Part 31

41 11 0
                                    

‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍Gasta memarkirkan motor di halaman rumah kekasihnya. Pemuda itu lalu menghampiri Zee dan mamanya yang terlihat tengah berbincang-bincang di teras rumah.

"Pagi, Tante," sapa Gasta. Ia memberikan senyuman terbaik untuk calon mertuanya.

"Mama mama, mau mantu kayak dia gak?" tanya Zee.

"Udah hafal Al Qur'an berapa juz? sholatnya bolong-bolong gak? rajin solat Jum'at, kan?" tanya Xeanzi seraya menatap Gasta yang tengah tersenyum kikuk.

"Dahlah gak akan dapet restu," batin Zee.

"Saya Kato—"

Ucapan Gasta terhenti karena Zee tiba-tiba membekap mulutnya. "Ya udah Ma, Zee berangkat dulu. Assalamu'alaikum."

"Waalaikumsalam. Hati-hati dijalan."

Gasta hendak memasangkan helm ke kepala Zee namun gadis itu segera merampasnya dengan gerakan kasar.

"Zee, kamu masih marah sama aku? Aku bener-bener minta maaf. Aku janji setelah ini gak akan ada yang dirahasiain lagi dari kamu."

Bibir gadis itu mencebik. "Iya, sekarang gue lagi marah. Gak tau kalo nanti."

"Mau mampir dulu beli ayam geprek gak?" tawar Gasta. Oh, tentu Zee langsung semangat 45.

"Gaskeun!"

Mereka berhenti di kedai yang jaraknya tak jauh dari sekolah. Zee memakan ayam geprek dengan begitu khidmat.

"Alphabet, kalo lo nyari yang putih, bening, glowing, gue mundur. Tapi kalo lo nyari yang setia, kalem, sabar dan pengertian gue mundur paling depan. Ya karna gue orangnya ngegas. Belum lagi kalo liat cogan lewat depan gang. Beuh! bagaikan magnet, membuat kedua boal mata ini tertarik untuk terus menatapnya."

Gasta menggelengkan kepala. Ocehan Zee sama sekali tidak ada yang tersaring ke otaknya. Zee itu awkward, maka hal itu sudah biasa. "Udah cepet abisin makanannya. Nanti kita telat."

Mungkin, jika Ganta yang mendengar ocehan Zee tadi, pasti pemuda itu akan membalasnya dengan nyinyiran pedas.

***

"Pat, traktir gue dong," pinta Zee sembari menepuk pundak Ganta.

"Gue gak punya duit. Habis." Cowo itu menyahut dengan atensi terpusat penuh ke layar ponsel.

"Santuy, temenan sama gue mah gampang. Gak punya duit, kita ngepet."

Ganta menarik kuping Zee dengan keras. "Zee solat taubat, yuk. Entah kenapa semenjak gue temenan sama lo, jiwa goblok dalam diri ini terlihat semakin kentara."

"Aduh, otaknya ke tendang," celetuk Zee saat tak sengaja menendang dengkul Ganta.

"Goblok. Astaghfirullah, tuh kan. Gue juga bilang apa, jiwa goblok dalam diri gue semakin menjadi. Kegoblokan ini terus memberontak ingin keluar."

Tiba-tiba saja Havika datang sambil terisak. Gadis itu langsung memeluk erat tubuh Ganta. "Hey, its okay, siapa yang udah berani bikin princess kakak nangis kayak gini?" tanya Ganta. Nadanya terdengar begitu lembut, berbanding terbalik ketika sedang berbicara dengan Zee— gas terus tanpa rem.

"Uang aku di ambil, Kak," adu gadis itu. Isakannya semakin menjadi. Sedangkan bola mata Zee berputar malas.

"Siapa yang udah berani ambil uang kamu? Biar kakak kasih pelajaran." Havika lalu menarik Ganta untuk menemui orang yang telah berani merampas uangnya.

Tau Zee sedang apa saat ini? Ia tengah menye-menye sambil misuh-misuh menyumpahi Havika. "Nyenyenye, hidup lo kebanyakan drama."

Seorang lelaki berperawakan tinggi menghampiri Zee. Melihat cogan, kedua bola mata hitamnya langsung berbinar. "Ganteng banget, pusing," batin gadis itu.

RECOGNIZED(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang