Nightwalker (tamat)

10. Kisah Abel

Mengandung Gore!!

"Aku ... ayah angkatnya," jawabnya sembari menyajikan senyuman hanggat khas orang tua.

Borin pun terkejut mendengar itu. Sementara Eiras tampak tidak peduli, malahan terlihat bermain-main dengan belati Medenia yang tertinggal. Dia memang tipikal orang yang cuek sejak pertama aku mengenalnya, namun sangat antusias kepada hal-hal ajaib. Selama hidupku, aku mengenal dia jarang bersosialisasi dengan elf lain, mengingat kedudukannya sebagai pemimpin pasukan yang membuatnya disegani. Wajar saja kalau selama ini Eiras hanya punya satu teman, yaitu aku. Dia memang tidak pandai membaur. Berbeda denganku yang mampu berteman dengan para elf bulan meski agak sulit upayanya, tidak semudah berteman dengan manusia. Yang kusayangkan, mereka dengan cepat melupakan status pertemanan dan kembali menghormatiku layaknya seorang legenda. Jika bukan karena Eiras, hidupku selama 500 tahun di Bulan benar-benar hampa.

Tunggu dulu, apa aku melamun lagi? Ya, sepertinya benar. Baiklah, kembali ke masa kini. Aku pernah membaca di kamus, ayah adalah orang tua laki-laki yang mengasuh anak bersama ibu. Selain mengasuh, ayah juga berkontribusi dalam penciptaan sebuah kehidupan baru. Namun, ayah angkat hanya berperan untuk mengasuh anak dari orang tua kandung yang menciptakannya. Lantas, siapa sebenarnya orang tua yang telah menciptakan Abel? Dari mana asalnya?

"Jika Tuan adalah ayah angkat 'Guru', lalu siapa orang tuanya?" tanya Borin, sama seperti yang kupikirkan.

"Entahlah, kisahnya sangat panjang. Waktu itu ...." Pak tua itu mulai bercerita, dan aku mendengarkanya dengan seksama.

●●●

Flashback (27 tahun lalu)
"Pak Bos" pov

Hari ini, kemenangan besar telah dicapai. Pasukan Orde berhasil menaklukkan Kerajaan Ebenholz, salah satu dari dua kerajaan manusia (terkutuk) utama di era kegelapan. Semua orang tahu kerajaan itu sangat sulit ditaklukkan meningat banyaknya monster kolosal yang berkeliling di dalamnya serta berjaga di perbatasan. Pasukan Orde berhasil menaklukanya dalam hitungan hari-memukul mundur pasukan lawan, menawan para pemuja setan, juga menjarah sumber daya berharga dari sana. Dengan ini, tinggal satu yang harus ditaklukkan, Holus. Holus bukan kerajaan manusia, tetapi kerajaan iblis yang dirajai oleh Mal'Ganis.

Kini, terjadi perayaan besar-besaran di Bermuda atas kemenangan besar ini. Tentu saja, saat perayaan, Bar-ku dipenuhi oleh orang-orang. Beberapa diantaranya adalah pasukan orde yang berhasil pulang dengan selamat dan menceritakan kisahnya kepada orang-orang. Cerita mereka terdengar menarik. Namun, yang lebih menarik di sini adalah uang (yang mereka hamburkan untuk membeli makanan dan mimuman di Bar-ku). Jika tiap hari diadakan perayaan seperti ini, aku pasti sudah kaya dari dulu, hahaha ....

Waktu berlalu begitu saja, tidak terasa tengah malam sudah tiba. Makanan dan juga minuman (beralkohol) sudah ludes terjual. Orang-orang mulai berpamitan pergi, beberapa tergeletak mabuk di lantai, sisanya harus dipapah untuk keluar (karena mabuk). Baiklah, saatnya membereskan kekacauan ini, lalu menghitung jumlah keuntungan yang kudapatkan malam ini.

Membersihkan sisa-sisa alkohol yang berserakan. Mencuci gelas, piring, dan peralatan makan yang lain. Mengelap noda sisa makanan yang tertinggal di meja. Hingga menata meja dan kursi ke keadaan semula. Fiuh, benar-benar hari yang melelahkan, saatnya menghitung uang (keuntunganku). Saat aku hendak menghitung uang, terdengar suara ketukan pintu. Kutinggalkan koin-koin uangku yang berserakan dan aku buka pintu depan, mungkin itu pelanggan.

Begitu pintu terbuka, tampak sosok pria berjubah merah dengan pedang istimewa yang ada di punggungnya. Dialah Felix, pejuang misterius berpredikat A yang asal-usulnya tak ada yang tahu. Yang pasti, dia mengaku sebagai pangeran hilang saat pertama kali menginjakkan kaki di Bermuda. Dia juga sangat kuat, pernah waktu itu melawan Ocram seorang diri dan dia berhasil menang tanpa mengalami luka serius. Entah di mana dia belajar sampai sekuat itu, dan dari mana juga dia berasal. Yang jelas, kini dirinya berdiri di hadapanku sembari membawa sebuah keranjang dengan bayi di dalamnya.