11. Ramuan, Riset, Peningkatan

96 35 50
                                    

Saat seseorang dari Pusat Riset datang membeli jarahan Abel yang dititipkan ke ayahnya, orang tersebut mengajakku untuk ikut bersamanya. Tidak lupa ia turut mengajak Eiras.

Katanya, mereka perlu meriset jubahku. Saat kutanyakan alasanya, ia menjawab bahwa kantung ajaib di jubah milikku adalah aset berharga yang harus dikembangkan. Ia juga menawarkan pakaian baru untukku begitu sampai.

Perjalanan dari Bar ke Pusat Riset tidak memakan banyak waktu. Kami bertiga sampai di sana dengan cepat.

Orang ini membawaku terus masuk jauh ke dalam Pusat Riset. Melewati lorong yang penuh rak berisi cairan warna-warni bersinar yang dimasukkan ke dalam botol kaca kecil berbagai bentuk. Di sini juga, terdapat sebuah tabung kaca besar berisi cairan merah muda bersinar yang mengeluarkan gelembung-gelembung. Tertera tulisan "Elixir" pada papan di samping tabung tersebut. Jadi, cairan ini adalah salah satu bahan makanan yang pernah kukonsumsi saat berada di kapal? Aku belum pernah melihat ada cairan merah muda kental seperti itu.

Kuamati, Eiras tampak begitu penasaran hingga mengambil salah satu botol cairan yang warnanya hitam, membuka tutupnya, dan hendak ia minum. Namun, sebelum Eiras berhasil minum, orang yang membawa kami kemari dengan sigap mengambil botol tersebut dan kembali meletakkanya ke tempat yang seharunya. Sejumlah percikan kecil cairan mengenai wajah Eiras, seketika itu pula dirinya mulai menggaruk wajah.

"Lain kali, jangan lancang! Kau hampir meminum ramuan pembusukan!" bentak orang yang membawa kami kepada Eiras.

Tidak lama setelah itu, munculah sebuah luka hitam di wajah Eiras yang terkena percikan ramuan tersebut. Baunya tidak sedap dan ukuranya perlahan membesar hingga kira-kira sebesar ibu jariku. Eiras mengerang kesakitan, sementara manusia yang membawa kami ke Pusat Riset ini tampak mencari sesuatu di antara cairan-cairan pada rak di sekelilingnya. Hingga ia menemukan sebuah botol berisi cairan merah pekat.

"Kemari cepat!" Teriak orang tersebut.

Eiras tampak memegangi luka busuk di wajahnya yang semakin parah sambil menutup matanya. Karena dia tidak bisa melihat, aku terpaksa yang menggandengnya ke arah pria tersebut, sementara pria itu juga berjalan cepat ke arahku sembari mencoba membuka tutup cairan merah tersebut.

Setelah kami saling bertemu, pria tersebut langsung meneteskan cairan merah pada luka di wajah Eiras. Seketika itu pula, lukanya terbakar hebat. Eiras menjerit kesakitan sejadi-jadinya, hingga membuat perhatian orang-orang di ruangan lain tertuju padanya.

Aku mencoba menolongnya dengan memadamkan api tersebut, namun pria yang meneteskan cairan tadi menahanku sembari mengatakan kalau api itu akan mati dalam hitungan detik. Ia juga menambahkan kalau api itu akan menyembuhkannya, meski prosesnya sangat menyiksa dan menyakitkan. Meski begitu, aku tidak bisa melihat temanku menderita. Dengan panik aku mencoba memadamkan api tersebut. Sayangnya, pria tadi masih menahanku.

Tak berselang lama, api tersebut padam dengan sendirinya, menimbulkan luka bakar beraroma daging yang habis dimasak. Lukanya cukup besar, hingga melubangi pipinya—gigi Eiras tampak jelas telihat dari lubang tersebut. Eiras berhenti menjerit hingga jatuh pingsan terkapar di lantai.

"Aku rasa dia tidak sanggup menahan rasa sakit dari efek ramuan blaze," ujarnya pelan sembari memungut busur milik Eiras." Bawa ia ke tabib!" sambungnya memerintahkan orang-orang berbaju biru yang berdatangan.

Orang-orang tersebut langsung memapah Eiras pergi keluar. Aku hendak menyusul Eiras, namun lagi-lagi pria ini menahanku. Dia mengatakan bahwa aku tidak perlu risau, karena Eiras akan baik-baik saja. Dia juga memperingatkanku untuk tidak macam-macam dengan ramuan-ramuan di tempat ini. Tidak usah dikatakan pun aku sudah pasti hati-hati. Aku tidak ingin ada lubang di pipiku seperti Eiras.

Nightwalker (tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang