8. Manusia

100 41 45
                                    

Itu membuatku tertarik, aku ingin memegangnya. Saat tangan kananku hampir memegangnya, sebuah tangan besar keriput menahan pergelangan tangan kananku tiba-tiba, mencegahku untuk memegang kristal itu. Dengan reflek aku menjatuhkan tongkat yang tadinya kupegang dengan tangan kiriku, lalu segera menengok ke arah tangan keriput ini berasal. Tampaklah sosok pria tua bangka. Rambut putihnya panjang sebahu, jenggot dan kumis tebal tumbuh lebat di wajah keriputnya. Iris matanya bewarma keabu-abuan.

Dia juga memakai jubah coklat yang tampak kusam dengan sejumlah manik tertempel di beberapa bagiannya. Jika dilihat sekilas, dia ini seperti orang tua yang umurnya tak lagi panjang dan sudah sangat rapuh. Namun, anggapan itu kutepis tatkala menyadari betapa kuat cengkraman kakek ini.

"Jangan sentuh kristal di atasnya! Kemarin seorang petugas kebersihan mencair saat menyentuhnya," lirihnya dengan suara yang berat dan sedikit serak.

Setelah mengatakan itu, ia segera melepaskan cengkramannya dan mengambil tongkat tersebut. Dia memperkenalkan dirinya yang bernama Yaar. Oh, ternyata orang ini yang dimaksud Abel bernama Yaar?

"Maaf atas sambutan kami yang sangat biasa. Orang-orangku tidak sempat menyambutmu karena lelah setelah mereka berpesta semalaman." Ia berjalan ke rak buku, mengambil beberapa buku, lalu duduk di kursi yang ada di tengah ruangan ini sembari menyandarkan tongkat yang dipegangnya ke meja. Apa itu adalah tongkat sihirnya? Jika kuamati lebih teliti, Yaar hampir mirip raja kami.

"Namamu Lotus kan?" tanyanya sembari membuka sebuah buku dan membacanya.

"Ya, aku Lotus. Aku dikirim ke Bumi untuk membebaskan kekuatan gelap dan mengalahkan raja iblis," jawabku sopan.

"Jadi benar Lotus namamu. Kalau begitu, kau perlu membaca ...." Yaar pergi ke sebuah rak buku lalu mengambil sebuah buku dari rak itu. Kemudian, dia pergi ke sisi lain dan mengambil sebuah gulungan kertas kecil dengan pita biru yang mengikatnya. Gulungan tersebut sebelummya terletak di dinding tanpa ada buku dan gulungan lain di sampingnya. Sepertinya itu gulungan yang sangat istimewa.

"Ini!" sambungnya setelah ia meletakkan keduanya di atas meja dan kembali duduk dan membaca kembali bukunya.

"Kemarilah dan duduklah di sebelahku," pintanya sambil menarik sebuah kursi ke samping tempat duduknya.

Aku tentu langsung menghampirinya dan duduk di sebelahnya. Ia menyodorkan sebuah buku berjudul "Kitab Moose" dengan gambar seekor binatang besar bertanduk di bawahnya.

Aku membuka buku tersebut ke halaman pertama dan terkejut bukan main tatkala menemukan lukisan elf alam di situ beserta sebuah bangunan besar di belakangnya. Aku dapat mengenalinya karena saat berada di bulan, aku pernah melihat gambar yang hampir mirip dengan ini. Ini dilukis sebelum kekuatan gelap muncul. Aku pun membuka halaman selanjutnya, tertera sebuah "Perjanjian" antara ruh alam dan bangsa elf yang ditulis dengan tinta hijau dan kuning di atas sebuah kulit kayu. Dari sini aku sudah cukup mengerti, ini adalah buku milik bangsa elf yang entah bagaimana bisa ada di tangan manusia. Aku pun menutup buku ini, segera berdiri, lalu mencerca Yaar dengan berbagai pertanyaan yang muncul di kepalaku saat itu.

"Bagaimana bisa kitab ini ada di tangan kalian bangsa manusia? Lalu darimana kalian mendapatkannya? Juga ...." Yaar mendekap mulutku dengan tanganya dan memintaku untuk tenang.

"Sekarang, buka gulungan ini lalu baca, karena hanya kau yang bisa membacanya," Pintanya sembari menyodorkan sebuah gulungan.

Tentu saja aku langsung membukanya. Begitu dibuka, cahaya sangat terang terpancar dari gulungan tersebut. Meski sangat terang, aku masih dapat melihat karena cahaya ini tidak menyilaukanku. Mungkin karena kekuatan cahaya yang aku miliki. Di sini tertulis ....

Nightwalker (tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang