15. Interogasi

537 46 22
                                    

Siang ini cuaca sangat cerah, terlalu cerah mungkin. Terik matahari masih begitu menyengat tapi Lintang sudah membawa Leta keluar dengan mengendarai motornya. Leta tentu saja tidak akan mengeluh, terlalu senang saat Lintang benar-benar datang menjemput seperti yang dijanjikannya kemarin. Meski sedikit terlambat, itu bagus jadi mereka tidak benar-benar berkendara di tengah hari walaupun sebenarnya sama saja sinar matahari masih terasa menyengat.

Setelah antusias Leta yang meluap-luap sejak Lintang datang menjemputnya, kini Leta justru terdiam berdiri dengan gugup di depan pintu rumah Lintang. Iya, Lintang mengajaknya kerumahnya lagi. Perasaan yang masih sama seperti saat kali pertama datang ke rumah itu.

"Sekedar informasi gue masih trauma loh...."

"Santai aja," ucap Lintang sembari membuka pintu rumahnya lebar, kali ini tanpa memencet bel.

"Mana bisa, gue punya kenangan nggak mengenakkan di sini. Apalagi mau ketemu calon mertua gimana nggak gugup coba," sahut Leta berjalan bersembunyi dibalik punggung Lintang.

"Loh, kok balik lagi Bang? Bukannya baru aja lo keluar, udah pulang aja?" suara Geza mengalihkan atensi keduanya.

"Eh, kakak ipar. Kita ketemu lagi, hai!" Geza melambai melihat Leta di sebelah Lintang.

"Oh Gaje, hai juga!" Leta ikut melambaikan tangannya.

"Kok Gaje sih, Geja eh Geza Kak. Nama gue Geza, inget-inget ya jangan lupa lagi." Leta nyengir kuda mendengar pernyataan Geza, tangannya membuat tanda oke.

"Papa mana?" tanya Lintang.

"Di taman belakang, lagi pacaran sama Mama. Sini duduk dulu Kakak ipar, jangan malu-malu," Geza mengisyaratkan Leta agar duduk di sofa ruang tamu. Dan sesuai perintah Leta segera duduk di seberang Geza.

"Lo sini aja, gue panggil Papa bentar," Lintang berlalu meninggalkan Leta bedua dengan Geza di ruang tamu.

"Mau ngapain sih sebenernya kok manggil bokap lo segala. Jangan bilang, gue mau diinterogasi?" Lintang mendengarnya, tapi sama sekali tidak berniat menanggapi pertanyaan Leta.

"Mau kenalan dong sama calon mantunya, Papa mah orangnya santai nggak usah takut," dengan baik hati Geza menjawab mewakili Lintang.

"Ohh kemarin pas gue kesini keliatan serem-- Aww," Leta menjerit tiba-tiba.

"Ya ampun kaget, gue kira apaan gerak-gerak di kaki ternyata kucing." Leta membawa kucing yang berputar-putar di sekitar kakinya ke pangkuannya.

"Pamungkas nih tau aja ya cewek cantik langsung disamperin," ujar Geza.

"Ohh, ini yang namanya Pamungkas. Bambangnya mana?" Leta memperhatikan kucing di pangkuannya yang tampak nyaman mendapat sentuhannya.

"Kayaknya tadi gue liat Bambang di taman belakang, liatin orang pacaran mungkin."

"Ohh jadi ini pacarnya Lintang, Leta kan namanya?" suara dari arah belakang mengalihkan atensi Leta.

"Iya Om," Leta lantas melepaskan Pamungkas lalu berdiri menyalami Hendra yang terlihat jauh lebih ramah dari pertemuan sebelumnya. Leta sempat berpikir apakah papanya Lintang ini punya kepribadian ganda, tapi kemudian menepis pikiran anehnya.

"Cantik loh pantes Lintang sampe suka banget sama Leta ini." Leta tersenyum malu-malu mendengar ucapan Anggi yang baru saja datang sambil membawa segelas jus jeruk lalu menaruhnya di meja tepat di depan Leta.

"Ayok duduk, diminum dulu," ujar Hendra.

"Pacar aku juga cantik loh Pa, bawa kesini boleh nggak?" celetuk Geza masih dengan posisi nyamannya menyilangkan kaki sesekali menyuap camilan di meja. Kemudian membenarkan posisi duduknya saat mendapat teguran dari mamanya.

Kita Putus [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang