Sabtu sore, tidak begitu panas juga tidak hujan. Waktu yang tepat untuk menjemput sang pacar pergi berkencan. Lintang sudah rapi dengan kemeja lengan panjang yang digulung seperempat, celana jeans hitam, dan wangi parfum yang tercium hingga jarak sekian meter. Sudah jelas dia akan pergi kemana. Sang mama pun tidak menegur, sudah sangat tahu dengan jawabannya.
"Doain gue ya, semoga doi mau diajak balikan." Lintang mengelus Bambang dan Pamungkas, kedua kucing kesayangannya yang sedang anteng memakan makanannya.
Lintang menoleh terkejut saat pintu utama dijeblak tanpa permisi. Tapi ekspresinya berubah seketika saat melihat si pelaku. Lintang terbahak melihat penampilan Geza yang begitu acak-acakan, baju dan celana hingga wajahnya kotor setengah basah. Anggi yang berlari keluar dari ruang tengah pun terkejut melihat keadaan putra bungsunya.
"Ya ampun Geja, kamu jatoh apa gimana? Kotor banget. Sana mandi!"
"Lo jatoh ke got apa gimana?" tanya Lintang ditengah tawanya.
"Nggak usah ketawa! Awas kena karma lo, gue ketawain!" Geza berjalan menuju kamar mandi dengan wajah kesalnya. Sebenarnya mati-matian Geza menahan malu, tapi ditutupinya dengan ekspresi marah. Pasalnya di belakangnya seorang cewek yang menjadi saksi mata kejadian tadi ikut terkikik menahan tawanya.
"Kamu pacarnya Geja ya? Ayok sini duduk." Anggi mempersilakan cewek yang ditinggalkan Geza di depan pintu begitu saja.
"Gimana kejadiannya kok bisa kayak gitu si Geja?" tanya Anggi.
"Tadi mau nolongin anak kucing jatoh di got, tapi Geja malah ikutan jatoh tante."
"Mau jadi pahlawan di depan ceweknya, malah jatoh. Jadi malu," ucap Lintang disela-sela tawanya.
"Abang, udah jangan ketawa mulu. Kasian adeknya," tegur Anggi.
"Nama kamu siapa?"
"Nama saya Vivi, tante."
"Aku berangkat ya Ma?" Lintang beranjak meninggalkan rumah setelah berhasil meredam tawanya.
Dengan motor kesayangannya Lintang menuju ke rumah Leta. Belum bertemu saja jantungnya sudah berdebar, semoga saja cewek yang sudah berstatus menjadi mantannya itu mau diajak jalan. Jika boleh berharap banyak, semoga cewek itu menerima tawarannya untuk kembali berpacaran yang rencananya akan dia ungkapkan dari ini di taman seperti biasa. Lintang bahkan sudah menyiapkan permainan piano khusus untuk Leta hari ini.
Sayangnya itu hanya harapan. Karena kenyataan menjatuhkannya dengan begitu keras. Tepat saat Lintang menghentikan motornya di depan rumah Leta, pemandangan yang ditangkap penglihatannya adalah Leta yang hendak memasuki mobil dengan mamanya yang baru saja menutup bagasi mobil yang penuh barang-barang.
"Leta!" Lintang perlahan mendekat. "Lo pergi hari ini? Kenapa nggak bilang?"
Leta menghentikan pergerakannya, cukup terkejut melihat kehadiran Lintang yang tidak terduga. Tatapan cowok itu membuat Leta tergagap, tidak ada satu katapun yang berhasil keluar dari mulutnya. Leta bagaikan tersangka yang tertangkap basah oleh polisi sekarang, padahal dia tidak merasa melakukan sesuatu yang salah. Hanya, ingin pergi dengan tenang tanpa harus melangkah dengan berat hati karena kenangan yang ditinggalkan di kota metropolitan ini.
"Loh, Lintang. Mau main ya? Tapi kita mau berangkat ke Bandung sekarang." Nita menyadari atensi Lintang, menghampiri cowok itu yang sigap meraih tangan yang lebih tua kemudian tersenyum simpul.
"Iya Tante, maaf ganggu."
"Nggak papa, ngobrol aja dulu. Leta, itu Lintang diajak duduk dulu. Mama masih ada yang belum beres." Nita mengisyaratkan Leta untuk mengajak Lintang masuk ke rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Putus [END]
Teen FictionDitembak gebetan seneng nggak sih? Seneng lah masa nggak. Jadi Leta nggak salah kan nerima Lintang jadi pacarnya? Walaupun Leta tahu, Lintang hanya memanfaatkan status pacarannya dengan Leta agar perjodohannya dengan Fio dibatalkan. Tapi Leta ya...