Part 46

37 10 0
                                    

"Menurut kitab yang ku baca, keturunan terakhir dari ratu penyihir bangsa Abibolia itu memiliki kekuatan yang sangat dahsyat. Konon katanya, anak itu dilindungi oleh para Dewi." Seorang lelaki berpakaian hitam berucap tegas. Sedangkan wanita disampingnya menyimak baik-baik.

"Kenapa kamu bisa yakin bahwa anak itu adalah keturunan terakhir dari ratu penyihir?"

"Peace. Aku menemukan simbol kedamaian tersebut di belakang leher anak itu." Pria itu memainkan sebuah rubik. "Karena dulu, waktu aku meledakkan peradaban Buigzaam, ku kira semua bangsa penyihir Abibolia telah tewas. Tapi ternyata, masih ada Abibolia yang tersisa. Dan anak itulah yang akan membawa keberuntungan dalam hidup kita," lanjutnya diiringi tawa keras.

Sang wanita lekas pergi dari sana saat sebuah panggilan memasuki ponselnya.

Kedua tirai mata Zee terbuka, menampakkan sepasang netra kelam yang begitu indah. Ia terbangun didalam sebuah ruangan. Gadis itu memegangi kepalanya yang terasa nyeri.  Matanya menyipit silau.

Betapa kagetnya dia saat menyadari ternyata dirinya dikurung didalam sebuah jeruji besi.

"Hai Zeenata." Pria berambut kelam itu tersenyum manis.

"O-om Rahul?" Zee terbata, sedikit kaget.

"Ya. Tidak usah kaget seperti itu. Bagaimana kabarmu? Ah, ya. Saya kesini untuk melihat benda berkilau itu keluar dari matamu. Jadi, menangislah," suruh Rahul to the poin.

"Om tau dari man—"

"Oh tentu saja saya tau." Ia mempertontonkan sebuah kitab bersampul cokelat yang terlihat sudah sangat tua. "Semuanya berawal dari sini," sambungnya.

"Saya menemukannya saat menghancurkan tempat tinggal kalian, hutan Alveir." Penuturannya berhasil membuat Zee tercengang tak percaya. Ternyata orang yang telah menewaskan kedua orangtuanya, serta saudara-saudaranya adalah Rahul.

"Apa itu kitab yang dimaksud mama?" tanya Zee dalam hati.

"Saya tau kamu adalah keturunan terakhir ratu penyihir terhebat di pedalaman Alveir. Maka bersikap manis lah dan jadi gadis penurut. Sekarang menangislah."

"Gak! Sampai kapanpun Zee gak akan pernah ngasih berliannya. Dasar iblis!" Gadis itu menyentuh sel besi yang mengurung raganya. Langsung mendapat sengatan listrik dengan kekuatan tinggi, membuat perempuan tersebut terduduk lemas.

"Jahat! Manusia memang jahat! Harusnya dari dulu Zee lenyapin kalian!" Zee ingin menangis. Tapi ia tidak mau mengeluarkan berliannya. Dia tidak akan pernah mau memberikan berlian kepada Rahul walau sebutir pun.

"Baiklah, untuk saat ini kau bisa istirahat. Karena nanti aku akan memberimu kejutan. Siapakah hati dan mentalmu." Rahul kemudian beranjak dari tempatnya.

Tak gentar, Zee kembali mencekal sel besi tersebut. Berharap ia bisa menghancurkannya walaupun Zee sendiri tau itu hanyalah kemustahilan.

"Argh ...!" Ia mengerang kesakitan. " Al-phabet ... to-long," panggil Zee, berharap lelaki yang dulu berjanji akan melindunginya itu datang untuk menyelamatkannya.

Lelaki dengan balutan hoodie hitam itu berdiri di ambang pintu. Sorot matanya terlihat terluka kala menatap tubuh Zee yang terkulai lemas didalam jeruji.

***
Ganta panik. Ponsel Zee sudah tidak bisa dihubungi. Ia juga telah mengunjungi rumah Gasta, tetapi disana hanya ada asisten rumah. Entah kemana cowo itu membawa Zee pergi? Ganta benar-benar tidak tau harus mencarinya kemana lagi.

Jiwa datang lima belas menit setelah Ganta menghubunginya. Cowo itu memberitahu bahwa ia sudah menelpon Gasta, tetapi ponsel cowo tersebut juga tidak aktif.

"Bang, Zee dalam bahaya. Gasta bakal nyakitin Zee, bang." Cowo itu amat terpukul. Ia menjambak rambutnya dengan kasar.

"Sorry karena tadi gue ga percaya sama lo," sesal Jiwa. Memang benar, penyesalan datangannya selalu diakhir.

"Sekarang bukan saatnya menyesal. Ayo kita cari Zee lagi." Ganta melenggang diikuti oleh Jiwa.

Untuk kesekian kalinya, Ganta menyodorkan ponselnya yang terdapat foto Zee disana kepada orang tidak dikenal. Lagi-lagi para warga menggelengkan kepala.

Gurat putus asa tercetak jelas diwajah mereka berdua. Ganta menengadah untuk menatap awan yang sudah berganti warna menjadi hitam pekat. Tak terasa waktu berlalu begitu cepat.  Berjam-jam mereka mencari, hingga akhirnya memutuskan untuk pulang lantaran hari sudah semakin malam.

Dilain tempat, Pria itu kembali menghampiri Zeenata tak lupa membawa senyuman lebarnya.

"Hallo, Zeenata. Apa kau masih tidak ingin memberikan berlian mu untuk ku?"

"Gak! Sampai kapanpun!" balas Zee cepat. Kedua matanya menghunus tajam kepada Rahul.

"O-oh baiklah. Sepertinya kau sudah siap menerima kejutanmu," ujar Rahul disusul pintu yang terbuka menampilkan Gasta dengan air muka yang sulit di artikan.

Zee bangkit dari duduknya. Ia berjingkrak girang. Senyumnya mengembang sempurna. "Liat, Alphabet udah dateng. Dia bakal ngebebasin Zee," beritahu nya kepada Rahul dengan dagu terangkat bangga.

Gasta memencet sebuah tombol yang melekat di tembok dekat pintu. Gadis itu semakin senang saat menyadari bahwa selnya sudah tidak di lapisan aliran listrik.

Membuka pintu jeruji tersebut, lekas masuk menghampiri Zee. Gadis itu langsung memeluk tubuh Gasta dengan erat. "Makasih udah dateng," bisiknya.

Cowo itu melonggarkan pelukannya. Dia mengeratkan cekalan cambuk ditangannya sebelum kemudian ujung cambuk tersebut mengenai lengan kiri Zee. 

Gadis itu merintih kesakitan. Dia menatap Gasta dengan sorot tak percaya. "Alphabet, apa yang lo lakuin?" tanyanya dengan nada bergetar menahan tangis.

Ctar!

Cambuk itu kembali mengenai lengannya bersama dengan jatuhnya berlian dari pelupuk mata. Dentingan batu berlian tersebut sangat indah mengalun ditelinga Rahul. "Bagus, menangislah gadis manis," ucap Rahul.

Tidak, Zee menangis bukan akibat cambukan tersebut, melainkan hatinya yang terasa sakit di khianati oleh lelaki yang paling berarti di dalam hidupnya.

"Argh! Gasta sialan, tega lo hianatin gue!" Zee memukul dada kirinya. "Sakit," adunya. "Hati gue sakit." Hati kecilnya seakan remuk. Zee tidak pernah membayangkan dirinya akan mengalami hal seperti ini.

Ternyata, ending karyanya, adalah ending dari kisah hidupnya. Ia dikhianati oleh kekasihnya sendiri. Sama seperti dalam cerita yang dirinya buat.

Semakin Zee menangis, semakin banyak berlian yang berjatuhan. Tentunya hal itu membuat Rahul seakan terbang ke awang-awang. Tawa pria tersebut menggelar didalam ruangan.

Gasta semakin mengeratkan cambuk di tangannya. Dadanya bergemuruh hebat seakan merasakan apa yang dirasakan oleh gadis kecilnya itu.

***

RECOGNIZED(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang