Part 14

420 68 12
                                    

Hai hati, apa kabar? Semoga baik. Maksud gue, semoga lo baik-baik aja setelah mengetahui nama wanita yang lo untai dengan indah dan apik didalam sana, telah bersatu dengan lelaki pilihannya.- Ganta.

~RECOGNIZED~

‍‍‍‍‍‍‍Saat ini Zee dan Ganta sedang duduk di tepi lapangan. Dengan seksama menatap Gasta yang tengah bermain bola basket. Gadis di samping Ganta tiba-tiba berceletuk, "Ya Allah, mubazir banget cowok kayak dia kalo gak jadi jodoh hamba."

Sang sahabat langsung tertawa keras. Disusul dengan cibiran yang begitu menyebalkan mengetuk gendang telinga. "Ingin mengakak sampe terjungkal."

"Letak lucunya dimana, brother?" Zee menangkup wajah Ganta, menelisik setiap inci sudutnya untuk sesaat. "Nah, muka julid nih." Ia mengimbuhkan.

Zee terdiam sejenak. Binar wajah gadis itu mendadak redup. Ada kesedihan yang tersembunyi dibalik sinar kelegaman matanya.

Diskriminasi tersebut sukses bikin kening Ganta berkerut dalam. Tak buang waktu, cowok itu langsung bertanya, "Kenapa lo? Gak kerasukan, kan? Wah, ini kayaknya perlu disembur. Bentar gue ambil dulu airnya." Pergerakan Ganta tertahan kala sang gadis mencekal lengannya dan menyuruh untuk kembali duduk.

"Pat ...." Ragu, Zee benar-benar ragu. Sialan memang. Kenapa ia jadi takut tanpa alasan? Ini nggak bisa dibiarin. Gadis itu harus mempertahankan gelarnya sebagai cewek blak-blakan yang tak pernah mengenal rasa TAKUT.

"Semalem gue liat Havika cium bibir lo." Oh akhirnya, tujuh kata tersebut berhasil meluncur dari mulutnya tanpa hambatan.

Air muka lawan bicaranya tertegun sebentar. Pemuda itu menatap tak percaya dengan kalimat yang baru saja melintasi indra pendengarannya. "Lo jangan ngarang. Waktu itu lo nuduh adek gue tidur di dada gue. Sekarang lo bilang Havika cium bibir gue? Gue lebih tau tentang Havika. Karena gue udah hidup bertahun-tahun sama dia. Kita lahir dari rahim yang sama, dibesarkan di atap yang sama. Mustahil gue bisa percaya sama kata-kata lo."

"Pat, gue gak nuduh. Gue cuma bilang apa yang mata gue liat."

Ganta menghela nafas gusar. Rahangnya yang mengetat menjadi tanda bahwa ia benar-benar marah. "Lo sahabat gue. Jangan nuduh adek gue yang nggak-nggak lagi. Gue gak suka." Cowok itu lantas berlalu begitu saja.

"Heran gue. Apa yang udah Havika lakuin sampe Ganta sepercaya itu sama tuh iblis bermuka dua."

"Zee!" Gasta berjalan tergesa-gesa menghampiri gadis tersebut.

"Eh, ada cogan," celetuk Zee sambil cengar-cengir tanpa alasan. "Misi Kak, gak mau jadi jodoh saya, gitu?" Dia melanjutkan. Seriusan, Zee merasa geli sendiri dengan kalimatnya barusan yang memakai embel-embel Kak. Tetapi, memang seharusnya begitu. Karena Gasta lebih tua darinya. Ia menduduki bangku kelas dua belas sedang dirinya baru kelas sepuluh.

"Kalo kamu udah ditakdirkan jadi jodoh aku, ya aku mau-mau aja," sahut Gasta. Bibirnya melengkung membuat seulas senyum.

"Alphabet, kriteria cewek idaman lo itu kayak gimana?"

"Hm ...." Gasta mengelus dagu, terlihat sedang berpikir. "Baik, ramah, pengertian, penyabar, pintar, sedikit cuek, tapi humoris.

"Wih, gue banget itu. Fix, gue cewek yang lo cari, valid no debat no kecot!"

No! Sepertinya Zee adalah kebalikannya. Gasta bilang kriteria cewek idamannya itu penyabar? Sangat bertolak belakang dengan Zee yang suka ngegas.

Gasta tak menjawab. Hanya terkekeh menanggapi. "Mau ke kantin bareng?" tanya pemuda dengan balutan kaos olahraga tersebut.

Zee langsung mengangguk antusias. "Boleh aja. Asal ...." Gadis itu menggantung ucapannya.

RECOGNIZED(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang