21. Nasi goreng

525 42 16
                                    

Pagi ini Lintang sibuk berkutat di dapur mencoba membuat sarapan katanya, lebih tepatnya mencoba mempraktikkan yang pernah diajarkan Leta sebelumnya. Dikarenakan sejak kemarin sore kedua orang tuanya yang pergi ke Bandung untuk menjenguk saudara yang sedang sakit dan memutuskan menginap di sana, akhirnya pagi ini tidak ada yang menyiapkan sarapan untuk kedua laki-laki penghuni rumah ini. Berbekal ingatannya tentang hari itu dan juga video tutorial, Lintang mencoba menyulap nasi sisa semalam menjadi nasi goreng.

Geza yang menuruni tangga baru saja keluar dari kamarnya dibuat terkejut dengan keadaan dapur yang benar-benar berantakan. Pemandangan yang sudah bisa ditebak sejak beberapa saat lalu ketika Geza baru bangun tidur pergi ke dapur untuk mengambil minum dan sudah melihat kakaknya yang sibuk berkutat di dapur.

"Kayak kapal pecah ya ampun, kalo mama tiba-tiba pulang sekarang bisa-bisa jantungan nih," Geza mendudukkan dirinya di meja makan mengamati Lintang yang sedang memindahkan nasi goreng dari wajan ke piring.

"Daripada nggak sarapan, maag lo kambuh gue juga yang diomelin mama." Lintang menyajikan dua piring nasi goreng di meja makan.

"Ya kan bisa beli Bang," Geza menatap sepiring nasi goreng di depannya dengan ragu.

"Bersyukur bisa nggak sih?" Lintang menatap tajam adik satu-satunya itu.

"Lagian sejak kapan sih lo mau nyentuh dapur, masak mie instant aja nggak pernah sok-sokan bikin nasi goreng." Geza mulai memegang sendok, sebelum menyendok berdoa berulang-ulang kali berharap masakan di depannya bisa layak dimakan manusia.

"Bacot banget, buruan dimakan! Gue mau ganti baju bentar," Lintang meninggalkan dapur diiringi tatapan heran Geza. Lintang sengaja pergi, terlalu gugup melihat Geza memakan masakannya, takut andai saja benar-benar tidak bisa dimakan. Geza boleh membuang makanannya sebelum Lintang kembali jika memang rasanya seburuk itu, pikir Lintang.

"Ganti baju doang nggak mandi? Bang, kasian temennya bau bangke duduk sebelahan sama lo."

"Anjer gue udah mandi tadi woy, tinggal ganti pake seragam doang."

Lintang kembali setelah berpakaian rapi, duduk di seberang Geza yang ternyata sudah memakan setengah nasi goreng di piringnya.

"Gimana?" tanya Lintang.

"Apanya?" Lintang menatap datar wajah adiknya, peka sedikit coba.

"Lumayan bisa dimakan, agak asin sih," ujar Geza lalu kembali menyuap nasi gorengnya.

Lintang mencoba menyuap nasi gorengnya miliknya, asin. Awalnya masih mencoba menikmati, di suapan ke enam Lintang meletakkan sendoknya. Merampas nasi goreng milik Geza yang masih belum habis juga lalu membawa dua piring nasi goreng itu membuang sisa nasinya ke tempat sampah lalu meletakkan piringnya di wastafel. Tanpa mempedulikan teguran Geza.

"Jangan dipaksain, nggak baik makan makanan keasinan." Lintang mencuci tangannya lalu melangkah keluar setelah sebelumnya meraih tasnya di kursi. Meninggalkan Geza yang mau tidak mau mengakhiri acara sarapannya juga.

Lintang mengendarai motornya ke sekolah seperti biasa dengan kecepatan normal, untungnya masih banyak waktu luang karena memang sengaja Lintang memaksa bangun pagi agar tidak terlambat karena sibuk dengan urusan dapur.
Lintang mulai memelankan laju kendaraannya saat melihat seseorang yang cukup dikenalnya meski dari jarak yang masih cukup jauh.

"Lintang?" Leta terkejut saat motor Lintang berhenti tepat di hadapannya.

"Lagi nunggu ojek?"

"Baru mau nyari, belum pesen tadi kelupaan." Leta memasang wajah melas berharap Lintang bisa dengan pengertian menawarkan tumpangan.

Kita Putus [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang