FMS - 33

10.9K 989 74
                                    

A/N : Seburuk-buruknya perbuatan Jooheon, tolong jangan terlalu memakinya dengan bahasa yang sangat-sangat kasar, jika begitu sayalah yang merasa bersalah karena menggunakan Jooheon sebagai karakter cerita saya.

***

Di hari selanjutnya, Sarang pulang dengan keadaan sama. Bahkan perban-perban dari Papanya masih menempel dan ia menambah luka baru.

Namun kali ini, Jooheon benar-benar tak bisa diam. Sudah cukup ia melihat Changkyun yang menangis karena Sarang.

"Ikut Ayah."

Jooheon berkata sebelum Changkyun berucap. Sarang menghela nafas dan tersenyum pada Papanya.

"Aku baik-baik saja Pa."

"Setelah selesai Papa akan mengobati mu." Changkyun berucap cemas.

Sarang kemudian mengikuti Jooheon,

"Hyung jangan kasar padanya!" Changkyun setengah berteriak, ia takut Jooheon akan melakukan sesuatu pada Sarang. Ia bisa melihat raut muka Jooheon yang tak ramah seperti biasanya.

Ia paham betul bagaimana Jooheon, luar dan dalam suaminya. Dari yang lembut dan kejam pun ia tahu.

"Ibu? Kakak kenapa? Kakak baik-baik saja kan?" Areum memeluk pinggang Ibunya, menatap dengan sedih karena Kakaknya.

Changkyun tersenyum dan segera berjongkok untuk menyamakan tingginya dengan Areum.

"Kakak baik-baik saja, hanya latihannya yang semakin keras." Changkyun kemudian mengendong Areum, dan kembali untuk menonton. Ia memang tak paham dengan latihan bela diri atau apapun itu, maka ia selalu percaya apa yang dikatakan oleh Sarang.

Jooheon menghadap pada dinding kaca di ruang kerjanya, dibelakangnya ada Sarang yang tak tau akan berbuat apa.

Jooheon menghisap batang rokok, menghembuskan kepulan asap itu dan kemudian duduk di kursi kerjanya.

"Kau membolos latihan."

"Tidak, aku memang latihan." Sarang mengelak. Matanya tak fokus memandang Ayahnya.

"Papamu selalu menangis di pelukan Ayah, apa kau tau sakitnya Ayah saat air matanya menetes?"

"A–aku–"

"Jangan mengelak lagi, pelatih mengatakan kau bolos selama ini, katakan semuanya dengan jujur pada Ayah, Ayah janji akan merahasiakannya dari Papa."

Sarang mengepalkan kedua tangannya di samping tubuhnya, ia bimbang harus jujur atau tidak. Tapi ia sudah membuat Papanya menangis. Dan ia tak bisa mengelak ketika pelatihnya memberi tahu Ayahnya.

"Mereka menghina Papaku. Mereka mengatakan jika Papaku menjijikan dengan rahimnya, dan tak seharusnya laki-laki mengandung dan melahirkan. Lalu, mereka melecehkan Papa setelah tahu wajah Papa, mereka bilang ingin mencicipi Hole Papa...aku....aku hanya....."

"Sudah cukup". Jooheon menahan amarahnya. Rahangnya mengeras, wajahnya memerah, tangannya terkepal diatas meja.

"Hikss! A-AKU TAK SUKA MEREKA MENGHINA PAPAKU, PAPAKU HEBAT. ORANG HEBAT YANG MELAHIRKAN SARANG DISAAT AYAHNYA TAK MENGINGINKANNYA, APA SALAHNYA AKU MEMBELA PAPAKU?! APA SALAHNYA?! hiksss!"

Pelukan hangat Sarang terima, wajahnya terbenam di dada bidang Ayahnya. Sialnya ia tak sadar jika menangis.

"Sarang tidak salah, jika Ayah yang menjadi dirimu, mungkin Ayah sudah membunuh mereka."

"Papaku tidak pernah mengajarkan seperti itu." Sarang menjawab, namun tangannya membalas pelukan hangat Ayahnya.

Ia tak sadar selama ini jika Ayahnya sehangat ini. Ia membutuhkan Ayahnya, ia butuh sosok Ayah yang dapat menuntunnya. Rasa ini jelas berbeda dengan pelukan Papanya, bukan tak hangat. Tapi pelukan Papanya begitu menenangkan, sedangkan pelukan Ayahnya begitu melindungi.

For My Sarang ; JOOKYUN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang