Part 27

45 13 2
                                    

‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍Perlahan tangan Irsya terangkat, lalu menunjuk seorang gadis dengan rambut berkuncir kuda. Semuanya tentu kaget. Mereka menatap tak percaya.

"Zee?!" ujar mereka serentak.

Zee tertegun, kenapa Irsya bisa melakukan hal ini? Gadis itu menggeleng cepat. "Nggak, bukan gue yang lakuin. Irsya, kenapa lo nuduh gue?"

"Zee lo kok tega, sih? Irsya salah apa sama lo?" tanya Ganta tak habis pikir.

"Semua ini gak bener!"  Zee menatap Irsya dengan nyalang. "Lo punya masalah hidup apa sih, Sya? Tega bener lo fitnah gue kayak gini? Apa jangan-jangan kalian berdua sekongkol?" lanjutnya menunjuk Irsya dan Havika bergantian.

"Lo gak usah bawa-bawa adek gue, Zee. Dia gak mungkin ngelakuin hal itu." Ganta membantah sembari menarik Havika ke belakang punggungnya.

"Lo jangan mau di kibulin sama wajah polosnya. Dia itu gak sepolos yang lo kira. Justru dia yang lukai Irsya, bukan gue!" Kali ini nada bicara Zee meninggi.

"Aku sama sekali gak tau apa-apa. Tadi aku cuma mau nolongin Irsya karena tangannya berdarah," adu Havika. Buliran bening mulai berjatuhan dari matanya.

"Sttt .... jangan nangis. Disini kamu gak salah. Jadi gak perlu takut, okay?" ujar Ganta menenangkan.

"Lo ngapain jadi nuduh adek gue? Udah jelas-jelas Irsya sendiri yang nunjuk lo sebagai pelakunya!"

"Irsya bohong! gue sama sekali gak lukain dia!" Zee masih membantah. Karena, ia memang tak bersalah. Zee sama sekali tidak melukai Irsya, Havika lah pelakunya. Si iblis berwajah dua.

Tau disini siapa yang paling terpukul? Jiwa. Zee tau bahwa abangnya mencintai Irsya. Tapi ini semua adalah jebakan.

"Bang—"

Tanpa mendengarkan penjelasan dari adiknya, Jiwa berlalu membawa Irsya ke ruang UKS.

"Bang dengerin gue dulu, Bang. Lo tau kan gue orangnya gimana? Gue mendingan ngomong ceplas ceplos tapi jujur. Gak kayak mereka wajah polos tapi munafik!"

Jiwa tidak menggubris.

Zee menatap Ganta dengan tatapan yang sangat sulit untuk ditafsirkan. "Pat—" pemuda itu ikut berlalu sambil menggandeng lengan Havika.

Dan sekarang tinggal Zee dan Gasta. Gadis itu menggeleng pelan sementara Gasta menatap dengan sorot datar. "Gasta lo pernah janji bakalan selalu percaya sama gue, kan? sekarang gu—"

"Aku kecewa sama kamu, Zee. Kamu gak inget apa yang udah Irsya korbanin demi selamatin kamu? Dia rela kehilangan kesuciannya, itu cuma demi kamu, Zee," potong Gasta. Lalu pemuda itu pergi dari sana. Meninggalkan Zee dengan kesunyian.

Dan kini Zee hanya sendirian. Semua lelaki yang ia sayangi kecewa kepadanya. Semua orang membencinya hanya karena kesalahan yang sama sekali tidak Zee perbuat. Gadis itu menggigit bibir bawahnya. Mencoba untuk menahan tangis.

"Bukan gue yang lukain Irsya ...." lirih gadis itu.

***

Ganta bangkit dari kursi, pemuda itu lalu menenteng sebelah tas ransel hitam ke punggungnya. "Hari ini gue duduk di bangku Irsya," cetus pemuda itu. Kemudian segera pindah ke bangku pertama barisan tengah.

Zee sama sekali tidak menoleh. Ia hanya menatap lurus ke depan. Namun kata-kata tersebut berhasil terngiang di telinganya. "Heran deh, kenapa kebanyakan yang mukanya polos itu munafik?" gumam gadis itu.

Memang benar, kemarin Havika, gadis itu banyak sekali tingkah, drama sana sini. Dan sekarang ... Irsya, temannya sendiri tega mengkhianatinya? Dunia memang kejam.

RECOGNIZED(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang