Part 28

46 13 8
                                    

‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍"Apa?!"

Zee sontak menghentikan gerakan langkah kakinya saat mendengar Jiwa berujar heboh di dalam kamar. Gadis itu mengintip Jiwa yang tengah berbicara lewat telpon.

‍‍"Irsya udah ngga ada? Ini gak mungkin." Pemuda itu menjatuhkan ponselnya. Ia lalu bersimpuh, wajahnya terlihat frustasi.

Zee membekap mulut dari balik pintu. Benarkah Irsya sudah tidak ada? Mendadak jantungnya berdebar kencang.

Pasien sudah dinyatakan meninggal dunia. Dia mengalami komplikasi yang cukup serius di kepalanya. Dan sekarang dia akan dikebumikan karena keluarganya sudah menjemput ke rumah sakit Harapan. Itulah kalimat yang terdengar dari seberang telepon.

Jiwa secepatnya bangkit, pemuda itu mengambil jaket dan kunci motor. Sementara Zee segera pergi dari sana agar tidak ketahuan.

Didalam kamar, Zee lekas memakai sweater karena cuaca malam ini cukup dingin. Gadis itu berlari ke jalan raya. Ia melambaikan tangan kepada beberapa angkot dan ojek tetapi mereka tidak ada satupun yang berhenti.

"Ini sopir pada kenapa sih?!" kesal Zee. Ia kembali melambaikan tangannya kepada sang angkot. "Bang, berhenti Bang. Saya bayar dua kali lipat," tawar Zee.

Sang sopir berteriak tanpa menghentikan laju angkotnya. "Maaf neng angkotnya sudah penuh."

Zee berdecak. Gadis itu akhirnya memilih berlari menyusuri trotoar untuk menuju rumah sakit Harapan. Tadi ia tak sengaja mendengar suara dokter diseberang telepon.

Jarak ke rumah sakit tersebut cukup jauh, jadi Zee membutuhkan waktu yang lumayan lama untuk sampai disana. Sialnya, dua orang begal justru mencegatnya. Mereka meminta barang-barang milik Zee sembari menodongkan pisau.

"Minggir jamet, gue lagi buru-buru. Jangan ganggu gue!" desis gadis itu.

"Serahin dulu duit sama ponsel lo," ujar pria tersebut.

"Siapa lo? Kalo gak punya duit, minta sama emak lo jangan minta-minta sama orang lain," balas Zee.

"Kelamaan! Udah dah ayo rampas aja," saran pria yang satunya lagi.

"Diem, gue males ribut." Zee mengeluarkan pecahan uang dua ribuan yang total keseluruhannya menjadi 10 ribu. "Nih, gue cuma punya segini. Gak boleh ngeluh udah terima aja. Hidup itu harus bersyukur."  Gadis itu langsung berlari.

"Woi, jangan kabur!" Kedua pria itu mengejar. Namun mereka kehilangan jejak ketika di dekat pasar malam yang tentunya dipadati lautan manusia.

Di sisi lain, akhirnya Zee sampai di rumah sakit. Gadis itu segera menanyakan kepada sang petugas tetapi dia bilang pasien telah di bawa oleh keluarganya untuk dikebumikan di pemakaman umum Mawar Putih.

Zee lekas berlari menuju pemakaman tersebut. Entah sudah berapa jam ia berlari hingga membuat kakinya sedikit lecet, namun ia tidak perduli.

Sesampainya di sana, orang-orang sudah mengerumuni makan Irsya. Kaki Zee mendadak lemas saat membaca batu nisan bertuliskan Irsyalina Batargia.

Kedua orang tua Irsya begitu terpukul. Mama Irsya menampar Zee sambil berteriak, "pembunuh!"

Zee menggeleng sembari menahan tangis. "Bukan aku pelakunya, Tante."

"Kamu udah dorong Irsya sampai ketabrak. Dan lihatlah, Irsya mati gara-gara kamu! Dasar pembunuh!" teriaknya. "Pergi kamu! Pembunuh! Pembunuh!"

Zee mendekat ke arah nisan Irsya. Gadis itu lalu bersimpuh. "Sya, lo kok tega sih ninggalin gue. Gue emang marah sama lo, tapi gue gak berharap lo tinggalin gue."

RECOGNIZED(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang