36. Yaudah.

1.2K 163 54
                                    

Aksa tidur, dan Mawan gak bisa tidur. Mawan terus mikirin kata-kata Aksa yang bilang kalau dia mau nyembuhin orang, tapi malah dia yang sakit. Orang seceria Aksa, yang punya keluarga idaman, saudara yang baik, om dan tante yang lucu dan tentunya banyak teman, bisa punya masalah seberat ini. Sebenarnya, apa yang mengganggu pikiran Aksa?

Pintu ruangan Aksa terbuka, dan Ayra muncul sambil senyum manis ke Mawan, diikuti Ataya dibelakangnya. Mawan senyum kikuk, mau duduk, tapi gak bisa. Soalnya Mawan meluk Aksa, dan Aksa juga meluk Mawan. (AVV, MANIZNYA 😭)

"Gak apa-apa, tidur aja," kata Ayra yang ngerti setelah liat muka Mawan.

"I-iya, Bund," balas Mawan kikuk.

"Nanti kalau Aksa bangun, Mawan makan ya, udah Bunda bawain makanan," kata Ayra sambil nunjukin tas isi makanan.

"Iya Bund, tapi Mawam udah makan kok, teman-teman bawa jajan banyak," kata Mawan.

"Waduh, berasa minimarket ini," canda Ayra, dan baru kali ini, candaan Ayra kaya ibu-ibu pada umumnya. Biasanya kan, Ayra suka yang anti-mainstream gitu.

Ayra dan Ataya duduk di sofa, mereka saling lirik, setelah itu Ataya geleng-geleng dan ngambil tangan Ayra.

"Nanti aja," gumam Ataya pelan.

Mawan yang tau suasananya lagi canggung, milih ikutan tidur. Sekalian istirahat lah, dari tadi ngomel mulu dia, capek juga.

Eh, gak jadi tidur. Mawan tiba-tiba kepikiran, kok Ayra dan Ataya gak nanya apa-apa? Padahal Aksa dan Mawan tidur pelukan, masa itu gak buat mereka curiga, sih? Ya, kalaupun udah biasa dengan kegilaan ini, gak nanya kek, abis ngapain gitu? Wah, apa Ayra dan Ataya mikir mereka berdua beneran homo? Idih, Mawan mah sayang Aksa iya, cuma kalau homo beneran, nggak weh. Buwong Mawan masih ngacung kalau liat yang seger.

"Ayah udah tanya dokter?" tanya Ayra pelan.

"Hm, katanya lusa baru pulang," jawab Ataya.

"Lumayan juga, Aksa tumben banget sakit, mungkin udah gak tahan banget. Abisnya, semua dipendam, padahal Bundanya suka kasih saran," kata Ayra lirih.

"Gak apa. Anak muda, selalu punya masalah yang gak mau mereka bagi dengan yang lain, baik itu teman, maupun orang tua," kata Ataya sambil natap Aksa yang ada dipelukan Mawan, tangannya gak bisa diam, dari tadi melintir pelan jari-jari Ayra.

Ayra diam, gak bisa ngomong apa-apa lagi. Sebenarnya, Ayra lagi nyalahin diri sendiri karena gak becus jagain anak, gak bisa jadi orang tua yang baik, dan kenapa dia gak bisa jadi tempat anaknya untuk curhat?

Tanpa Ayra sadari, ada yang lebih sedih disini. Ataya, dari tadi Ataya udah nahan nangis, selesai ngobrol sama dokter, Ataya langsung nelfon Gibran, dan minta saran, katanya bisa diobatin. Tapi sebagai ayah, Ataya tetap bakalan kepikiran.

Ataya juga mau nangis, cuma Ayra udah nangis, Aksa juga nangis, dan kalau Ataya ikutan nangis, bakalan jadi apa? Ataya yakin, Azka juga bakal nangis kalau dengar berita ini.

"Assalamu'alaikum," pintu ruang inap Aksa kebuka, samaan dengan munculnya Azka.

"Wa'alaikumussalam, kamu dari mana, Ka?" tanya Ayra.

"Azka pulang, Bund. Ngasih kabar ke Aisha," jawab Azka.

"Kenapa gak diajak aja? Kasihan dirumah sendirian," tanya Ataya.

"Gak apa-apa Yah, dirumah sakit banyak virus, biar dirumah aja," jawab Azka lagi.

Ayra dan Ataya ngangguk pelan. Eh, kok canggung, ya? Gak kaya biasanya.

Ataya ngelirik Azka yang duduk disebelahnya, senyum kecil terukir, "Bang, berpendapat itu hak semua orang, tapi pilihan itu milik satu orang. Apapun yang terjadi, jangan pernah menentang terlalu kuat, karena yang menjalani itu dia, bukan Abang," kata Ataya pelan.

Kembar-kembar Somplak. (EdiSi BaRu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang