Lintang bisa sedikit bernapas lega sekarang, dokter mengatakan Leta baik-baik saja dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Tidak ada luka serius selain luka di kepalanya dan tangan kanannya yang keseleo sehingga harus menggunakan penyangga untuk sementara waktu. Sedangkan Lintang, atas bujukan mamanya luka-luka gores di tubuhnya yang ternyata tidak sedikit itu sudah diobati.
Saat ini orang tua Lintang sibuk berurusan dengan orang yang menabraknya tadi, untungnya pria yang menabraknya tadi terlihat benar-benar merasa bersalah dan mengatakan akan bertanggung jawab. Dan papanya Leta yang kebetulan bekerja di rumah sakit ini juga sudah mendengar kabar tentang anaknya, sempat panik dan marah-marah kepada si pelaku. Beruntungnya bisa meredakan amarahnya berkat bujukan mamanya Leta yang juga baru saja datang setelah mendengar kabar kecelakaan putrinya.
Kedua orang tua Leta dapat bernapas lega saat melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa putri semata wayangnya baik-baik saja. Beberapa menit yang lalu, papanya Leta pamit menangani pasiennya sebentar katanya dan Nita pamit pulang untuk mengambil pakaian dan beberapa kebutuhan untuk Leta. Jadilah keduanya menitipkan Leta kepada Lintang, meski tanpa diminta pun Lintang tidak pernah beranjak dari tempatnya duduk di samping ranjang Leta.
Malam mulai larut saat Lintang merasakan kelopak matanya memberat namun ditahannya agar tetap terjaga, membenarkan posisi duduknya memandangi wajah tenang cewek di depannya yang memejamkan matanya dengan nafas teratur.
"Leta!"
"Please, Leta! Nggak, Leta!"
"Leta!"
"Lintang bangun!" Leta menggoyangkan tubuh Lintang sebisanya, memanggil-manggil cowok itu.
Segera setelah membuka matanya Lintang beranjak memeluk Leta. Jangan tanyakan reaksi Leta, tentu saja jantungnya bekerja lebih ekstra karenanya. Dia dibuat salah tingkah sendiri. Dan, apa seperti ini rasanya yang seringkali orang katakan tentang sensasi kupu-kupu di perut.
Jika diingat-ingat ini pertama kali Lintang memeluknya, pelukannya begitu erat seolah tidak akan membiarkannya terlepas, tidak membiarkannya bergerak sedikitpun apalagi pergi menjauh.
"H--hey, gue masih hidup kok tenang aja. Gausah khawatir." Leta tertawa hambar.
Lintang melepas pelukannya perlahan dan kembali duduk di posisinya semula. Matanya tidak berhenti memandang wajah cewek di depannya. Berusaha meyakinkan dirinya bahwa mimpi buruk itu tidak akan pernah menjadi kenyataan.
"A--apasih lihatin mulu?" Leta memalingkan wajahnya, menyembunyikan semburat merah di pipinya.
"Lo udah bangun?"
"Pertanyaan macam apa itu?" senyum yang ditahannya sedari tadi hilang begitu saja. Leta melirik sinis mendengar kalimat pertama yang dilontarkan cowok itu setelah terbangun dari tidurnya.
"Sakit ya? Maaf," lirih Lintang.
"Bohong sih kalau bilang nggak sakit, tapi ini bukan salah lo kok. Jadi nggak usah minta maaf." Leta memfokuskan perhatiannya kepada Lintang yang kini mulai menundukkan kepalanya.
"Gue nggak hati-hati bawa motornya. Maaf," cicit Lintang.
"Lo udah hati-hati, lo bahkan bawa motornya pelan. Sayangnya orang lain nggak hati-hati. Yaudah sih takdir itu mah." Leta mencoba meyakinkan, cowok itu pasti sangat merasa bersalah.
"Gue nggak akan maafin diri gue sendiri kalo--"
"Lintang! Berhenti nyalahin diri sendiri. Gue baik-baik aja kok." Leta mengamati beberapa plester yang menempel di wajah dan tangan Lintang. "Lo sendiri nggak papa?" cowok itu hanya mengangguk pelan menanggapi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Putus [END]
Teen FictionDitembak gebetan seneng nggak sih? Seneng lah masa nggak. Jadi Leta nggak salah kan nerima Lintang jadi pacarnya? Walaupun Leta tahu, Lintang hanya memanfaatkan status pacarannya dengan Leta agar perjodohannya dengan Fio dibatalkan. Tapi Leta ya...