41. Gurun terkutuk

26 5 24
                                    

Embusan angin hangat dan gugusan bintang-bintang di langit menemani perjalanan kami. Raungan mengerikan yang sesekali terdengar memecah kesunyian di gurun tanpa kehidupan ini. Tidak terlihat apapun selain gugusan bukit-bukit pasir hitam serta tengkorak manusia yang terkadang kami temukan. Benar-benar gurun kematian. Bahkan saking mematikannya, Iblis dan Monster yang biasa kami temui seolah enggan meninjakkan kakinya di sini.

Bagaimana tidak? Hawa panas yang dipancarkan oleh pasir hitam ini menguras tenaga dengan sangat cepat. Aku lelah lebih cepat dari yang biasanya. Bukan hanya itu. Tidak ditemukan apapun yang bisa dimakan atau diminum di gurun ini. Hanya tulang-belulang dan pasir hitam.

Badanku sudah merasa lelah; kakiku mulai merasakan beratnya melangkah; rasa haus mulai menyerang. Namun, berbeda denganku, Nero masih terlihat tegap dalam berjalan. Tidak satupun keringat menetes dari tubuhnya. Aku jadi penasaran, apakah dia manusia atau bukan?

Jika dilihat, bentuk tubuhnya seperti manusia, dengan daun telinga bundar yang menandakan dia bukanlah elf. Dia juga tidak punya tanduk layaknya iblis. Satu-satunya yang berbeda darinya hanyalah tangan kirinya yang seperti tangan monster. Keras, berwarna hitam, besar, dan memancarkan sinar kebiruan di beberapa goresannya.

"Kau mulai lelah," ujarnya memandangku sambil merogoh sesuatu dari kantongnya. "Makanlah!" ia memberikan sebuah moonglow bersinar kepadaku. Aku meraihnya.

"Dari mana kau mendapatkannya? Bukankah bunga ini hanya tumbuh di Bulan?" tanyaku beruntun sambil memakan bunga itu.

Aku terperangah karenanya. Setelah memakannya, tenagaku terisi kembali. Dahagaku hilang, serta langkah kakiku tidak lagi terasa berat.

Ini aneh. Bagaimana bisa Nero mendapatkan bunga kesukaanku ini? Yang biasa kumakan sebagai camilan saat masih tinggal di Bulan. Lagi, bagaimana bisa dia mendapatkan bunga yang masih dalam kondisi bersinar? Padahal saat dibawa ke Bumi, harusnya bunga ini layu.

"Sejak saat pertama Order berhasil mengajak bangsa Endarkelf dan Elf Bulan bersatu, banyak hal berubah. Mereka menanam bunga ini di ladang, dan aku memetiknya beberapa. Kau akan terkejut saat melihatnya langsung," jelasnya panjang lebar.

Ia memalingkan pandangannya ke langit.

"Ahh... benar juga," balasku.

Benar apa yang Nero katakan, banyak yang telah berubah. Awalnya, aku sendiri juga terkejut melihat Selena dan Abel bersama di satu pihak, padahal aku tahu Selena sangat membenci Abel. Lalu, aku juga memperhatikan ada penjaga manusia sedang berjaga bersama para Endarkelf di tempat tempat suci Avein.

Setelah itu, tidak ada sepatah kata apapun yang kami ucapkan. Kami hanya terus berjalan menyusuri gurun ini. Sesekali, Nero memandang ke arah bintang untuk menentukan arah. Tidak denganku yang melihat kompas untuk menentukan arah. Walaupun begitu, kompasku masih berfungsi.

Namun, saat perjalanan telah berlangsung lama -- dengan jarak yang sudah jauh -- sesuatu yang aneh terjadi. Jarum di kompasku berputar-putar tanpa arah jelas. Aku tidak mengerti kita sedang menuju ke mana saat ini.

"Nero, sepertinya ada yang aneh dengan kompasku," ujarku sambil menepuk bahunya.

Ia menoleh untuk melihat kompas yang kutunjukkan padanya. "Sepertinya kita semakin dekat." ia berpaling menghadap depan sambil mengatakan hal itu.

"Berhati-hatilah, belum ada manusia yang sampai ke tempat ini!" imbuhnya.

Ia meraih tanganku dan mengandengnya. Dia berjalan semakin cepat.

Aku melihat sekitar karena sepertinya ada yang sedikit berbeda dari tempat ini. Aku mengamati dengan teliti, dan ternyata memang benar-benar berbeda. Tidak ada bukit pasir ataupun kerangka manusia di sini. Bahkan suara raungan monster pun juga tidak terdengar. Angin hangat yang sebelumnya berembus menerpa kami juga kini tidak ada.

Nightwalker (tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang