3. Kencan pertama

701 88 77
                                    

Leta membuntuti Lintang dengan perasaan tidak enak, beberapa orang sudah duduk di meja makan menunggu kedatangan Lintang. Lintang terus menggandeng tangan Leta hingga sampai di depan keluarganya, semua mata menuju ke arah Lintang dan Leta.

Suasananya sangat mencekam, rasanya seperti Lintang baru saja membangunkan singa tidur. Semua orang dalam mode waspada. Terutama Leta yang menciut, bersembunyi di balik punggung Lintang. Leta benar-benar terlihat seperti pelakor sekarang. Jika Lintang tidak menggenggam tangannya sekarang, mungkin Leta sudah lari terbirit-birit sedari tadi.

Ekspektasi Leta jauh begitu dalam. Siapapun akan senang jika diajak berkenalan dengan keluarga sang kekasih bukan? Tapi jika seperti ini ceritanya, tentu hanya bisa dilakukan oleh sang ahli saja. Dan Leta akui, dia benar-benar masih pemula. Mencintai Lintang ternyata sangat merepotkan.

"Apa maksud kamu Lintang, membawa perempuan lain saat pertemuan dengan keluarga calon tunangan kamu." Suara seorang lelaki paruh baya memecah keheningan. Hendra, papanya Lintang menatap tajam putra sulungnya.

Dia sangat yakin, kemarin sudah mengatakan kepada putranya itu bahwa malam ini akan ada diskusi bersama keluarga Fio mengenai pertunangan mereka. Anak itu sempat memberontak, tapi atas bujukan mamanya akhirnya Lintang mengalah dan memilih diam. Ternyata diamnya bukan berarti iya, anak itu justru mengacaukan segalanya.

"Aku udah bilang sama Papa, aku nggak mau dijodohin. Aku udah punya pacar Pa, aku nggak mau tunangan sama Fio," tegas Lintang.

"Kamu ini sudah terlambat, pulang-pulang bawa masalah. Kamu mau bikin papa malu? Kamu seneng berhasil mempermalukan papa?"

"Bohong, Lintang bohong Yah. Ayah percaya sama aku, Lintang sengaja pacaran sama Leta cuma biar perjodohan ini dibatalkan. Lintang nggak bener-bener suka sama Leta. Om Hendra, tolong jangan batalkan perjodohan ini," Fiona memegang erat lengan ayahnya, menatap sang ayah dan Hendra dengan tatapan memohon. Dia tidak akan membiarkan perjodohan yang dia nantikan berakhir begitu saja.

"Pak Hendra?" ayahnya Fio menatap kedua orangtua Lintang, meminta penjelasan.

"Pak Yasa, mohon maaf atas perilaku anak saya. Saya akan membujuk Lintang--"

"Aku nggak akan pernah mau dijodohin, aku suka sama Leta bukan Fio." Lintang memotong ucapan mamanya. Katakan saja Lintang tidak sopan, tapi rencana pertunangan itu harus berakhir malam ini juga. Lintang sudah lelah mendebat kedua orangtuanya yang terus membujuknya agar mau dijodohkan dengan Fio.

Lintang menarik Leta membawanya keluar dari rumah itu. Leta hanya menurut, bahkan rasanya dia ingin berlari mendahului Lintang. Walaupun itu tidak mungkin, karena Lintang juga berjalan dengan tergesa sampai tidak sadar Leta kesulitan mengimbangi langkahnya.

"Lintang! Lintang!" panggilan Hendra diabaikan oleh Lintang.

Sesampainya di pelataran rumahnya, Lintang melepas tangan Leta menarik napas dalam mencoba menormalkan kembali detak jantungnya. Untuk pertama kali dalam hidupnya, dia berani melawan perintah papanya. Lintang berusaha keras untuk tetap berdiri tegak sedari tadi, padahal dia menahan rasa takutnya. Ternyata papanya bisa semenyeramkan itu.

Lintang menoleh mendengar suara yang berasal dari perut Leta. Leta tersenyum canggung, "Ehehe, gue laper. Please, ayok makan gue laper banget."

"Nyusahin aja sih," gerutu Lintang.

"Apa? Nyusahin lo bilang? Eh, gue belom makan sampe sekarang juga gara-gara lo ngajakin keluar tapi malah kelupaan. Dan normalnya cowok ngajak keluar tuh pasti ceweknya diajak jalan atau makan bukannya diajak ke kandang macan." Leta benar-benar menumpahkan emosinya. Salah siapa menjatuhkan ekspektasi Leta yang sudah setinggi langit. Sepertinya Leta harus selalu waspada, dia harus ingat bahwa berharap kepada Lintang memang harus dihindari.

Kita Putus [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang