sudah terlanjur ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. "Apa orang yang menghamili kamu itu Saga?"

Zoe terbelalak kaget mendengar pertanyaan yang di ajukan Ervan untuknya. Cewek itu memutuskan kontak matanya dan bergerak gelisah di atas brankar.

Melihat gelagat dari Zoe terjawablah sudah bahwa apa yang ia pikirkan itu benar. Ternyata Saga, adiknya yang melakukan hal keji itu pada Zoe.

"Pa...pak dokter, saya... saya," Zoe terbata-bata. Tak lupa ia juga meremas jari-jarinya dengan gelisah.

"Sudah tidak perlu di jawab," ucap Ervan menenangkan. "Maaf jika yang saya tanya itu membuat kamu tidak nyaman."

Zoe menggeleng, cewek itu berusaha terlihat untuk baik-baik saja dengan senyum tipis yang ia perlihatkan.

"Ya sudah kalau begitu kamu istirahat lagi, saya masih ada hal yang harus saya urus." kata Ervan menyudahi.

Ervan bangkit dari duduknya. Ia mengusapkan puncak kepala Zoe lalu pamit pergi setelahnya. "Cepat sembuh, Cla."

"Terima kasih pak dokter," batin Zoe sambil menatap punggung Ervan yang hilang di balik pintu.

▪︎▪︎▪︎▪︎

"Mah, apa kabar?" ucap Ervan pelan. "Ervan bawa bunga kesukaan mamah nih." Ervan meletakan bunga yang ia siapkan di atas pusara mamahnya.

"Ervan mau cerita banyak sama mamah tapi...."

Ervan menjeda. Pria itu akhirnya menangis karena tidak tahan lagi menahan rindu pada cinta pertamanya. Mamahnya.

"Setelah kepergian mamah, disini Ervan kesepian." Bak anak kecil Ervan mengadu, bercerita pada batu nisan bertuliskan Lilian.

"Kemarin Ervan bertemu Saga lagi mah." Ervan menyeka air matanya. "Ervan kangen banget sama mamah, sama Saga tapi..."

".... tapi Saga sekarang udah benci sama Ervan mah."

"Tuan X?"

Ervan menoleh, pria itu terkejut mendapati Liam berada disini sama sepertinya.

"Liam?" ucap Ervan bangkit dari jongkoknya. "Ngapain?"

"Saya hanya di suruh sir Thomas untuk meletakan bunga ini, X." Liam meletakan sebuket bunga Lili di atas gundukan tanah tersebut.

"Terima kasih Liam," ucap Ervan tulus.

"Anda tidak perlu berterima kasih X. Bagaimana pun juga ini sudah tugas saya sebagai asisten sir Thomas."

Ervan hanya mengangguk. "Keadaan Ayah bagaimana Liam?"

Saat ini keduanya sedang berjalan bersebelah menuju letak mobil terparkir.

"Sir Thomas sudah lebih baik X," jawab Liam.

Ervan berhenti tepat di samping mobil yang di bawa oleh Liam. "Liam, kunci mobil ini mana?"

"Maksud Anda apa X?"

"Saya bawa mobil ini dan kau bawa motor itu," tunjuk Ervan pada motor matic yang terparkir bersebelah dengan mobil Bugatti Vayron.

Liam tersenyum masam lalu menyerahkan kunci mobil tersebut. "Ini kuncinya."


"Liam jangan lupa kau antar motor itu ke Apartment saya." teriak Ervan dalam kursi kemudi lalu pergi dari sana dengan kecepatan sedang.

"Ya allah, gini amat jadi bawahan boss," ucap Liam mengeluh. "Pergi bawa mobil mewah eh pulangnya bawa motor butut. Apess.. apesss..."

▪︎▪︎▪︎

Spam NEXT dong, hehe

Selalu SUPPORT cerita ini ya❣

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selalu SUPPORT cerita ini ya❣

See you!

Hello, Pak Dokter!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang