44. heart to heart (2)

187 26 6
                                    

Setelah makan malam, mereka semua kumpul di ruang TV, tapi gak nonton acara TV, mereka malah nyari video seru di YouTube dan nonton bareng. Jujur aja, acara TV selain berita udah gak ada yang bisa dianggap seru lagi, kalaupun ada acara seru, iklannya banyak banget, entah yang emang iklan, atau iklan waktu acaranya lagi mulai. Malesin banget gak sie?

"Nonton Big Hero8 dong," pinta Ayra.

Mawan langsung ngambil flashdisk dan nyambungin ke TV. Pokoknya diotak-atik lah itu TV dan akhirnya film Big Hero8 muncul. Kartun guys, jadi aman untuk semua usia.

Mawan balik duduk disamping Aksa, dan Aksa langsung nyender ke Mawan, nyari posisi nyaman. Tangan Mawan sebelah kiri ngelus-elus kepala Aksa yang ada diatas dadanya, so sweet.

"Kalian tuh buat iri aja," kata Indra sambil manyun.

"Kenapa Kak Indra?" tanya Arka.

"Bunda sama Ayah sender-senderan, Aksa sama Mawan juga, terus dua bocil tuh, Wahib sama Hafzar. Aku juga pengen," kata Indra.

Ayra terkekeh mendengar ocehan Indra, "senderan sama Arka tuh,"

Arka menepuk bahunya, memberi sinyal kepada Indra untuk menyandar. Tapi, bukanya menyandar Indra malah mencubit pipi Arka gemas.

"Usil," gumam Indra gemas.

Arka terkekeh pelan, "ya dari pada jomblo-jomblo banget kan, kak," kata Arka.

"Kamu doang yang jomblo, aku mah ada pacar," Indra menjulurkan lidah pada Arka.

Arka berdecak, sedikit tidak terima dengan ejekan Indra, padahal kenyataannya memang tidak punya pacar.

Aksa tiba-tiba berdiri, semua mata melihat kearahnya dan dengan santai cengiran kuda ia berikan.

"Kebelet, sekalian mau cek hp," pamitnya dan berlari kearah kamar di lantai atas.

"Gak jelas banget anaknya Ataya," sinis Ayra.

"Ya," gumam Ataya merespon.

Ayra terkekeh lalu mencubit gemas pipi Ataya, seperti yang dilakukan Indra pada Arka tadi.

Aksa melangkahkan kakinya kedalam kamar, saat pintu kamar terbuka, Aksa seketika mematung. Matanya bergetar, serta tangan yang berada di hendle pintu pun seketika terjatuh lemas.

Disana, diatas kasurnya, ia melihat sosok yang mirip dengannya, sosok itu sedang menatap lurus kearah lantai kamar dan sepertinya tidak sadar dengan kedatangan Aksa.

"Abang," panggil Aksa ragu, suaranya bahkan tercekat.

Sosok itu tersentak dan refleks menoleh kearah Aksa. Raut wajahnya terlihat panik walaupun minimnya cahaya diruangan itu.

Mereka hanya terdiam, sama-sama takut dengan hal-hal yang muncul dalam pikiran masing-masing yang sebenarnya tidak akan terjadi. Tapi, ini lah mereka, dua jiwa yang dulunya tidak pernah berpisah, dan akhirnya berselisih paham hanya karena salah paham yang tidak menemukan titik. Mereka berdua sama-sama kabur, tidak ingin memperpanjang perseteruan yang sebenarnya tidak akan terjadi jika mereka duduk berhadapan dan membicarakan apa saja masalah mereka.

"Abang mampir?" tanya Aksa memberanikan diri, walaupun suaranya masih seperti tikus kejepit.

Azka diam tidak merespon. Sebenarnya Azka sedang malu dan bingung harus bagaimana, ia malu karena kedapatan menyelinap ke kamar lamanya dan bingung harus apa ketika bertemu dengan kembarannya.

"Ma-maaf," gumam Aksa sambil mengambil langkah mundur sedikit demi sedikit.

"Sebentar," akhirnya Azka membuka suara.

Aksa berdiri ditempatnya, menatap kakaknya bingung dan juga ragu.

"Kita ngobrol ya?" pinta Azka pelan.

Aksa mengangguk dengan ragu. Pikirnya, mereka memang harus menyelsaikan semua kesalahpahaman ini.

Langkah pelan dengan seribu ragu itu mendekat kearah Azka. Lalu duduklah dirinya disamping kembaran yang sudah membina rumah tangga itu.

Haning, lagi-lagi tidak ada yang bicara. Sebelumnya mereka belum pernah berada diposisi ini, dan rasanya tidak akan mengulang untuk kejadian seperti ini terjadi lagi.

"Maafin abang," kata yang tua.

Yang muda hanya diam mendengarkan, tangannya bertaut untuk saling meremat kuat. Ia gugup dan sedikit takut.

"Abang salah, abang terlalu emosi dan nyalahin orang lain," lanjutnya.

Diambilnya nafas dalam-dalam sebelum melanjutkan ucapannya.

"Abang iri, lebih tepatnya cemburu. Aksa apa-apa sama Mawan, padahal dulu sama Abang terus. Aksa ambil keputusan besar juga yang pertama dikasih tau Mawan. Abang ngerasa, Abang udah ga dibutuhin lagi? Abang marah, ga suka dan hasilnya ini, Aksa takut sama Abang, Aksa yang jarang ngomong lagi, jadi lebih cengeng. Tapi lebih dari itu, Aksa yang takut sama abang adalah yang paling nyakitin. Abang tau Abang yang salah, dan Abang yang malah ngulur-ngulur waktu untuk ga minta maaf, Abang malu karena sikap Abang sendiri," nafasnya berhembus pelan, bahu yang tadinya sangat kaku dan terasa berat akhirnya mulai relax

"Maaf ya, ga berani jujur saat itu juga, maaf buat Aksa jadi penakut. Apapun keputusan Aksa, untuk lanjut atau ga lanjut kuliah, itu tetap bukan hak Abang untuk ikut campur dan merasa paling tersakiti saat itu. Abang udah sadar lama, cuma baru berani ngomong sekarang. Ga tau, Abang terlalu takut sama respon Aksa, atau Abang yang terlalu takut ga diterima lagi sama Aksa. Tapi sekarang Abang sadar, yang penting minta maaf dulu," lanjutnya.

Aksa menatap yang tua dengan tatapan berkaca, bibirnya bergetar, tidak tahan untuk tidak menangis. Hatinya sedang sensitif, apapun yang dikatakan oleh kakaknya membuat ia sedih dan merasa bersalah.

"Maafin Aksa, bukan Aksa ga butuh Abang lagi. Aksa cuma sadar aja, Abang udah berkeluarga, Aksa ga mau repotin Abang. Gimanapun Abang udah punya Aisha, kalian baru berumah tangga, kalian harusnya happy-happy. Aksa ga mau Abang malah kepikiran Aksa," kata Aksa pelan.

Azka menatap Aksa lama, adiknya itu suka ambil tindakan sendiri, "Mau Abang udah punya anak 10 juga kamu bakalan tetap jadi adeknya Abang. Aisha juga pasti ga akan masalah, dia tau kita kayak gimana, Sa," kata Akza.

Aksa nenunduk, "maaf," katanya pelan.

Azka menarik Aksa kedalam pelukannya, mengusap pelan punggung adik yang ia rindukan. Kalau dipikir-pikir, sangat bodoh bertingkah seolah Aksa tidak menganggapnya, seharusnya ia lebih tau bagaimana Aksa sebenarnya.

"Abang minta maaf juga, kamu jangan pasang muka takut lagi kalau liat Abang, berasa abang ini hantu aja," kata Azka.

"Maaf, Aksa ga maksud,"

"Abang ngerti,"

Tbc

Njir dah akhir tahun ges

Kembar-kembar Somplak. (EdiSi BaRu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang