21. Badai kegelapan, reuni

62 12 50
                                    

Tembakan hujan anak panah beberapa kali Eiras tembakkan, sembari menembak langsung ke arah para Endarkelf dan iblis yang mengepungnya. Satu-persatu musuh ia tumbangkan dengan tembakan akuratnya.

Di sisi lain, Selena dan teman-teman tidak mau kalah. Semua bekerja sama untuk mengalahkan Eiras, meski rekan mereka berguguran. Tapi, usaha mereka tak sia-sia, sejumlah serangan mengenai dan melukai sahabatku.

Aku bimbang mengenai pihak mana yang akan kutolong. Aku bingung tentang bagaimana cara membuat mereka saling memahami. Eiras adalah sahabatku, namun Selena juga temanku. Berkali-kali aku mencoba membantu salah satu pihak, tapi selalu saja rasa bimbang menyerang. Jika aku membantu Eiras, Selena akan menjadi musuhku. Aku juga tak mungkin menyerang sahabatku. Argh! bagaimana ini?!

Aku berjalan bolak-balik sembari berpikir dengan menunduk. Kuacak rambutku karena frustrasi akibat kacaunya situasi saat ini. Aku tidak bisa berpikir, terlebih saat sejumlah serangan nyasar hampir mengenaiku.

"Ugh!! Aaaa...!!" terdengar suara Eiras yang berteriak kencang, kesakitan.

Mengetahui hal itu, keputusanku menjadi bulat. Aku akan menolong sahabatku. Lagipula, hanya dia sosok yang selalu menemaniku selama ini. Jika dibandingkan dengan Selena, sahabatku jauh lebih berharga. Aku tidak ingin kehilangan sosoknya.

Aku segera berlari ke arah Eiras, sembari memperhatikan semua yang menjadi lawannya. Aneh, tidak ada yang datang menangkap sahabatku atau menyerangnya lagi. Padahal, aku lihat keadaan Eiras, dia masih bisa bangkit meski mendapat sejumlah luka gores dalam, dan beberapa anak panah menancap di tubuhnya.

"Lo‐tus, ugh. Itukah kau?" Ucapnya begitu melihatku yang berlari ke arahnya dengan perasaan khawatir.

"Lotus, kita harus kembali ke Avein! Badai kekuatan hitam akan datang!" Selena berteriak lantang dari arah belakang, di kejauhan sana sembari berlari ke arahku.

Aku mendengar teriakan itu dan menengok ke arahnya sesaat, tapi aku tak menggubrisnya. Aku harus menolong sahabatku. Dia sekarang terduduk lemas dan tidak bisa bertarung lagi.

Rasa khawatir dan takut bercampur menjadi satu, membuatku terburu-buru. Aku menciptakan sebuah Orb cahaya untuk menyinari tempat ini, agar aku dapat melihat jelas luka-luka Eiras. Selanjutnya, dengan cepat aku mencabut anak panah yang menancap di badannya. Dia mengerang kesakitan sembari mencengkeramku tiap kali anak panah di tubuhnya kucabut. Untungnya, jumlah anak panah di tubuhnya tidak banyak.

Tak lama setelah semua anak panah di badannya tercabut, ia segera mengambil busurnya dan mengarahkannya ke belakangku, mencoba menembak Selena yang berusaha mendekat.

"Eiras, hentikan!" ujarku lembut." Biar aku yang menanganinya. Kau istirahatlah dahulu," pintaku padanya.

Awalnya, Eiras tampak tidak mau mendengarkanku, sampai tiba-tiba sebuah rasa sakit dari lukanya membuatnya mengerti kondisinya saat ini.

"B-baiklah.." jawabnya pelan. Setelahnya, ia membaringkan badan.

"Lotus, kenapa kau tidak sembunyi? Ayo cepat! badai berbahaya akan datang!" teriaknya sembari mengeluarkan sebuah belati untuk kemudian dilempar ke arah Eiras. Namun, aku menghalanginya, membuat belati itu menancap di kakiku. Aku pun sedikit mengerang karenanya.

"Kenapa kau melindunginya, Lotus!?" tanyanya dengan penuh penekanan." Pejuang Order yang mengetahui keberadaan ras Endarkelf tidak boleh pulang dengan selamat! Cukup Abel yang berhasil selamat!"

"Tapi dia sahabatku! Aku datang ke Bumi dengannya! Apa kau akan memperlakukannya berbeda denganku hanya karena dia bukan utusan?!" jawabku tegas untuk menjelaskan semuannya.

Selena seketika itu terkejut mengetahui bahwa musuhnya adalah sahabatku. Begitu pula dengan Eiras, yang terlihat kaget mengetahui bahwa aku mengenal Selena.

Nightwalker (tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang