Hidup ini indah, meski dalam dekapan gelap. Cinta dan kasih sayang dalam keluarga kecilku memberiku semua kebahagiaan yang kubutuhkan. Namun, semua itu perlahan sirna tatkala sebuah impian akan cahaya hinggap di pikiranku.
.
.
.Flashback
(Nero pov)Aku berbaring terlentang di halaman depan rumah memandang langit. Melihat langit yang begitu gelap di siang hari. Bukan karena awan hitam maupun gerhana, melainkan karena memang begitulah adanya. Dunia tempatku tinggal ini seperti dunia kegelapan saja. Padahal, dahulu orang-orang bisa menikmati sinar matahari tiap pagi hingga sore hari. Mereka bisa menikmati keindahan matahari yang terbit dari arah timur di puncak gunung, maupun menyaksikan matahari tenggelam masuk ke dalam lautan.
Aku ingin menyaksikan itu langsung, tidak hanya melihatnya dari lukisan orang-orang yang sudah lama meninggal. Pasti menyaksikannya langsung terasa begitu indah. Hanya saja, apakah itu mungkin?
"Sedang memandang langit di siang hari ya, dik?" tanya kakaku tiba-tiba.
Seketika aku pun tersentak. Sejak kapan dia berbaring di sampingku tanpa kuketahui?
Perkenalkan, dia adalah kakak laki-lakiku. Namanya Seth. Dia tiga tahun lebih tua dariku yang saat ini berumur 11 tahun. Dia punya rambut berwarna putih dan lensa mata berwarna merah; berbeda dari kebanyakan orang. Kadang aku heran, dari mana dia mendapatkan ciri khas tersebut? Apa dari kakek kami yang seorang penyihir gelap?
"Iya, kak," balasku.
Aku kembali membaringkan badanku di lantai dan menikmati langit bersamanya.
"Aku heran, kenapa kau sering memandang langit yang gelap tiap hari. Apa yang menarik?" tanyanya lagi.
"Ahh.. aku hanya ingin saja. Lagipula, aku bosan tiap hari kalau hanya makan dan tidur," jawabku.
Sebenarnya, alasanku adalah ingin melihat cahaya yang datang dari langit. Namun, aku enggan mengutarakannya pada kakak. Dia pasti menertawakanku karena aku menghayal yang bukan-bukan. Sudah menjadi sifatnya yang lebih suka melakukan sesuatu yang bermanfaat daripada menghayal.
"Ayolah... dik, itu membosankan. Bagaimana kalau ikut aku memancing di laut bersama paman? Kita tangkap ikan-ikan besar di laut," ajaknya sembari bangkit dari tempatnya rebahan.
"Tapi, apa itu tidak masalah? Bukankah tadi ibu bilang kalau hari ini lautan sedang 'mengamuk'?" tanyaku.
Meski kakakku ini pemberani dan tangguh, aku tetap saja khawatir. Bagaimana tidak? Aku sering mendengar kabar hilangnya nelayan saat menangkap ikan dari omongan tetangga.
"Pelaut yang tangguh tidak akan lahir tanpa adanya lautan yang ganas. Lagipula, saat lautan mengamuk, banyak ikan besar bisa ditangkap," jawabnya.
"Terserah kau lah, aku sudah memperingatkan. Jangan salahkan aku jika kau tenggelam," ketusku.
Aku merasa khawatir bercampur dengan iri. Khawatir terhadap keselamatan kakakku. Iri dengannya yang selalu satu langkah di depanku.
"Baiklah, adik. Jika ayah atau ibu bertanya, bilang saja aku ke rumah teman," serunya seraya berlari ke arah pantai.
Aku tidak bisa mencegahnya. Dia berlalu begitu saja menuju kerumunan orang yang berlalu lalang hingga batang hidungnya tidak lagi terlihat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nightwalker (tamat)
FantasyCerita pertama, teaser. Banyak kesalahan eja, typo, alur kurang pas, dan banyak lagi. Sengaja tidak direvisi soalnya fokus membuat cerita lain. Status: tamat GENRE: fantasy (dark fantasy), action, adventure 18+ Dahulu kala, dunia adalah tempat yang...