Part 19

248 60 12
                                    

Faktanya, tidak ada rahasia yang benar-benar menjadi rahasia. Nyatanya, sebuah rahasia tidak akan menjadi rahasia jika sudah diketahui oleh seseorang.

~RECOGNIZED~

‍‍‍‍‍‍Zee terlihat begitu murung. Sudah tiga hari berlalu, tapi gadis itu masih terus menerus dihantui rasa bersalah. Memang, Irsya yang di rusak, tetapi ia juga merasakan sakitnya. Zee benar-benar tidak bisa membayangkan bagaimana kesucian direnggut paksa oleh orang asing yang bahkan baru pertama kali ketemu. Jika Zee berhasil menemukan para preman itu, ia bersumpah akan melenyapkan mereka satu per satu.

"Zee, udah." Irsya mengelus pundak temannya.

Gadis itu menoleh. "Maaf." Lalu kembali menunduk. Entah untuk ke berapa puluh kalinya Zee mengucapkan permintaan maaf, tetapi tetap saja hatinya masih diliputi rasa bersalah. Permintaan maafnya sama sekali tidak membuahkan hasil. Karena Zee tau sendiri permintaan maaf tersebut tidak akan mampu mengembalikan kesucian Irsya.

"Zee, udah ya jangan merasa bersalah kayak gini. Kamu nggak salah. Aku nggak apa-apa kok. Aku udah ikhlas. Beneran," ujar gadis itu dengan nada lirih; takut jikalau ada murid-murid yang mencuri pembicaraannya.

"Sya, hati lo terbuat dari apa, sih? Sumpah, baru kali ini gue nemu orang kayak lo. Mungkin kalo gue ada di posisi lo, gue udah bunuh diri."

Irsya menggeleng pelan. "Mamaku nggak pernah ngajarin hal yang kayak gitu. Dia selalu bilang, apapun masalah yang menerjang hidup, aku harus ikhlas menerimanya. Yang terjadi biarlah berlalu. Memang enggak mudah menghapus kejadian pahit itu dari memori otak. Tapi terkadang, kita tidak perlu menghapusnya, cukup di jadikan sebagai pembelajaran aja itu udah cukup. Dari malam itu aku belajar, mungkin aku harus lebih hati-hati lagi. Mungkin karena itu juga Mama selalu ngelarang aku untuk keluar rumah saat malam hari."

Zee memeluk tubuh Irsya. "Gue janji mulai sekarang akan selalu jagain lo. Gue gak akan biarin ada orang yang sakiti lo lagi."

Ganta mencuri-curi pandangan kepada Zee. Hati pemuda itu gelisah karena melihat lengan Zee yang di perban. Ia ingin bertanya tetapi kalah dengan gengsi. Karena, saat ini dirinya dan Zee telah menjadi rival.

Pemuda itu kemudian memanggil seorang siswi. Ia menyuruh siswi tersebut menghampiri Zee dan menanyakan tentang lengannya yang di perban.

"Ekhm ... Zee, kalo boleh tau itu lengan lo kenapa di perban?" Tak membuang waktu siswi itu lekas bertanya.

"Kepo lo." Seperti biasa Zee selalu menyahut sewot.

"Iya gue emang kepo. Kasih tau dong."

"Ke-gores piso." Zee menjawab malas seraya memutar bola mata.

Siswi tersebut mengangguk. Setelahnya kembali menghampiri Ganta. "Katanya, ke-gores piso."

"Kok bisa?"

"Ya mana gue tau lah."

"Kenapa lo gak tanyain sebab akibatnya, Jaenab?!"

"Lo kira ini pelajaran bahasa Indonesia apa, sampe harus ada sebab akibat?" Jaenab menggerutu kesal.

"Yaudah deh. Nih imbalannya." Cowok itu lalu mengeluarkan selembar uang kertas yang langsung di terima antusias.

Sebenarnya sudah tiga hari ‍Zee dan Ganta marahan. Keduanya tidak bicara sepatah kata pun. Bahkan mereka sampai memutuskan pindah tempat duduk. Sangat jelas hal itu menjadi tanda tanya untuk seluruh penghuni kelas X IPS 3.

Seorang siswi dengan rambut dikuncir kuda tiba-tiba bertanya, "Zee Ganta kalian lagi marahan, ya ...? Jangan dong, kelas rasanya sepi kalo kalian gak bikin onar." Gadis itu bersedekap. Jujur saja selama tiga hari berturut-turut kelas rasanya sepi bak kuburan.

RECOGNIZED(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang