Part 10

435 92 13
                                    

Temen itu gak perlu banyak. Meskipun sedikit, tapi kalo udah sefrekuensi, pasti rasanya lebih asyik. Daripada punya berjuta teman tetapi ternyata munafik; hanya berpusat pada harta dan fisik.

~RECOGNIZED~

‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍"Siniin remotenya! Giliran gue," pinta Zee sembari menyodorkan telapak tangannya.

Jiwa segera menyembunyikan remote tersebut dibalik punggung kokohnya. "Bentar Zee, nanggung. Gue penasaran siapa yang bakal jadi juara karate tingkat regional," sahut pemuda itu. Tatapannya tak lepas mengintai siaran televisi yang terpampang di depan mata.

"Halah, Bang. We bar-bar udah mau mulai, nih!" Zee berusaha merebut remote itu dari tangan Abangnya.

"We bar-bar pala lo botak! We Bear Bears, Zee We Bear Bears!" Jiwa tak memberikan remotenya. Kali ini ia tidak ingin mengalah.

"Nggak bisa bahasa enggres," jawab Zee lalu mencubit pinggang Jiwa hingga membuat lelaki itu mau tak mau menyerahkan remotenya.

"Nah, kan udah mulai. Wihh, aku padamu es ber!" teriak Zee sambil menunjukkan finger love di depan layar televisi yang tengah menampilkan beruang kutub berbulu steril.

"Lo harusnya excited sama Panda karena karakter kalian berdua hampir sama, pecinta K-Pop. Sedangkan ice bear, dia irit bicara. Sangat kontras sama mulut lo yang udah macam mesin tik."

"Bodo amat gue gak denger." Zee memasukkan kedua jari telunjuknya ke dalam lubang telinga.

"Gue tinggalin baru tau rasa lo," gumam cowok itu kemudian mengambil kunci motor. Jam sudah menunjukkan pukul tujuh lebih sepuluh. Berarti tersisa dua puluh menit lagi sebelum bel masuk sekolah berbunyi.

Jiwa melangkah perlahan. Ia lekas menaiki motor dan menancap gas. Zee yang mendengar suara deru motor Jiwa, refleks bangkit; menyambar tasnya dan berlari ke halaman rumah. "Jiwa kampret! Jangan tinggalin gue!" teriak gadis itu diikuti langkah kaki mengejar motor Jiwa yang telah melaju secepat angin.

Zee berhenti di bahu jalan. Nafasnya ngos-ngosan dengan peluh bercucuran; dari dahi, mengalir ke pelipis. "Andai akhlak bisa di bagi, mungkin gue bisa bagi separuh akhlak gue buat Bang Jiwa." Zee terus berjalan meskipun jarak ke sekolahnya masih lumayan jauh.

Tak lama dari itu, terdengar suara klakson disusul dengan sebuah motor yang berhenti tepat di depannya. Lelaki berseragam SMA itu membuka helm full face lalu bertanya, "Kenapa jalan kaki?"

Zee menggaruk kepalanya, gadis itu terlihat salah tingkah. Tak lupa juga rona pipi yang terlihat bersemu merah. "Biar sehat, sekalian olahraga," alibinya.

Gasta mengangguk singkat. "Ayo naik. Bel sekolah bentar lagi bunyi, nanti lo telat."

Oh, tentu Zee langsung semangat 45. Gadis itu menaiki motor dan memeluk erat pinggang Gasta. Pagi ini matahari pun nampaknya terlihat bahagia karena bersinar cukup cerah, tanpa tertutup gumpalan asap; memamerkan cahaya indah nan hangat miliknya.

Gasta lekas menarik pedal gas. Di pertengahan jalan, Zee melihat Jiwa yang tengah mendorong motornya seorang diri. Gadis itu tertawa keras lalu berteriak saat melewati tubuh Abangnya, "Bang, selamat lo dapet give away azab!"

***

Sedari lima belas menit yang lalu, Ganta terus meminta maaf kepada Zee soal kemarin sore. Namun sayangnya gadis itu tidak mau memaafkannya. Zee malah bersedekap dada sembari membuang muka.

"Gue traktir lo semangkuk bakso, tapi lo harus maafin gue." Pemuda itu memberikan iming-iming bakso.

Sudut bibir Zee tertarik ke atas. Gadis itu berbalik kemudian berkata, "Bakso satu, seblak satu, boba nya jangan lupa, coklat dua, rumput laut tiga, potato—"

RECOGNIZED(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang