Leta terus mengikuti langkah Lintang sambil memanggil-manggil nama pacarnya itu. Namun Lintang diam tidak menjawab dan terus melangkah tanpa menoleh sedikitpun.
"Lintang!" rengek Leta untuk kesekian kalinya.
"Apa sih, berisik banget dari tadi." Dengan berat hati Lintang menghentikan langkahnya.
"Lo marah?"
"Kenapa gue harus marah?"
"Tadi lo salah paham gue bukannya sengaja emm... me-meluk Jun, tadi nggak sengaja--" tatapan matanya ke segala arah, merasa canggung dengan yang diucapkannya tapi Leta merasa harus mengatakannya dengan jelas.
"Iya gue tau."
"Lo beneran nggak marah?" tanya leta dengan penuh harap.
"Nggak lah, kenapa sih?"
"Gue pacar lo Lintang."
Lintang menghembuskan napas panjang. "Terus?" Lintang menaikkan kedua alisnya. "Ohh, maksud lo cemburu? Ya kalo lo seneng gue cemburu ya anggep aja gitu."
"Jadi lo sama sekali nggak cemburu ya?" Leta menunduk mengigit bibirnya. Untuk kesekian kalinya Leta merutuki kebodohannya karena lagi-lagi merasa kecewa karena harapan yang dibuatnya sendiri.
Melihat pacarnya menunduk dengan raut kecewa terlihat nyata membuat Lintang merasa sedikit bersalah, tapi ingin membela diri bahwa yang dikatakannya benar adanya. Lintang tidak keberatan Leta menganggap kalau Lintang cemburu, karena jika bertanya jawaban yang sebenernya Lintang sendiri pun tidak tahu.
"Gue--"
"Tapi nggak papa, gue bakal bikin lo cemburu nanti," Leta kembali mendongak menampilkan senyumnya.
"Terserah deh gue udah ditunggu Pak Saiful sama yang lain, balik ke kelas sono atau ke kantin kemana kek. Jangan ikutin gue mulu!" Lintang mengibaskan tangannya mengisyaratkan agar Leta pergi kemudian kembali melanjutkan langkahnya.
Leta memandang punggung Lintang yang semakin menjauh, senyumnya perlahan pudar lalu menghela napas pelan. Saat berbalik Leta memekik karena terkejut melihat Jun mengulurkan lolipop tepat di depan wajahnya. Senyum di wajahnya benar-benar setia bertengger ketika berhadapan dengan kakak kelasnya yang satu itu.
"Sejak kapan lo di situ?"
"Hehe, nggak ngitungin berapa menit sih tapi nggak sampe sejam kok," Jun menggaruk tengkuknya.
"Ini, buat gue?" Leta hendak mengambil lolipop yang diulurkan Jun dengan ragu-ragu.
Jun mengangguk mantap, "Iya, lolipop buat si pecinta lolipop kak Leta yang senyumnya semanis-- eh, lebih manis dari lolipop."
"Udah tau," dengan senang hati Leta menerima lollipop itu, dan dengan segera menikmati rasa manis lollipop pemberian Jun.
"Kak Leta yakin giginya baik-baik aja? Harusnya gue jangan kasih lollipop ya?"
Leta hanya berdeham pelan sambil berlalu meninggalkan Jun dengan pertanyaannya. Jun menyusul Leta, mensejajarkan langkahnya. Tampak belum menyerah meminta jawaban.
"Pasti sering sakit gigi ya?"
"Nggak sering," jawab Leta tampak tak acuh sibuk menikmati lollipopnya.
"Tapi lumayan sering," tebak Jun tepat sasaran.
"Kenapa kak Leta suka banget sama lolipop?"
"Ya, karena enak."
"Seberapa enak sih lolipop buat kak Leta sampe kaya kecanduan gitu?"
"Biasa aja sih, anggep aja kayak cowok yang udah kecanduan rokok mungkin. Daripada ngerokok, makan permen lebih baik kan?" Leta menoleh, melihat ekspresi Jun yang sama sekali tak terlihat setuju dengan perkataannya. Bagaimana bisa kakak kelasnya itu menyamakan rokok dengan lollipop, lalu apa bedanya sakit paru-paru karena rokok dengan sakit gigi berkali-kali. Itu tidak jauh berbeda menurutnya, sama-sama menyiksa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Putus [END]
Teen FictionDitembak gebetan seneng nggak sih? Seneng lah masa nggak. Jadi Leta nggak salah kan nerima Lintang jadi pacarnya? Walaupun Leta tahu, Lintang hanya memanfaatkan status pacarannya dengan Leta agar perjodohannya dengan Fio dibatalkan. Tapi Leta ya...